Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Memecah ''Kebuntuan'' Hilirisasi Karet Sumsel dengan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian

  • Kamis, 01 November 2018
  • 4876 kali

Dapat dikatakan penerima manfaat Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK), dan SNI di Sumsel harusnya difokuskan pada 3 golongan besar, petani kopi 250 ribu KK, petani karet 466 ribu KK, dan UMKM Produk olahan ikan yang jumlahnya lebih dari 4000 UMKM. Menjadi tantangan dan pekerjaan longmarch dan terus menerus akan keberadaan Kantor Layanan Teknis BSN wilayah Palembang untuk mengembangkan SPK yang mampu mendukung peningkatan nilai tambah, mutu dan daya saing produk kopi, karet dan produk olahan ikan di Sumsel.

Potret sekilas karet seperti berikut. Indonesia adalah produsen dan eksportir karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand, dengan kapasitas produksi sebesar 3,12 juta ton per tahun. Namun sayang, hampir 80% karet alam yang dihasilkan masih dalam bentuk bahan mentah (crumb rubber).

 

Sumatera Selatan menyumbang 34% (1,3 juta ton per tahun) atau terbesar untuk produksi karet alam nasional. Luas kebun karet Sumsel mencapai 845 ribu hektar dimana 94% adalah perkebunan rakyat yang dikelola oleh sekitar 466 ribu KK petani karet.

Minimnya hilirisasi karet alam menyebabkan tingkat kesejahteraan petani karet masih rendah. Hal ini diakibatkan diantaranya harga karet alam dunia yang diatur oleh negara maju (AS, Jepang dan Singapura) dan sudah 5 tahun ini trendnya menurun. Apalagi harga karet di tingkat petani yang selalu tidak pernah lebih besar dari harga 1 kg beras. Bahkan pernah mencapai Rp 2000 per kg. Maka sudah banyak cerita sebelum petani karet pergi menyadap karet sudah menghutang beras di warung dan ketika pulang menyadap dibayar dengan bokar (bahan olahan karet rakyat).

 

Padahal kita tahu, produk turunan karet seperti ban saja harganya selalu naik, tapi harga karet di tingkat petani hampir tidak pernah naik.

 

Khusus di Sumsel kondisi tersebut membuat petani karet frustasi, bahkan di beberapa wilayah seperti Lahat dan Muara Enim sudah banyak kebun karet yang ditebang diganti dengan tanaman buah dan sayuran yang menghasilkan lebih cepat dan harganya lebih baik.

Sebetulnya pemerintah, baik pusat maupun daerah sudah giat program peningkatan keahlian petani karet untuk hilirasi dengan teknologi yang sederhana, misal membuat sandal dan sol sepatu, sarung tangan, hand grip, foot step dan sepeda motor serta barang kerajinan. Tapi masih belum berhasil dikarenakan memerlukan investasi mesin, kondisi jaringan listrik untuk mesin, bahan baku tambahan (kompon), dan terutama daya saing harga produk yang masih kalah dengan produk dari daerah lain apalgi import.

 

Namun masih ada harapan, yakni hasil dari penelitian dan inovasi bersama Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dengan produsen alat kesehatan PT Shima Prima Utama, yang sedang dibina BSN untuk SNI produk tempat tidur pasiennya.

Hasil inovasinya adalah Solid Tyre atau ban karet keras untuk roda kursi roda (wheelchair). Sudah 20 tahun Shima mengimpor dari Taiwan untuk roda kursi rodanya, padahal bahan baku utamanya adalah karet alam yang melimpah di Sumsel.

 

Kondisi itu yang mendorong Shima dan Baristand melakukan riset pengembangan produk solyd tyre dengan bahan baku karet alam dan pendukung (kompon) yang mudah didapatkan dan diolah yakni silika dari pasir kuarsa, fly ash dari abu terbang batubara, kaolin dan minyak jelantah.

 

Riset yang dipimpin oleh Dr. Nasrudin, ahli peneliti madya Baristand ini membandingkan 5 percobaan formulasi solid tyre dengan 1 sampel produk impor Taiwan. Percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali termasuk melalui pengujian laboratorium karet Baristand (uji kekerasan, uji kuat tarik, uji ketahanan ozon, ketahanan abrasi, kuat putus dan kuat sobek).

Solid tyre hasil penelitian dan inovasi ini sudah diproduksi massal oleh PT Shima Prima Utama dengan kapasitas baru 200 buah per hari. Kini Shima tidak lagi import roda kursi roda sudah tergantikan 100% oleh solid tyre produk lokal. Shima sebagai salah satu produsen utama wheelchair lokal ingin meningkatkan kapasitas dan jaminan kualitas solid tyre ini. Untuk itu pernah datang ke KLT BSN Palembang ingin mengusulkan solid tyre menjadi SNI.

Dukungan dari sisi SPK sebetulnya sudah siap, laboratorium uji produk karet sudah tersedia di Baristand Palembang, bahkan tahun 2017 bersama KLT BSN Palembang mengadakan bedah SNI metode uji karet dengan narasumber Herbet Manurung dari Lab. uji ban dan produk karet PPMB (sudah akreditasi). Materi pelatihan bedah SNI, yakni SNI 1903:2017 (Karet Alam), uji ketahanan ozon sesuai SNI 7655, ASTM (uji kekerasan, kuat tarik, kuat putus) dan kuat sobek (DIN).

Selasa lalu (30/10), KLT BSN Palembang rapat bersama MASTAN Sumsel untuk mengusulkan Solid Tyre diusulkan menjadi SNI. Rencana ini dalam waktu dekat akan diawali dengan FGD mengundang berbagai pihak terkait, Pemerintah Provinsi, Industri, dan Baristand Palembang. (klt_palembang)




­