Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Ajukan Standar Komoditi Ekspor

  • Kamis, 25 November 2010
  • 2242 kali

Kliping Berita

Pertahankan Daya Saing


Mangupura (Bisnis Bali) – Standar komoditi merupakan hal yang sangat penting di tengah perkembangan pasar dunia yang bergerak sangat dinamis, dimana standar menjadi sangat menentukan dalam perdagangan internasional. Selain itu, standar merupakan hal yang sangat mendasar untuk melindungi kepentingan konsumen.


“Saya kira ini adalah kesempatan bagi Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan “Codex Committee Asia” (CCASIA) ke-17, karena memang lebih baik kita yang membuat standarnya, daripada standar komoditas ini dibuat negara lain. Dengan demikian, kepentingan kita bisa dimasukkan sebagai pertimbangan pokok di dalamnya,” ungkap Wakil Menteri Pertanian RI, Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, di sela-sela acara sidang CCASIA ke-17 di Kuta, Senin (22/11) kemarin.


Tercermin dari hal itu, target yang ingin dicapai Indonesia dalam ajang CCASIA ini adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin pengakuan atas standar-standar yang diusulkan dan tentu pengajuan tersebut atas kepentingan nasional untuk memperjuangkan produk lokal di pasar ekspor. Sekaligus untuk menjaga pasar di dalam negeri agar tidak dimasuki oleh produk yang berbahaya bagi konsumen lokal dan juga berbahaya bagi pihak produsen di dalam negeri.


Menurut Bayu Krisnamurthi, di dalam ajang CCASIA ke-17 ini, Indonesia mengajukan beberapa standar produk komoditi yaitu tempe dan durian. Ia mengatakan selama ini dengan adanya standar ini di beberapa komoditi, komoditi yang dihasilkan Indonesia di pasar ekspor malah sudah mendapatkan beberapa kemudahan karena berhasil menetapkan standar komoditi ini. Misalnya adalah standar untuk jenis komoditi sagu yang sebelumnya telah ditetapkan, Indonesia telah berhasil memperjuangkan untuk memposisikan standar sagu yang memiliki kandungan pati hanya 40 persen. Padahal, negara lain khususnya konsumen meminta untuk komoditi sagu yang diperdagangkan di pasar dunia agar memenuhi kandungan pati mencapai 80-90 persen.

“Bila ini tidak diperjuangkan sebelumnya, maka produksi sagu di dalam negeri tidak akan bisa di jual ke mana-mana. Jadi penerapan standar komoditi ini menjadi hal penting bagi Indonesia yang sekaligus juga sebagai negara produsen,” katanya.

Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Dr. Bambang Setiadi, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, keuntungan dari standar yang didapat adalah bisa membuat beragam produk yang dihasilkan oleh Indonesia bisa laku di mana pun, sehingga menjadikan produk lokal ini berdaya saing di pasar ekspor.


“Sebab ada kecenderungan di pasar ekspor sekarang ini adalah standar menjadi bahasan kedua setelah uang. Jadi ketika standar ini tidak bisa dipenuhi, maka produk yang dijual tidak akan bisa diterima di pasar ekspor,” katanya. Man


Sumber : Bisnis Bali, Selasa 23 November 2010, hal. 5.





­