Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SNI wajib kakao tidak akan ditunda

  • Senin, 08 Februari 2010
  • 1505 kali
Kliping berita :

JAKARTA: Pemerintah berkeras akan menotifikasi standar nasional Indonesia (SNI) kakao ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), kendati eksportir menolaknya.

Peraturan Menteri Perindustrian No. 157/M-IND/PER/11/ 2009 tentang Pemberlakukan SNI Kakao Bubuk Secara Wajib mengatur agar importir dan produsen bubuk kakao menerapkan SNI dan memiliki sertifikat penggunaan produk tanda (SPPT) SNI sesuai dengan ketentuan standar wajib komoditas tersebut.

Peraturan itu akan diberlakukan mulai 4 Mei 2010. Adapun, peraturan Badan Standardisasi Nasional (BSN) No 86/KEP/ BSN/9/2008 tentang SNI biji kakao akan berlaku wajib mulai Oktober 2010.

Dalam SNI tersebut menetapkan klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan, pengemasan, dan rekomendasi untuk produk biji kakao.

"SNI [standar wajib bubuk dan bijih kakao] akan tetap dilaksanakan," ujar Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi saat dikonfirmasi soal upaya pemerintah dalam menotifikasi SNI kakao ke WTO, pekan lalu.

Volume dan nilai impor bubuk kakao Indonesia

Tahun

Volume (ton)

Nilai (juta US$)

2003

2.355

6,09

2004

4.020

8,31

2005

5.177

6,99

2006

5.618

7,14

2007

6.955

9,46

2008

7.871

11,63

Sumber: AIKI, 2009

Kepala BSN Bambang Setiadi membenarkan rencana pemberlakuan wajib SNI bagi biji kakao yang saat ini sedang dibahas. "Draf Peraturan Menteri Pertanian soal tersebut belum dinotifikasikan ke WTO. Tahun ini prosesnya kami jalankan."

Namun, Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menolak pemberlakuan wajib standar tersebut yang akan dinotifikasi ke WTO.

Terpaksa dibuang
Menurut dia, mutu kakao produk petani cukup rendah, sehingga apabila diterapkan SNI wajib, mengakibatkan 30% kakao produksi petani yang harus dibuang karena tidak memenuhi standar.

Dia menambahkan kakao merupakan produk yang mutunya tidak stabil dan tidak dapat distandarkan sesuai dengan produksi pabrik. Menurut dia, hanya Indonesia yang berniat menotifikasi mutu, sedangkan negara produsen kakao lainnya tidak mau memberlakukan ketentuan tersebut.

Zulhefi menjelaskan kalau standar tersebut diberlakukan, maka standar mutu akan berlaku di semua mata rantai perdagangan mulai dari petani, pedagang pengumpul kecil dan besar, ekspor dan pabrik. Hal ini menyebabkan banyak produk yang terbuang yang seharusnya masih dapat diperdagangkan.

Peter Jasman, Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), mengatakan secara nasional, kakao menjadi penyumbang devisa US$1,2 miliar selama 2008.

Kendati sebagai salah satu eksportir terbesar biji kakao, Indonesia masih mengimpor komoditas tersebut baik dalam bentuk biji maupun bubuk kakao.

Sekjen Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya mengatakan kebijakan tersebut seharusnya berlaku mulai 4 November 2009, tetapi karena laboratorium pengujian belum siap, pemberlakuannya diundur hingga 4 Mei tahun ini.

Pada saat diterapkan, maka importir dan produsen harus membubuhkan tanda SNI tersebut dalam setiap kemasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Oleh Sepudin Zuhri

Sumber :
Bisnis Indonesia
Selasa, 8 Februari 2010





­