Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kepala BSN : PENERAPAN SNI PERLU KERJA KERAS

  • Senin, 16 Januari 2012
  • 975 kali
Kliping Berita

Dalam rangka meningkatkan daya saing produksi dalam negeri terhadap barang-barang produk impor serta melindungi konsumen dari aspek K3L (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan Hidup), Indonesia telah menerapkan SNI yang diberlakukan secara wajib bagi produk impor maupun produk sejenis yang diproduksi di dalam negeri dan akan diperdagangkan di wilayah Republik Indonesia. Saat ini ada 64 produk yang SNI-nya telah diberlakukan secara wajib oleh Instansi teknis terkait dan telah dinotifikasi kepada World Trade Organization (WTO).

Meskipun demikian, tidak mudah memberikan pemahaman kepada dunia usaha terkait pentingnya penerapan SNI bagi produk-produk mereka. Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Setiadi di Jakarta (Kamis, 12/1/2012) mengakui jika saat ini masih banyak kendala yang dihadapi dalam menerapkan SNI tersebut. Bambang menjelaskan, setidaknya ada 11 sektor industri yang memerlukan kerja keras untuk menerapkan SNI, utamanya sektor industri yang didominasi oleh pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM). Ke-11 industri tersebut antara lain Industri Baja, Alumunium, Tekstil dan Produk Tekstil, Mainan Anak, Plastik, Petrokimia, Pertanian, Makanan dan minuman, Mesin dan Perkakas, Alas kaki, dan Elektronika.

Bambang menyebutkan kendala penerapan SNI pada sektor tersebut adalah, pertama, keterbatasan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) baik dari sisi Jumlah, cakupan pengujian dan penyebarannya. Kedua, keterbatasan tingkat kompetensi dari Sumber daya Manusia yang dimiliki LPK. Ketiga, belum dioptimalkannya pemanfaatan fasilitas LPK untuk kepentingan penerapan SNI yang lebih menitikberatkan pada riset. Keempat, penegakan pengawasan penerapan SNI, utamanya melalui pengawasan produk impor masih lemah.

Dan yang terakhir, kelima, berdasarkan hasil kajian BSN masih lemahnya penerapan SNI di kalangan industri disebabkan oleh belum atau tidak mengetahui SNI. “Penerapan SNI industri sangat bergantung pada skala industri dan orientasi pasar dari produk yang dihasilkan. Sehingga jangan heran kalau mutu barang ekspor industri kita kalah saing,” ujar Bambang.

Pemerintah perlu jeli dan cerdas dalam mengantisipasi serta memiliki metode yang efektif untuk menangani rekam jejak produk China yang sarat masalah. Apalagi sistem standardisasi produk di China berbeda dengan negara lain. Seperti misalnya membanjirnya produk sepatu murah dari China yang telah memukul produsen sepatu lokal. Kalau Indonesia tidak memiliki standardisasi produk untuk membendung atau mengatasi serbuan barang impor, tambah dia, pasar Indonesia akan kebanjiran barang impor yang tidak berkualitas.

Efisiensi dan kemudahan perizinan impor bukan sebagai alasan untuk menghapus standarisasi SNI. SNI dimaksudkan untuk menyaring barang-barang impor, agar sampah-sampah tidak layak impor dari negara lain tidak masuk begitu saja ke Indonesia. Negara produsen tentunya akan senang dan mendukung hal ini. Karena mereka punya tempat untuk membuang produk-produk yang ditolak di negara lain, sementara negara kita menerimanya. Yang pasti, tegasnya, SNI sangat diperlukan sebagai antisipasi pengamanan Kebijakan Perdagangan Bebas. Sehingga produk yang tidak berkualitas baik lokal maupun impor bisa tersaring.

Sumber : Businessnews.com
Link : http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/kepala-bsn-penerapan-sni-perlu-kerja-keras.php




­