Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Standar SNI wajib akan diperluas

  • Senin, 08 Februari 2010
  • 1133 kali
Perlindungan industri dinilai belum efektif

Kliping berita :

JAKARTA: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen memperluas standar wajib (SNI wajib) bagi tujuh sektor manufaktur yang dinilai memiliki daya saing sangat rendah dalam menghadapi liberalisasi pasar Asean - China (ACFTA).

Ketujuh sektor tersebut adalah besi dan baja, elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), kimia hilir, furnitur/kerajinan, alas kaki, serta petrokimia. Adanya perluasan tersebut diharapkan bisa menciptakan persaingan yang sehat dan meredam sejumlah impor produk manufaktur nonstandar asal China yang dapat mendistorsi pasar domestik.

Berdasarkan perhitungan daya saing RCA (revealed comparative advantage), sebagian besar pos tarif ketujuh sektor tersebut berada dalam ambang batas bawah -3 hingga 0,07. Menurut perhitungan Kemenperin, hanya sebagian kecil dari ratusan pos tarif ketujuh sektor tersebut yang memiliki batas atas (berdaya saing kuat) antara 2 dan 8.

"SNI [standar nasional Indonesia] dan spesifikasi teknis ketujuh sektor tersebut sudah disiapkan peraturan menterinya [permenperin]. Secara bertahap, ini [SNI wajib] akan dinotifikasi ke WTO. SNI diharapkan sebagai jalan keluar mengatasi distorsi pasar akibat ACFTA," kata Direktur Industri Logam Ditjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Kemenperin I Putu Suryawirawan, pekan lalu.

7 Sektor yang SNI wajibnya akan diperluas

· Besi dan baja

· Elektronik

· Tekstil dan produk tekstil

· Kimia hilir

· Furnitur/kerajinan

· Alas kaki

· Petrokimia


Berdasarkan catatan Kemeperin, hingga saat ini baru terdapat 43 judul SNI wajib, di antaranya tujuh SNI wajib untuk produk pupuk/petrokimia (SNI No. 02-2801-1998 hingga 02-2805-2005), enam SNI wajib untuk semen (No. 15-0302-2004 hingga 15-7064-2004).

Adapun, di kimia hilir hanya terdapat sekitar 10 SNI wajib yang terdiri dari gula kristal rafinasi sebanyak 1 SNI wajib, air minum dalam kemasan (1), ban kendaraan (5), kaca lembaran (2), helm kendaraan (1) sedangkan di industri besi baja dan komponen hanya terdapat sembilan SNI wajib.

Menurut Putu, penerapan SNI wajib ketujuh sektor industri itu segera diperluas. "Beberapa SNI yang akan diberlakukan secara wajib adalah meteran air, tangki air, sepeda roda dua, pelek kendaraan bermotor, baja lembaran tipis lapis timah proses elektrolitik (BjLTE), baja canai dingin (cold-rolled-coils/CRC), kabel listrik, baja profil," ujarnya.

Di sektor lain, lanjutnya, perluasan SNI wajib juga akan diberlakukan untuk produk setrika listrik, pompa air listrik, audio video, korek api gas, motor bakar, dan kaca lembaran.

Belum optimal
Pada sisi lain, Staf Khusus Menteri Perindustrian Benny Soetrisno mengatakan penggunaan instrumen perlindungan industri seperti safeguard, antidumping, dan counter vailing duty (bea masuk imbal) belum dapat dijalankan secara efektif. Akibatnya, kasus-kasus kecurangan dagang di pasar domestik meningkat signifikan tanpa bisa diselesaikan dengan baik oleh pemerintah.

Baru-baru ini, Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Fiber Indonesia (Apsyfi) melaporkan industri filamen dan serat sintetis mengalami kerugian besar (injury) akibat banjir impor serat poliester dan filamen asal China, India, dan Malaysia.

Kebijakan perlindungan industri tersebut, jelas Benny, seharusnya dapat digunakan untuk melindungi konsumen dan industri lokal.

Namun, proses birokrasi yang ditempuh KADI sejak inisiasi, penyelidikan hingga penetapan sanksi tarif membutuhkan waktu relatif lama. (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)

Oleh Yusuf Waluyo Jati

Sumber :
Bisnis Indonesia
Selasa, 8 Februari 2010






­