Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

ACFTA bisa gerus pasar lima produk elektronik

  • Rabu, 27 Januari 2010
  • 1670 kali

Kliping Berita

Harga produk China lebih murah 30%

JAKARTA: Implementasi liberalisasi pasar Asean-China (ACFTA) pada 2010 dikhawatirkan menggerus lima produk elektronik di dalam negeri yang diproduksi oleh industri lokal.

Implementasi itu membawa konsekuensi penghapusan 723 pos tarif sektor elektronik dalam tahap II skema NT 1 (normal track 1) yang dimulai sejak 1 Januari 2010. Penghapusan bea masuk menyebabkan produk impor dari kawasan Asean dan China menjadi lebih kompetitif.

Federasi Gabungan Elektronik (F-Gabel) menyatakan kelima produk elektronik yang berpotensi terkikis produk China itu adalah radio kaset jinjing, televisi jenis cembung (CRT/cathode ray tube) ukuran 14-21 inch, kipas angin (desk fan), setrika (iron) berkapasitas 350 watt, dan pompa air 125 watt.

Menurut data F-Gabel, kelima produk itu selama ini dikonsumsi oleh 20 juta kepala keluarga berpendapatan menengah ke bawah di Indonesia setiap tahun. Harga kelima produk itu berkisar Rp147.000- Rp1,3 juta per unit.

Penetrasi pasar terbesar produk-produk skala menengah ke bawah hingga 2009 didominasi produk radio kaset sebesar 71% dari total produksi sekitar 465.000 unit per tahun. Adapun produk televisi CRT memiliki porsi penetrasi pasar lokal sekitar 63% dari total produksi 4,3 juta unit per tahun.

Selain itu, produk kipas angin menguasai pasar 50% atau setara 1,35 juta unit dari total produksi 2,7 juta unit per tahun, sedangkan setrika sebesar 40% dari total produksi 3,7 juta unit per tahun. Adapun pompa air mencapai 31% dari total produksi 1,7 juta unit per tahun.

Kalangan produsen elektronik menyatakan implementasi ACFTA akan memperbesar porsi penetrasi produk impor China berskala menengah bawah ke pasar lokal.

"Saya sudah mengklasifikasi produk mana saja yang terancam [ACFTA]," kata Ketua Umum F-Gabel Rachmat Gobel, pada workshop Business Strategy 2010, kemarin.

Ancam 18 produsen

Meningkatnya penetrasi produk impor China dikhawatirkan dapat mengancam produsen serupa di dalam negeri. Menurut data Electronic Marketer Club (EMC) hingga 2009 terdapat sekitar 18 produsen elektronik yang masih memproduksi peralatan elektronik rumah tangga skala menengah bawah.

Menurut Gobel, China selama ini memiliki strategi jitu dalam berdagang. "Strategi China adalah masuk ke segmen menengah bawah karena pasarnya besar. China merupakan negara yang memiliki industri manufaktur sangat kuat."

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal EMC Agus Soejanto mengutarakan kekhawatiran serupa seiring derasnya penetrasi produk China yang diprediksi semakin gencar pada 2010.

"Harga produk China saat ini lebih murah 20%-30% dari produk lokal. Dengan harga seperti ini, tentunya persaingan akan semakin ketat. Kami akan mencoba untuk mengedepankan teknologi agar dapat bersaing dengan produk China," paparnya.

Untuk mereduksi ancaman ACFTA di sektor elektronik, lajut Gobel, Indonesia perlu memperketat dan menyempurnakan standardisasi produk industri (SNI).

"Di AS, misalnya, produk telepon seluler (handphone) buatan China tak bisa masuk karena AS memiliki standar yang kuat. Kalau produk nonstandar banyak yang masuk di tempat kita, dalam jangka panjang konsumen yang akan dirugikan," terangnya.

Pasar elektronik dalam negeri sendiri pada tahun lalu membaik. Realisasi penjualan produk elektronik di Indonesia sepanjang tahun lalu ternyata tumbuh 11% atau melampaui target para pelaku usaha yang semula hanya ditetapkan tumbuh 7% atau sebesar Rp19,37 triliun.

Menurut data EMC, realisasi omzet produk elektronik di pasar lokal sepanjang 2009 menembus Rp20,09 triliun atau tumbuh 11% dibandingkan dengan realisasi pada 2008 sebesar Rp18,1 triliun. (yusuf.waluyo @bisnis.co.id)

Oleh Yusuf Waluyo Jati
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu 27 Januari 2010, Hal. i2




­