Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Belanja Pemerintah Wajib Penuhi SNI

  • Jumat, 12 Februari 2010
  • 1752 kali

Kliping Berita

JAKARTA—Pemerintah diminta mewajibkan pengadaan dan barang di kementerian dan lembaga haras memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Karena itu, Kadin Indonesia mengusulkan, Keputusan Presiden (Keppres) No 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah perlu diperkuat.

Keppres tersebut menetapkan, setiap belanja pengadaan barang dan jasa pemerintah harus memenuhi syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 40%.

Demikian disampaikan Ketua Kelompok kerja Program Peningkatan Produksi Dalam Negeri (Pokja P3DN) Kadin Natsyir Mansyur dan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Bambang Setiadi dalam rapat koordinasi bersama asosiasi yang bergabung dalam Kadin, Pokja P3DN, dan BSN di Jakarta, Kamis (11/2).

"Dalam rangka pengamanan pasar domestik, implementasi Keppres No 80 itu harus serius. Jangan lagi sampai ada kementerian atau lembaga yang membeli barang impor, harus dengan TKDN 40%. Sehingga, dia bisa mendapat preferensi harga tender hingga 15%. Selain itu, jangan karena ada produk impor yang lebih murah sedikit, produk lokal yang memenuhi TKDN 40% diabaikan. Nah, produk-produk itu harus memenuhi SNI," ujar Natsyir.

Dia menambahkan, jika alasan pengadaan barang menggunakan produk impor karena penghematan anggaran, itu akan dibahas bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hal senada disampaikan Bambang. "Pesan saya jelas, dengan Keppres No 80, semua barang dalam belanja pengadaan barang pemerintah wajib SNI," ujar dia.

Di sisi lain, Bambang mengatakan, SNI bukan satu-satunya cara untuk menangkis serbuan produk impor. Pasalnya, lanjut dia, hal itu tergantung pada kemauan industri untuk mengimplementasikan SNI yang ditetapkan regulator. Pemerintah juga perlu menyediakan infrastruktur yang memadai, mulai dari laboratorium uji yang terakreditasi hingga lembaga sertifikasi.

"BSN hanya lembaga yang diakui internasional untuk merancang standar-standar bagi produk hasil industri nasional dan yang beredar di pasar domestik. Standar-standar itu harus mengacu pada ketentuan internasional, kalau tidak Indonesia akan diprotes. Di sisi lain, masyarakat juga harus diedukasi agar sadar dan mau membeli produk yang sesuai SNI," ucap Bambang.

Terkait implementasi kesepakatan perdagangan bebas, Bambang mengatakan, penerapan SNI tidak semua perlu dipaparkan.

Pasalnya, ujar dia, hal itu membuka peluang bagi pihak luar mengetahui strategi Indonesia.

Biaya Mahal
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan, untuk membuat sertifikat produk penggunaan tanda SNI (SPPT SNI) sepatu dibutuhkan biaya yang cukup besar.

"Sekitar Rp 50- 60 juta per SNI. Padahal, SNI itu bisa macam-macam, misalnya sport shoes yang SNI-nya mulai dari sol karet, sol plastik, dan bahan kulit. Bayangkan jika SNI-nya ada 10 macarn, biayanya mahal sekali. Jadi, perlu dibicarakan dengan pihak yang memverifikasi agar biayanya lebih murah," kata Edy.

Menanggapi hal itu, Natsyir mengatakan, pihaknya berencana mengusulkan agar pemerintah membiayai pengujian dan sertifikasi bagi proses penerapan SNI produk tertentu. (eme)




­