Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Apa Perlunya SNI dan Apa Manfaatnya?

  • Selasa, 23 Februari 2016
  • 119529 kali

 

Kreativitas Kusrin yang mengolah limbah monitor tabung komputer dan mengubahnya menjadi televisi tabung tentu patut diacungi jempol. Sampah yang sudah tidak berguna, di tangannya diolah kembali menjadi barang berharga yang laku dijual, diterima masyarakat.

 

Sayangnya, kreativitas ini kemudian sempat terantuk batu. Aparat penegak hukum menganggap ada pelanggaran atas produk daur ulang ini. Produk televisi yang dijual Kusrin, adalah satu dari ratusan jenis produk yang wajib memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI), dan ketika memasarkannya, televisi bermerek Maxsreen ini belum ber-SNI.

 

Ketika publik bersimpati dengan Kusrin manakala produk-produk televisi tabungnya disita dan dihancurkan oleh Kejaksaan Negeri Karanganyar, muncullah kabar baik. Tak berapa lama kemudian sertifikat SNI untuk produk televisinya berhasil didapatkan dari Kementerian Perindustrian. Kusrin pun dapat menuai rejeki kembali dari hasil kreativitasnya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gsujayanto/apa-perlunya-sni-dan-apa-manfaatnya_56cbe8c7597b61341daad1fc

Ketika publik bersimpati dengan Kusrin manakala produk-produk televisi tabungnya disita dan dihancurkan oleh Kejaksaan Negeri Karanganyar, muncullah kabar baik. Tak berapa lama kemudian sertifikat SNI untuk produk televisinya berhasil didapatkan dari Kementerian Perindustrian. Kusrin pun dapat menuai rejeki kembali dari hasil kreativitasnya.

 

Kisah Kusrin mengurus SNI dapat diikuti di sini:

http://www.kompasiana.com/hanungprabowo/kisah-kusrin-dan-cara-urus-sni_569ee810327a61e504fd816d


Ketika kreativitas Kusrin ini mengemuka di media massa, dengan segala dinamika dan drama di dalamnya, masyarakat pun jadi tahu duduk perkaranya. Kreativitas Kusrin tetap diapresiasi. Namun lebih jauh lagi, masyarakat juga teredukasi. Di sisi mana? Yakni pada pentingnya SNI atas suatu produk barang dagang.

 

Kasus Kusrin ini juga membuka jendela informasi baru yang selama ini terkesan tidak dipedulikan oleh banyak pihak. Apa itu? Ya tentang SNI itu sendiri! Harus diakui, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang SNI dapat dikatakan masih rendah. Jika ditanyakan secara random, boleh jadi sebagian besar warga masyarakat akan menjawab bahwa produk yang wajib punya SNI ya cuma helm bermotor atau air minum dalam kemasan.

 

Lainnya?

Tidak akan banyak orang yang tahu, atau tidak menyadari. Sebagian yang lain tidak terlalu peduli. Padahal, hanya dari produk makanan dan minuman saja, SNI wajib dimiliki oleh produk seperti coklat bubuk, kopi instan, garam beryodium, gula rafinasi, tepung terigu, atau minyak goreng dan masih banyak lagi.

 

Setiap negara, pada umumnya memiliki standar tertentu untuk berbagai jenis produk yang dipasarkan di negara tersebut. Standar di setiap negara pada umumnya berbeda-beda. Di Indonesia, SNI menjadi satu-satunya instrumen yang memiliki kekuatan hukum mengikat dan berlaku secara nasional di wilayah hukum Republik Indonesia, atas produk-produk yang diperdagangkan di wilayah republik.

 

SNI merupakan dokumen standar teknis yang disusun oleh perwakilan produsen, konsumen, regulator, akademisi, praktisi, asosiasi, dan lain-lain yang diwadahi dalam suatu Komite Teknis, sehingga standar ini dapat digunakan untuk menilai dan menguji suatu produk yang dimiliki oleh pelaku usaha atau pemilik merek dagang.

 

Ada dua jenis SNI. Jenis pertama adalah yang bersifat wajib, dan jenis yang kedua adalah yang bersifat sukarela. Prinsip penerapan SNI sendiri sesungguhnya bersifat sukarela. Akan tetapi, untuk tujuan tertentu seperti (1) perlindungan konsumen, tenaga kerja yang membuat produk, dan masyarakat dari aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan, (2) pertimbangan keamanan negara, (3) tuntutan perkembangan ekonomi dan kelancaran iklim usaha dan persaingan yang sehat, atau (4) pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka pemerintah menetapkan produk-produk tertentu yang wajib memiliki SNI sebelum diedarkan di masyarakat. Televisi buatan Kusrin, misalnya, berada dalam kelompok barang yang wajib memiliki SNI.

