Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Menperin Percepat SNI 40 Produk Manufaktur

  • Kamis, 11 Februari 2010
  • 2095 kali

Kliping Berita

WASPADAI LONJAKAN IMPOR

Oleh Andryanto Suwismo

JAKARTA- Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat berkomitmen mempercepat pemberlakuan regulasi wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk 40 produk manufaktur pada pertengahan tahun ini.

Ke-40 produk itu antara lain baja canai dingin (cold roiled coils/ CRQ, baja profil, kaca lembaran, seterika listrik, pompa air listrik, audio video, motor bakar, korek api gas, kabel listrik, baja lembaran tipis lapis timah, pelek kendaraan bermotor, sepeda roda dua tangki air, dan meteran air.

"Kami ingin mempercepat pemberlakuan SNI wajib untuk semua produk manufaktur yang terancam Tiongkok. Peraturan (permenperin) sedang disiapkan," kata Menperin di Jakarta, Rabu (10/2).

Menurut dia, pemberlakuan standar nasional untuk produk manufaktur pada saat ini masih minim. Dari sekitar 400 produk manufaktur, hanya 43 SNI yang diterapkan pemerintah.”SNI wajib harus dinotifikasi ke WTO (Organisasi Perdagangan Dunia). Itu perlu waktu,” paparnya.

Hidayat menerangkan, pemerintah berkomitmen melindungi sektor-sektor industri manufaktur yaog terancam tergerus akibat lonjakan impor produk murah asal Tiongkok seiring pemberlakuan perdagangan bebas Asean-Tiongkok (AC-FTA). "Akan diperinci lagi satu per satu produk manufaktur. Misalnya, produk baja yang dilindungi SNI hanya 9 item, padahal diversifikasinya banyak,” ucapnya.

Penerapan SNI wajib untuk seluruh produk manufaktur merupakan salah satu solusi guna melindungi industri nasional. Sejumlah pelaku industri sejak tiga tahun terakhir sudah mengusulkan hal itu.

Menperin mengakui, penerapan regulasi wajib SNI mampu melindungi konsumen serta menciptakan persaingan yang sehat. Di sisi lain, instrumen itu diyakini mampu mempertahankan daya saing industri dalam negeri. “Negeri ini mestinya sudah membenahi daya saing industri sejak beberapa tahun lalu,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan Rachmat Gobel pernah mengatakan, produk elektronik hanya dapat bertahan menghadapi serbuan produk Impor Tiongkok dengan adanya SNI wajib.”Produk elektronik Tiongkok itu rata-rata memiliki kualitas yang lebih rendah," jelas dia.

Rachmat Gobel menilai, lonjakan impor elektronik asal Tiongkok didominasi produk middle low. “Produk elektronik Tiongkok yang banyak masuk itu di segmen menengah bawah. Harganya memang murah, tapi kualitasnya belum terjamin,” ucapnya.

Ia menjelaskan, implementasi AC-FTA bisa mengancam pertumbuhan lima produk elektronik nasional, yakni radio kaset, televisi ukuran 14 inci dan 21 inci, kipas angin, setrika listrik 350 watt, dan pompa air 125 watt.

Sekjen Electronic Markerter Club (EMC) Agus Soejanto menambahkan, kalangan pebisnis elektronik mengaku khawatir dengan aksi banting harga produsen elektronik Tiongkok. Hal ini akan merangsang konsumen lokal untuk memilih produk Tiongkok.”Ini akan menjadi ancaman kalau barang Tiongkok yang beredar banyak jumlahnya,” katanya.

Terdongkrak Imlek
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menjelaskan, serbuan produk tekstil impor asal Tiongkok mulai terjadi sejak awal Februari 2010 untuk mengantisipasi perayaan Imlek. "Kami mendengar info bahwa banyak importir yang mulai mengorder garmen dari Tiongkok untuk keperluan imlek," paparnya kepada Investor Daily.

Menurut dia, perayaan imlek dan implementasi AC-FTA akan menyuburkan impor tekstil, terutama garmen. "Produk tekstil impor asal Tiongkok itu harganya diobral karena sisa produksi yang tidak diserap di sana. Daripada ketinggalan mode, mereka membuang sisa produksi dengan banting harga," tuturnya.

Ade menjelaskan, serbuan tekstil impor asal Tiongkok didominasi produk segmen menengah bawah (middle low) karena harganya yang murah. Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) impor tekstil asal Tiongkok diprediksi meningkat dua kali lipat dengan pemberlakuan AC-FTA.

Pada 2009, lanjut dia, impor tekstil Tiongkok mencapai US$ 1,145 miliar. Angka itu meningkat dari 2008 yang mencapai US$ 1,03 miliar. "Pada 2012, jmpor tekstil Tiongkok yang masuk ke pasar domestik diprediksi US$ 2,3 miliar," paparnya. (coy)

Sumber : Investor, Kamis 11 Februari 2010, Hal. 23




­