Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pelaksanaan SNI industri baja harus diperketat

  • Kamis, 06 Agustus 2009
  • 2517 kali
Kliping berita :

JAKARTA (Antara): Pelaksanaan ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi industri baja Indonesia ke depan harus lebih ketat bila industri strategis ini ingin memiliki daya saing kuat.

Ketua Umum Indonesia Iron steel Industry Association (IISA) Fazwar Bujang saat ini banyak produksi baja yang dihasilkan industri di Indonesia keluar dari ketentuan SNI, sehingga tidak memiliki daya saing yang kuat. Pernyataan itu disampaikan pada acara "Roundtable Discussion" yang diselenggarakan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) di Hotel Four Seasons Jakarta, hari ini.


Kondisi tersebut, katanya, membuat industri baja di Tanah Air tidak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, hanya karena mementingkan keuntungan sesaat dengan mengorbankan keberlangsungan jangka panjang. Rendahnya mutu baja, ujarnya, juga memberikan peluang yang cukup besar bagi industri baja impor dari berbagai negara dengan leluasa masuk ke Indonesia.

Dengan demikian, tambahnya, pengawasan pemberlakuan SNI mendesak dilakukan bukan hanya untuk kepentingan keberlangsungan industri sendiri tetapi juga untuk melindungi kostumer dan konstruksi dalam negeri.

Persoalan lain yang tidak kalah rumitnya bagi perkembangan industri baja di Indonesia adalah ketersediaan daya listrik yang masih jauh dibandingkan dengan kebutuhan. Minimnya ketersediaan listrik membuat produksi bijih besi sebagai bahan baku baja sebagian besar juga harus mengimpor dari beberapa negara.

Selain itu, kata Fazwar, anggapan bahwa Indonesia negara yang kaya kandungan bijih besi tidak seperti yang dibayangkan. "Kekayaan bijih besi kita tidak sebesar yang didengung-dengungkan, apalagi bila bicara deposit dalam satu lokasi."

Menurut dia, di Indonesia deposit bijih besi yang terdapat dalam satu lokasi mencapai 50 juta ton sudah sangat besar. Selain itu, lokasinya juga sangat terpecah-pecah dan tersebar di beberapa daerah, dengan jenis yang sangat beragam, sehingga untuk mengolahnya menjadi bahan baku baja perlu teknologi yang mahal dan bermacam.

Kondisi tersebut berbeda dengan di Brasil, dimana deposit dalam satu lokasi mencapai 500 juta ton dengan jenis primer yaitu bijih besi yang pengolahannya lebih mudah dengan kualitas tinggi. "Dengan kondisi tersebut, tidak salah bila sampai saat ini Indonesia masih mengimpor bahan bijih besi yang sudah bagus dari awalnya," paparnya.(yn)

Sumber :
Bisnis Indonesia Online
Selasa, 04/08/2009 20:42 WIB


URL:
http://web.bisnis.com/sektor-riil/manufaktur/1id131069.html