 

Pemerintah juga menganut prinsip kehati-hatian dalam menerapkan SNI yang bersifat wajib ini untuk menghindari risiko-risiko yang timbul. Salah satunya adalah jangan sampai penetapan wajib SNI ini menghambat kreativitas dan produktivitas masyarakat untuk menciptakan produk yang bernilai ekonomis. Selain itu, pemerintah juga berorientasi melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah, sehingga penetapan standar SNI justru mendorong mereka meningkatkan daya saing dan menaikkan kualitas barang/jasa yang diproduksi. Lebih jauh lagi, jangan sampai penerapan wajib SNI menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat antarpelaku (produsen atau pemilik merek dagang). Bahkan, dalam konteks perlindungan ini, pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) memberikan layanan cuma-cuma untuk produsen berskala mikro dan kecil untuk mendapatkan SNI atas produk mereka. Instansi ini lebih mengedepankan fungsi pembinaan dibandingkan pengawasan yang merugikan usaha mikro kecil.

 

Supaya penetapan SNI dapat dipertanggungjawabkan, ada beberapa prinsip etis atau dari sisi manfaat, setidaknya ada tiga pihak yang memperoleh manfaat langsung atas penerapan SNI suatu produk.

 

Pihak yang pertama adalah produsen. SNI mendorong terciptanya suatu produk dengan standar tertentu, yang hanya bisa dihasilkan jika proses produksinya memenuhi kriteria tertentu. Untuk mencapai itu, produsen akan berusaha untuk mencari proses yang efisien dan efektif, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, sampai dengan pengemasan dan distribusi. Dengan kata lain, produsen akan terus melakukan inovasi sehingga produk yang dihasilkannya memiliki daya saing di pasar.

 

Pihak berikutnya tentu saja adalah konsumen. Mengapa? Adanya SNI akan membantu konsumen untuk memilih produk yang berkualitas. Adanya SNI akan membantu konsumen terbebas dari produk yang berbahaya bagi keselamatan hidup, kesehatan, ataupun lingkungan. SNI juga membuat konsumen dapat menikmati barang yang sesuai antara harga dan kualitasnya. Kemudahan menentukan pilihan produk yang baik dan tidak dapat dilakukan salah satunya dengan memeriksa, apakah produk-produk tersebut memiliki SNI atau tidak. Terutama untuk produk-produk yang SNI-nya masih bersifat sukarela.

 

Pihak terakhir yang mendapatkan manfaat langsung adalah pemerintah sendiri. Mengapa? Adanya SNI membuat pasar di dalam negeri memiliki mekanisme perlindungan dari serbuan barang-barang asing yang tidak diketahui kualitasnya. Manfaat yang lain,dengan penerapan SNI yang lebih luas, maka akan tumbuh dinamika ekonomi baru, di mana para produsen akan berusaha untuk mendapatkan SNI atas produk mereka, sedangkan di masyarakat akan tumbuh lebih banyak lembaga sertifikasi produk yang juga kredibel untuk menilai dan menguji suatu produk.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gsujayanto/apa-perlunya-sni-dan-apa-manfaatnya_56cbe8c7597b61341daad1fc


