Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Webinar Codex Indonesia: Jaminan Standar Mutu dan Keamanan Pangan selama Pandemi Covid-19

  • Kamis, 30 April 2020
  • 5835 kali

Isu-isu mengenai kesehatan sebagai akibat dari pandemi Covid-19 telah menjadi perhatian banyak pihak untuk melakukan berbagai usaha dalam meminimalkan hingga menghilangkan dampak negatif yang timbul. Di sisi lain pangan juga menjadi persoalan utama sehingga banyak negara berlomba mengamankan ketahanan pangan agar mampu menghadapi masa krisis yang diperkirakan masih akan terjadi dalam jangka panjang.

Untuk mencegah semakin meluasnya penyebaran Covid-19, sejumlah negara menerapkan karantina beberapa wilayah bahkan lockdown. Opsi tersebut mengharuskan ketersediaan pangan dalam jumlah besar di setiap negara, yang ujungnya dapat mengganggu pasokan pangan global. Selain ketersedian pasokan pangan yang cukup, proses produksi pangan yang baik atau Good Manufacturing Practice (GMP) perlu diperhatikan sebagai jaminan standar mutu dan keamanan pangan. Dalam rangka mengelaborasikan segala informasi berkaitan dengan pangan selama pandemic Covid-19, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengadakan Web Seminar (Webinar) Codex Indonesia pada Kamis (30/4/2020) yang menghadirkan Vice-Chairperson of the Codex Alimentarius Commission, Purwiyatno Hariyadi dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman sebagai narasumber.

Purwiyatno Hariyadi menyampaikan bahwa Covid-19 yang diindikasikan sebagai sesuatu yang baru berkaitan dengan virus yang menyerang sistem pernapasan manusia menjadikannya sebagai suatu hazard yang berpengaruh terhadap keamanan pangan. Untuk itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia menyusun pedoman produksi dan distribusi pangan olahan pada masa status darurat kesehatan corona virus disease 2019 (Covid-19) di Indonesia. Sambung Purwiyatno Hariyadi.

Selain kesehatan pangan, kecukupan pasokan bahan pangan selama pandemi Covid-19 perlu menjadi perhatian yang mengacu pada lembaga pangan otoritatif. “Perlu langkah-langkah tambahan atau additional measure untuk menjaga pasokan bahan pangan yang mengacu pada lembaga pangan otoritatif yang menghimbau para pelaku usaha bidang pangan agar tidak hanya fokus pada bahan pangan saja tetapi juga fokus kepada orang yang memproduksi atau mengolah bahan pangan yang mana mempengaruhi keamanan juga untuk menjaga pasokan pangan,” jelas Purwiyatno.

Purwiyatno menambahkan bahwa Covid-19 bukanlah penyakit bawaaan makanan, karena pangan bukan materi perantaranya, sehingga dari sisi science tidak ada perubahan standar keamanan pangan terkait kejadian pandemi Covid-19, atau saat ini beresiko kecil bahwa pangan sebagai perantara virus Covid-19.

Walau tidak berhubungan langsung dengan keamanan pangan, tetapi kita harus berfokus pada standar praktik-nya atau code of practice. Ini disebabkan karena orang yang memproduksi makanan tersebut harus aman dan selamat. Covid-19 berpotensi mengganggu berkurangya jumlah pekerja yang mengakibatkan terhambatnya mobilitas orang dan barang atau logistik.

Dapat diambil kesimpulan, standar tidak berubah namun standar keamanan pangan benar-benar harus diaplikasikan, terutama pangan yang masuk kategori Code of Practice General Principles of Food Hygiene dan Good Manufacturing Practice. “Jangan sampai virus masuk ke fasilitas produksi pangan sehingga protokol kesehatan perlu dilaksanakan secara konsisten,” tutup Purwiyatno Hariyadi.

Sementara itu, dari kaca mata bisnis, pandemi Covid-19 memberikan pengaruh pada pola bisnis dan upaya produsen untuk mendukung ketersediaan pangan yang bermutu dan aman. Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman menyampaikan bahwa selama pandemi yang berlangsung sejauh ini pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat, industri pangan kesehatan, obat, dan lain-lain tetap beroperasi untuk menjaga ketersediaan, pengawasan dan penerapan physical distancing secara ketat oleh industri. Di lingkup pemerintah daerah memiliki kebijakan untuk pembatasan aktivitas, industri diminta berhenti di beberapa daerah, wajib rapid test kepada seluruh karyawan bagi industri yang beroperasi. Adapun, beberapa peraturan yang ditetapkan pemerintah diantaranya adalah Keppres 12/2020 : Penetapan bencana non-alam penyebaran corona virus disease 2019 (COVID -19) sebagai bencana nasional (13 April 2O2O); SE Menperin 7/2020 : Pedoman Pengajuan Permohonan Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Industri dalam masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 (9 April 2020); SE Menperin 4/2020 : Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 (7 April 2020); Surat Mendag 317/M-DAG/SD/04/2020 : Menjaga Ketersediaan dan Kelancaran Pasokan Barang Bagi Masyarakat (3 April 2020); dan lain-lain.

Menurut data yang disajikan dalam presentasi hasil survei menunjukkan bahwa sebesar 71,4% responden dari industri makanan dan minuman menyatakan adanya penurunan penjualan dengan perkiraan 20% sampai 40% sepanjang wabah terjadi. Sehingga sebanyak 64% responden berencana mengurangi kapasitas produksi makanan dan minuman . Adapun produk air minum dalam kemasan atau AMDK yang memiliki imbas penurunan penjualan paling besar yang terdiri dari air gallon mengalami penurunan penjualan sebanyak 20%, air minum dalam kemasan ukuran 600 ml mengalami penurunan sebanyak 37,70%, air minum dalam kemasan ukuran 220 ml mengalami penurunan sebanyak 42,20%, dan lain sebagainya. Diprediksi sektor yang akan cepat pulih adalah yang terkait kebutuhan pangan pokok, kebutuhan gizi anak seperti susu dan sereal, juga pangan untuk kelas menengah ke atas

Untuk itu perubahan pola hidup setelah Covid-19 akibat ketakutan pandemi yang diprediksi akan berlangsung lama adalah banyak orang akan memasak di rumah dengan mengonsumsi bahan pangan yang sehat. Hal ini dapat menimbulkan perhatian terhadap food safety atau keamanan pangan baik di kalangan produsen maupun konsumen. Sehingga diharapkan BSN dapat mengeluarkan kebijakan pangan yang utuh dari hulu ke hilir, “Pangan harus aman agar dapat dijual dengan baik,” tegas Adhi S. Lukman.

Webinar yang dibuka oleh Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito dan dimoderatori oleh Kepala Subdirektorat Pengembangan Standar Pertanian dan Halal BSN, Singgih Harjanto ini berjalan secara interaktif dan diakhiri dengan tanya-jawab oleh peserta dan narasumber. Tercatat 500 peserta mengikuti secara langsung melalui Zoom Webinar dan siaran langsungnya melalui Facebook dilihat sebanyak 331 kali sedang melalui YouTube telah dilihat sebanyak 987 kali pada saat berita ini ditulis. (PjA – Humas)




­