Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Hambatan nontarif perlu dioptimalkan

  • Rabu, 24 November 2010
  • 1274 kali

Kliping Berita


OLEH MARIA Y. BENYAMIN


JAKARTA: Kalangan pelaku usaha elektronik mendorong pemerintah mengoptimalkan berbagai hambatan nontarif untuk meminimalisasi dampak banjir impor ketika tarif tidak lagi menjadi hambatan bagi masuknya produk impor.


Ketua Gabungan Elektronik (Gabel) Ali Soebroto Oentaryo mengatakan implementasi liberalisasi tarif dalam kerangka kerja sama perdagangan bebas Asean China (ACFTA) sejak awal tahun telah mendorong banjir impor ke pasar dalam negeri.


Pasalnya, ACFTA menyebabkan tarif sejumlah produk menjadi nol persen, sehingga dengan mudahnya masuk ke pasar dalam negeri tanpa terkendala hambatan tarif yang tinggi. “Yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengoptimalkan hambatan nontarif. Hambatan tarif sudah tidak ada lagi karena semua bea masuk sudah nol persen,” ujar Ali kepada Bisnis, kemarin.


Ali menyebutkan sejumlah bentuk pengamanan pasar dalam negeri melalui hambatan non tarif di antaranya pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI), ketentuan label, dan sejumlah peraturan lainnya terkait dengan pengamanan pasar dalam negeri. “Itu saja yang bisa kita lakukan saat ini untuk membendung produk impor.”


Dia mencontohkan banjir impor produk elektronik ke pasar dalam negeri. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor produk elektronika pada Januari-Oktober 2010 mencapai US$3,2 miliar atau mengalami kenaikan 75% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,8 miliar.


Lonjakan impor yang cukup signifikan tersebut, kata dia, disebabkan oleh dua hal yakni peralihan impor dari yang tadinya illegal menjadi legal dan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap sejumlah produk elektronik yakni telepon genggam dan laptop.


“Bea masuk untuk produk itu sudah nol persen, jadi harga produk yang masuk ke dalam negeri lebih murah, sehingga memicu permintaan konsumen terhadap produk itu,” ungkapnya.


Data menunjukkan impor produk elektronik terbesar masuk dari China, disusul Hong Kong dan Malaysia. Total impor dari Negeri Tirai Bambu itu bahkan mencapai US$1 miliar atau menguasai pangsa pasar produk elektronik impor sebesar 31%.


“Tidak heran barang China paling banyak masuk karena tarif dari negara itu sudah 0%. Ini yang perlu diawasi. Meskipun pasar elektronika kita memang lebih banyak dari barang impor, pemerintah perlu mengupayakan hambatan non tarif untuk membendung banjir impor produk itu,” ujarnya.


Pelaku usaha elektronik, kata dia, berharap pemerintah dapat mendorong produsen elektronika untuk menanamkan modal di dalam negeri melihat tingginya impor dari negara itu.


“Barang impor yang banyak masuk ke dalam negeri didominasi oleh hp dan laptop yang memang tidak diproduksi di negara kita. Jadi, seharusnya pemerintah dapat mendorong produsen untuk membuat pabriknya di dalam negeri.”


Sumber : Bisnis Indoensia, Rabu 24 November 2010, hal. 6.




­