Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Standar produk dinilai rendah

  • Selasa, 13 September 2011
  • 1479 kali
Kliping Berita

JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah perlu memperbaharui standar produk nasional. Itu penting mengingat selama ini standar yang ada terlalu rendah. Akibatnya, barang impor mudah masuk dan membanjiri Indonesia. Tanpa pembaruan, serbuan produk impor akan mangancam industri dalam negeri.

Hal tersebut disampaikan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, disela acara sosialisasi kerjasama Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dengan pengelola Pusat Grosir Tanah Abang, di Jakarta, Senin (12/9).

“Kita sudah masuk dalam mekanisme pasar bebas ASEAN-China, tetapi sampai sekarang belum ada pembaruan standar produk. Tak heran kalau barang impor mudah masuk,”katanya.

Dia mengatakan, negara ASEAN lainnya sudah terlebih dulu memperbarui standar produk mereka. Setelah Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) jalan, mereka pun tidak kerepotan karena sudah memiliki standar produk yang cukup ketat. “Kita kedodoran. Akibatnya, banyak industri kolaps dan sebagian pengusaha yang sebelumnya menjadi produsen sudah beralih menjadi pedagang,”katanya.

Menurut Aviliani, sekitar 50 persen pengusaha Indonesia adalah pedagang. Akibatnya, imbas ekonomi yang dihasilkan tidak terlalu besar. Perdagangan yang sebagian besar merupakan sektor informal tidak bisa diharapkan untuk menaikkan pendapatan pajak. Penyerapan tenaga kerja juga rendah.
Pengelola Pusat Grosir Tanah Abang, Pria Manaya, mengatakan, untuk membantu kalangan produsen di daerah, pihaknya bekerjasama dengan Hipmi, menyediakan fasilitas inkubator bisnis di Tanah Abang. Di lahan seluas 500 meter persegi, sebanyak 33 unit usaha kecil menengah dari 33 provinsi akan diberikan fasilitas tempat cuma-Cuma selama satu tahun.

Dia mengatakan, potensi bisnis di Tanah Abang sangat besar. Di tempat tersebut, terdapat 3000 kios dan 10000 pedagang, dengan omzet rata-rata Rp. 100 juta perdagang perhari. “Selama ini, produsen kesulitan dengan akses pasar. Inkubator Tanah Abang diharapkan bisa menjadi solusi alternatif,” ujarnya.

Selain membuka akses pasar, lanjutnya, para produsen bisa mencari penyuplai bahan baku di Tanah Abang. (ENY)

Sumber : Kompas, Selasa 13 September 2011. Hal. 18




­