Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Komunitas jasa keuangan usul pengembangan SNI adopsi ISO TC 68 Financial Services

  • Kamis, 22 Juni 2023
  • 1355 kali

Tren penggunaan transaksi secara digital, seperti Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) di Indonesia mengalami peningkatan transaksi yang cukup siginifikan. Tercatat, transaksi QRIS di Indonesia, sampai bulan September 2022, dari 5 juta dengan nominal Rp. 365 milyar pada Januari 2020 menjadi 112 juta transaksi dengan nominal 10,86 trilyun.

Dengan adanya peningkatan transaksi digital tersebut, serta mempertimbangkan aspek risiko dari transaksi yang terjadi sebagai bagian dari upaya melindungi konsumen penggunanya, Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) memandang penting penggunaan standar sebagai acuan bersama bagi para pemangku kepentingan. Khususnya, industri yang bergerak di bidang keuangan dan otoritas yang berwenang dalam pengaturan sistem pembayaran atau payment gateways.

Dengan demikian, urgensi adopsi standar publikasi dari ISO/TC 68 Financial Services yang mencakup instrumen sistem pembayaran menjadi penting. Oleh karenanya, menuntut dibentuknya Komite Teknis (Komtek) yang mirroring ruang lingkupnya dengan ISO/TC 68 dalam rangka pengembangan SNI sesuai kebutuhan.

Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo dalam Rapat Pembentukan Komite Teknis yang Mirroring ke ISO/TC 68 Financial Services di Kantor BSN, Jakarta pada Selasa (20/06/2023).

“BSN menyambut baik inisiatif baru ini dan berharap kehadiran SNI akan memberi manfaat besar dalam memperbaiki tata kelola sistem pembayaran nasional. Dan, idealnya, inisiatif ini didukung oleh regulator yang berwenang, baik itu Bank Indonesia ataupun Otoritas Jasa Keuangan – OJK dalam rangka pemanfaatan SNI sesuai konteks kebutuhannya,” tutur Hendro.

Selain itu, Hendro juga menyampaikan apresiasinya kepada IRMAPA yang telah berperan aktif dan berkontribusi dalam kegiatan Komite Teknis 03-10 Tata Kelola, Manajemen Risiko dan Kepatuhan, serta mengapresiasi komitmennya untuk berkontribusi lebih lanjut dalam pembentukan komite teknis dengan ruang lingkup yang mirroring dengan ISO/TC 68 Financial Services.

Tercatat, hingga saat ini ISO/TC 68 yang diikuti oleh 36 negara sebagai Participating (P) members dan 49 negara berstatus Observer (O) members, telah mempublikasikan 97 standar. Adapun status saat ini Indonesia masih belum menjadi anggota penuh di ISO/TC 68.

Sementara itu, Hendro juga menjelaskan tentang konsekuensi dari mirroring ke ISO/TC 68, khususnya bila Indonesia pada akhirnya memutuskan menjadi P-member. Indonesia memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh komunitas yang tergabung dalam Komite Teknis ini.

“P Member wajib memberikan suara (vote) pada semua pemungutan suara/tanggapan dalam proses balloting ISO/TC tersebut; lalu berkontribusi aktif pada pertemuan ISO/TC untuk membahas rancangan standar internasional (SI) melalui kehadiran sebagai delegasi, baik hadir fisik maupun secara daring atau penyampaian tanggapan/posisi Indonesia melalui korespondensi terhadap dokumen yang disirkulasi. Selain itu, anggota P-member hanya diperbolehkan untuk TIDAK berkontribusi sebanyak 2 kali secara berturut-turut pada pertemuan yang dilaksanakan oleh ISO/TC yang bersangkutan, dan P-member dapat ikut menominasikan pakar pada penyusunan rancangan SI,” ungkap Hendro.

Selain Hendro, Ketua IRMAPA, Charles R. Vorst yang hadir dalam rapat meyakini bahwa dengan adanya pembentukan Komtek ini dapat menjalankan peran strategis sebagai mitra regulator penyelenggaraan payment gateway system di Indonesia untuk mewujudkan Payment Gateway System Blueprint 2025 yang telah dirumuskan Bank Indonesia (BI), dengan memperhatikan atau mengikuti praktik terbaik internasional berbasis SI yang dipublikasikan oleh ISO TC 68 Financial services.

“Keberadaan SNI yang mengadopsi standar dari ISO TC 68 maupun yang dirumuskan sendiri oleh komtek akan memberi manfaat yang sangat besar sebagai rujukan praktik seluruh institusi yang bergerak di, atau terkait dengan payment gateway system yang sekaligus nantinya akan bermanfaat dalam perlindungan bagi konsumen pengguna,” jelas Charles.

Dukungan insisatif juga diungkapkan Wakil dari OJK. Pihaknya, mendukung inisiatif baru ini dan menginformasikan untuk sementara akan berkoordinasi internal karena unit kerjanya bukan yang memiliki tusi terkait sistem pembayaran.

Sementara, anggota Dewan Penasihat IRMAPA, Maulana Ibrahim, yang pernah menjabat sebagai Deputi Senior Bank Indonesia, menginformasikan bahwa tusi dan kewenangan BI yang dituangkan dalam Peraturan BI untuk pengaturan sistem pembayaran, saat ini baru mencakup ke kalangan perbankan nasional. Belum secara lengkap mengatur ke pemain baru bagi industri jasa keuangan non perbankan/operator yang bergerak di bidang transaksi keuangan.

Oleh karenanya, pelibatan aktif perwakilan BI menjadi sangat mendesak untuk memastikan hilirisasi pemanfaatan SNI dapat selaras sesuai dengan program dan kebijakan nasional yang ditetapkan oleh BI selaku otoritas yang berwenang.

Senada dengan Maulana, Ketua Dewan Penasihat IRMAPA, Antonius Alijoyo juga menekankan urgensi pengaturan digital banking yang menggunakan payment gateways system dengan mulai mengadopsi standardisasi dan penilaian kesesuaian ke dalam sistem regulasi nasional. Khususnya, untuk melindungi konsumen pengguna layanan. Mengingat, tingkat kematangan operator sistem pembayaran yang berbeda-beda levelnya. Untuk layanan yang dioperasikan oleh perbankan nasional, saat ini levelnya sudah matang dalam pengoperasian Digital Banking dengan payment system-nya, namun tidak demikian bagi operator non perbankan.

Rapat sepakat untuk membentuk Komtek ISO/TC 68 dengan melibatkan seluruh unsur pemangku kepentingan yang berpotensi sebagai anggota Komite Teknis, dan meminta BSN untuk mengkoordinasikan langkah-langkah lebih lanjut sesuai kebutuhan. (nda-humas)




­