Kreativitas Kusrin yang mengolah limbah monitor tabung komputer dan mengubahnya menjadi televisi tabung tentu patut diacungi jempol. Sampah yang sudah tidak berguna, di tangannya diolah kembali menjadi barang berharga yang laku dijual, diterima masyarakat. Sayangnya, kreativitas ini kemudian sempat terantuk batu. Aparat penegak hukum menganggap ada pelanggaran atas produk daur ulang ini. Produk televisi yang dijual Kusrin, adalah satu dari ratusan jenis produk yang wajib memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI), dan ketika memasarkannya, televisi bermerek Maxsreen ini belum ber-SNI. Ketika publik bersimpati dengan Kusrin manakala produk-produk televisi tabungnya disita dan dihancurkan oleh Kejaksaan Negeri Karanganyar, muncullah kabar baik. Tak berapa lama kemudian sertifikat SNI untuk produk televisinya berhasil didapatkan dari Kementerian Perindustrian. Kusrin pun dapat menuai rejeki kembali dari hasil kreativitasnya. Kisah Kusrin mengurus SNI dapat diikuti di sini: http://www.kompasiana.com/hanungprabowo/kisah-kusrin-dan-cara-urus-sni_569ee810327a61e504fd816d Ketika kreativitas Kusrin ini mengemuka di media massa, dengan segala dinamika dan drama di dalamnya, masyarakat pun jadi tahu duduk perkaranya. Kreativitas Kusrin tetap diapresiasi. Namun lebih jauh lagi, masyarakat juga teredukasi. Di sisi mana? Yakni pada pentingnya SNI atas suatu produk barang dagang. Kasus Kusrin ini juga membuka jendela informasi baru yang selama ini terkesan tidak dipedulikan oleh banyak pihak. Apa itu? Ya tentang SNI itu sendiri! Harus diakui, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang SNI dapat dikatakan masih rendah. Jika ditanyakan secara random, boleh jadi sebagian besar warga masyarakat akan menjawab bahwa produk yang wajib punya SNI ya cuma helm bermotor atau air minum dalam kemasan. Lainnya? Tidak akan banyak orang yang tahu, atau tidak menyadari. Sebagian yang lain tidak terlalu peduli. Padahal, hanya dari produk makanan dan minuman saja, SNI wajib dimiliki oleh produk seperti coklat bubuk, kopi instan, garam beryodium, gula rafinasi, tepung terigu, atau minyak goreng dan masih banyak lagi. Setiap negara, pada umumnya memiliki standar tertentu untuk berbagai jenis produk yang dipasarkan di negara tersebut. Standar di setiap negara pada umumnya berbeda-beda. Di Indonesia, SNI menjadi satu-satunya instrumen yang memiliki kekuatan hukum mengikat dan berlaku secara nasional di wilayah hukum Republik Indonesia, atas produk-produk yang diperdagangkan di wilayah republik. SNI merupakan dokumen standar teknis yang disusun oleh perwakilan produsen, konsumen, regulator, akademisi, praktisi, asosiasi, dan lain-lain yang diwadahi dalam suatu Komite Teknis, sehingga standar ini dapat digunakan untuk menilai dan menguji suatu produk yang dimiliki oleh pelaku usaha atau pemilik merek dagang. Ada dua jenis SNI. Jenis pertama adalah yang bersifat wajib, dan jenis yang kedua adalah yang bersifat sukarela. Prinsip penerapan SNI sendiri sesungguhnya bersifat sukarela. Akan tetapi, untuk tujuan tertentu seperti (1) perlindungan konsumen, tenaga kerja yang membuat produk, dan masyarakat dari aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan, (2) pertimbangan keamanan negara, (3) tuntutan perkembangan ekonomi dan kelancaran iklim usaha dan persaingan yang sehat, atau (4) pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka pemerintah menetapkan produk-produk tertentu yang wajib memiliki SNI sebelum diedarkan di masyarakat. Televisi buatan Kusrin, misalnya, berada dalam kelompok barang yang wajib memiliki SNI. Pemerintah juga menganut prinsip kehati-hatian dalam menerapkan SNI yang bersifat wajib ini untuk menghindari risiko-risiko yang timbul. Salah satunya adalah jangan sampai penetapan wajib SNI ini menghambat kreativitas dan produktivitas masyarakat untuk menciptakan produk yang bernilai ekonomis. Selain itu, pemerintah juga berorientasi melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah, sehingga penetapan standar SNI justru mendorong mereka meningkatkan daya saing dan menaikkan kualitas barang/jasa yang diproduksi. Lebih jauh lagi, jangan sampai penerapan wajib SNI menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat antarpelaku (produsen atau pemilik merek dagang). Bahkan, dalam konteks perlindungan ini, pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) memberikan layanan cuma-cuma untuk produsen berskala mikro dan kecil untuk mendapatkan SNI atas produk mereka. Instansi ini lebih mengedepankan fungsi pembinaan dibandingkan pengawasan yang merugikan usaha mikro kecil. Supaya penetapan SNI dapat dipertanggungjawabkan, ada beberapa prinsip etis atau dari sisi manfaat, setidaknya ada tiga pihak yang memperoleh manfaat langsung atas penerapan SNI suatu produk. Pihak yang pertama adalah produsen. SNI mendorong terciptanya suatu produk dengan standar tertentu, yang hanya bisa dihasilkan jika proses produksinya memenuhi kriteria tertentu. Untuk mencapai itu, produsen akan berusaha untuk mencari proses yang efisien dan efektif, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, sampai dengan pengemasan dan distribusi. Dengan kata lain, produsen akan terus melakukan inovasi sehingga produk yang dihasilkannya memiliki daya saing di pasar. Pihak berikutnya tentu saja adalah konsumen. Mengapa? Adanya SNI akan membantu konsumen untuk memilih produk yang berkualitas. Adanya SNI akan membantu konsumen terbebas dari produk yang berbahaya bagi keselamatan hidup, kesehatan, ataupun lingkungan. SNI juga membuat konsumen dapat menikmati barang yang sesuai antara harga dan kualitasnya. Kemudahan menentukan pilihan produk yang baik dan tidak dapat dilakukan salah satunya dengan memeriksa, apakah produk-produk tersebut memiliki SNI atau tidak. Terutama untuk produk-produk yang SNI-nya masih bersifat sukarela. Pihak terakhir yang mendapatkan manfaat langsung adalah pemerintah sendiri. Mengapa? Adanya SNI membuat pasar di dalam negeri memiliki mekanisme perlindungan dari serbuan barang-barang asing yang tidak diketahui kualitasnya. Manfaat yang lain,dengan penerapan SNI yang lebih luas, maka akan tumbuh dinamika ekonomi baru, di mana para produsen akan berusaha untuk mendapatkan SNI atas produk mereka, sedangkan di masyarakat akan tumbuh lebih banyak lembaga sertifikasi produk yang juga kredibel untuk menilai dan menguji suatu produk.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gsujayanto/apa-perlunya-sni-dan-apa-manfaatnya_56cbe8c7597b61341daad1fc