Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Menuju NZE, BSN Tekankan Pentingnya Standar Baterai

  • Kamis, 03 Agustus 2023
  • Humas BSN
  • 1042 kali

Berdasarkan "Paris Agreement", Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai target penurunan emisi maupun Net Zero Emission/ NZE (netralitas karbon) pada tahun 2060 atau lebih awal. Untuk mencapai target tersebut, berbagai upaya pun dilakukan dengan menyiapkan peta jalan dengan menerapkan lima prinsip utama untuk NZE. Yaitu meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT); mengurangi energi fosil; penggunaan transportasi kendaraan listrik; meningkatkan penggunaan listrik di rumah tangga dan industri; dan memanfaatkan Carbon Capture Storage.

Terkait hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan seperti Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan dan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

Untuk mendukung kebijakan pemerintah, maka standardisasi menjadi hal yang penting. Karena, standar, akan meningkatkan penjaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi; meningkatkan perlindungan bagi konsumen, pelaku usaha, pekerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun kelestarian fungsi lingkungan hidup serta meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan barang dan/atau jasa di dalam dan luar negeri.

Demikian diungkapkan Deputi Bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo dalam International Battery Summit (IBS) 2023 di Jakarta pada Rabu (2/8/2023).

“Apalagi, standar dihasilkan dari konsensus di antara semua pemangku kepentingan terkait serta memiliki sistem ketertelusuran penerimaan kompetensi dan hasil penilaian kesesuaian,” ujar Hendro.

Hendro mencontohkan pada EBT. Salah satu tantangan utama EBT adalah intermittency. Intermittency merupakan sumber EBT yang tidak selalu dapat menghasilkan energi secara konsisten sepanjang hari, dimana sumber utama EBT di Indonesia  adalah pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, matahari, angin, biomassa, dan biogas. Salah satu solusinya adalah dapat dilakukan dengan penyimpanan baterai (battery storage). Hal ini, dapat membantu mengatasi intermittency EBT dengan memberikan fleksibilitas dan stabilitas pada sistem daya.

“Untuk menjamin keamanan dan keselamatan battery storage, maka diperlukan standar. BSN sendiri telah menetapkan 4 Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait Electrical Energy Storage (EES), sel baterai untuk EBT dan industri; 3 SNI sel baterai untuk kendaraan listrik; 6 SNI terkait kemasan baterai untuk kendaraan listrik; dan 20 SNI tentang baterai untuk pemakaian umum,” ungkap Hendro.

Sementara, terkait standardisasi kendaraan listrik, hingga saat ini, BSN telah menetapkan 38 SNI dari empat Komite Teknis yang terdiri dari 33 SNI adopsi ISO/IEC/EN dan 5 SNI mengacu pada regulasi UN, dan/atau modifikasi.

38 SNI tersebut yaitu 12 SNI terkait keamanan dan kinerja sistem kendaraan; 11 SNI tentang keamanan dan performa komponen baterai dan propulsi; serta 15 SNI terkait infrastruktur kendaraan listrik (sistem pengisian daya, kabel, dan konektor yang terbit pada 2019).

Melalui IBS 2023, Hendro mendorong pelaku usaha untuk dapat menerapkan SNI sehingga tercapainya implementasi ekosistem baterai dan kendaraan listrik di Indonesia di masa depan serta target Indonesia menuju net zero emission.

Senada dengan Hendro, Direktur Hioki Singapura (South East Asia, HQ), Jepang, Seiichi Miyazawa mengatakan standardisasi sangatlah penting. “Stakeholder membutuhkan persyaratan yang lebih tinggi untuk kinerja, jadi itulah mengapa standar sangat penting terutama bagi pelanggan,” pungkas Miyazawa. (nda-humas)

 

 

 




­