Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Bioteknologi Stacked Gene: Demi Masa Depan Pertanian Indonesia

  • Senin, 26 Agustus 2019
  • 3763 kali

Dengan jumlah penduduk nomor 4 terpadat di dunia, Indonesia harus terus mengupayakan berbagai alternatif pengadaan pangan, agar dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan teknologi modern, terutama di bidang pertanian melalui bioteknologi. “Pangan merupakan komoditas yang sangat penting. Kalau kita tidak menggunakan bioteknologi dalam mengembangkan teknologi pangan, maka dapat dikatakan kita melakukan pembiaran terhadap petani kita,” ujar Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) selaku Ketua Komisi Keanekaragaman Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG), Bambang Prasetya, saat membuka workshop “Stacked Gene Technology Development at the Global Level” di Jakarta, Senin (26/8/2019). Workshop ini dihadiri oleh anggota KKH PRG; tim pengkajian hukum, sosial budaya, dan ekonomi; serta tim teknis keamanan hayati, baik di bidang keamanan pangan, keamanan pakan, maupun keamanan lingkungan.

 

Salah satu teknik rekayasa genetik untuk perbaikan sifat tanaman serta untuk menghasilkan tanaman produk rekayasa genetik adalah melalui teknik stacked gene. Teknik stacked gene adalah proses memasukkan beberapa event transgenik dalam satu tanaman dengan tujuan untuk menghasilkan tanaman rekayasa genetik dengan gabungan sifat-sifat yang diinginkan. Penggunaan tanaman rekayasa genetik melalui teknik stacked gene telah meningkat sejak pertama kali disetujui pada tahun 1995. Saat ini, kurang lebih seperempat dari total lahan pertanian di dunia telah ditanami tanaman transgenik.

 

Bambang menilai, bila produktivitas dan ancaman terhadap tanaman-tanaman tidak menyesuaikan dengan perkembangan teknologi terkini, dampaknya pertanian akan ditinggalkan oleh generasi muda. “Bahkan, keamanan pangan kita juga dapat dipertanyakan,” ujarnya. Untuk itu, lanjutnya, “kita harus mengembangkan teknologi pangan melalui bioteknologi berdasar kajian - kajian yang scientific”.

 

Kajian yang scientific mutlak diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan suatu kebijakan. Bambang menegaskan, dalam merekomendasikan suatu kebijakan, KKH PRG selalu menggunakan pada prinsip kehati-hatian yang mengacu pada SNI ISO 3100:2018 tentang manajemen risiko. “Hasil dari workshop ini juga akan menjadi bahan kajian kita dalam menyusun kebijakan terkait stacked gene,” terang Bambang. (ald-Humas)

 




­