Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kemenperin Musnahkan 8 Juta Melamin Nonstandar

  • Kamis, 18 Maret 2010
  • 1601 kali

Kliping Berita

Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan memusnahkan sekitar 8 juta keping produk perlengkapan makanan dan minuman (tableware) dari melamin nonstandar yang masih beredar di pasar domestik.

Pemusnahan tersebut merupakan bagian dari langkah penegakan regulasi wajib Standar nasional Indonesia (SNI) produk perlengkapan makanan dan minuman dari melamin. 

”Saat ini tim penertiban sedang bekerja. Pemusnahan tersebut bertujuan menekan peredaran produk impor nonstandar agar kepentingan industri domestik dan konsumen terlindungi,” kata Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian Tony Tanduk di Jakarta, Rabu (17/3).

Pemberlakuan regulasi wajib SNI produk makanan minuman dari melamin ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.55/2009 yang telah berlaku efektif sejak November 2009.

Menurut Tony, jumlah produk melamin nonstandar di pasar domestik diperkirakan masih sangat besar. Dia khawatir maraknya penggunaan melamin nonstandar dapat merugikan kesehatan masayrakat.

”Terlebih, saat ini implementasi liberalisasi pasar Asean dengan Tiongkok (AC-FTA) sudah berlaku. Jumlah produk melamin impor yang snonstandar bisa lebih besar. Karena itu, kami dan beberapa instansi teknis terkait akan terus memantau peredarannya, sekaligus menertibkannya,” ujar Tony.

Dari total konsumsi produk tableware melamin sekitar 20 juta keping per tahun, 50% telah diproduksi di dalam negeri. Sisanya, sekitar 10 juta keping, merupakan produk impor.

Tony menduga sekitar 70-80% atau setara 7-8 juta keping tableware melamin impor merupakan produk nonstandar, sehingga harus dimusnahkan. ”Impor melamin yang nonstandar itu dijual murah, sehingga merusak persaingan pasar,” tuturnya.

Saat ini terdapat 15 produsen melamin lokal yang dirugikan produk impor. Produsen-produsen tersebut antara lain PT Maspion, PT Multiraya, PT Presindo, PT Dunia Megah, PT Tresindo Central, dan PT Chang Chun.

Sebelumnya Tony mengungkapkan, produk melamin yang masuk ke pasar domestik sebagian besar berasal dari proses pemindahkapalan (transshiptment) dari Tiongkok ke sejumlah negara, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Praktik pemindahkapalan itu terjadi untuk menghindari bea masuk (BM) most favored nations (MFN/di luar Asean) sebesar 15%. Bea masuk MFN yang dikenakan Indonesia itu dirasakan produsen Tiongkok terlalu tinggi.

Namun, seiring dengan implementasi AC-FTA, impor produk melamin dari Tiongkok tak perlu melalui proses pemindahkapalan lagi, mengingat BM produk melamin telah dihapuskan. Ini membuat produk melamin Tiongkok bisa langsung menuju pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

”Kami akan menggelar sweeping. Importir yang tidak taat peraturan SNI wajib terancam dicabut izin usahanya dan produk yang nonstandar akan dimusnahkan atau direekspor,” paparnya.

Wakil Ketua Asosiasi Industri Plastik dan Olefin Indonesia (Inaplas) Budi Soesanto Sadiman menjelaskan, dengan adanya regulasi wajib itu, pemerintah bisa menindak produsen lokal ataupun importir yang memproduksi produk melamin berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Menurut catatan Inaplas, produksi melamin nasional berkisar 30 ribu ton per tahun. Namun, jumlah produk yang beredar lebih banyak, karena konsumsi di dalam negeri sangat besar atau sekitar 60 ribu ton per tahun. Hal ini memicu serbuan produk impor. (c134)

Sumber : Investor Daily, Kamis 18 Maret 2010, hal. 23.




­