Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pentingnya Menjalankan Fungsi Standardisasi Yang Sinergis antar K/L

  • Senin, 07 Maret 2016
  • 2366 kali

Guna penyusunan bisnis proses standardisasi pada Kementerian/Lembaga (K/L), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan& RB) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Reviu Bisnis Proses Kegiatan Standardisasi Nasional” dengan narasumber Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya di Kantor Kemenpan & RB, Jakarta pada Jumat (04/03/2016). Hal ini dilakukan dalam rangka menghindari duplikasi tugas K/L dalam melakukan proses standardisasi.

 

 

FGD yang dibuka oleh Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan & RB, Rini Widyantini mengatakan saat ini banyak K/L yang melakukan fungsi standardisasi. Bahkan, dengan adanya satu peraturan perundang-undangan bisa terkait dengan 13 K/L untuk melakukan fungsi tersebut.

Terkait standardisasi, tambah Rini sudah ada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. “Sesuai dengan kebijakan Kemenpan & RB yakni membangun standardisasi yang terkonsolidasi, maka diharapkan pada saat menyusun standardisasi dapat menginduk atau disesuaikan dengan apa yang ada dalam UU tersebut. Dan inilah tugas Kemenpan & RB untuk melakukan reviu bisnis proses, terutama karena terlalu terfregmentasinya kewenangan K/L” ujarnya.

Seperti diketahui, Badan Standardisasi Nasional (BSN) merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang memiliki tanggung jawab untuk membina, mengembangkan, serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional.

Bambang yang juga sebagai Ketua Komite Akreditasi Nasional (KAN) dalam kesempatan tersebut memaparkan mengenai “Pemetaan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian di Indonesia”. Menurut Bambang, standardisasi sejalan dengan visi, misi, dan program aksi Presiden RI pada program berdikari dalam bidang ekonomi yakni implementasi dan pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara konsisten untuk mendorong daya saing produk nasional dalam rangka penguasaan pasar domestik dan penetrasi pasar internasional serta melindungi pasar domestic dari barang-barang berstandar rendah. Adapun, visi BSN adalah terwujudnya infrastruktur mutu nasional yang handal untuk meningkatkan daya saing dan kualitas hidup.

Selain itu, Bambang juga menyampaikan antara lain kelembagaan standardisasi dan penilaian kesesuaian baik nasional maupun global; peran BSN dalam forum internasional; sejarah standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia yang dimulai pada tanggal 2 Februari 1923 Penetapan Ijk oleh Pemerintah Hindia Belanda dan pembentukan Diesnt Van Het Ijkwesen (jawatan tantera) di Bandung, pernyataan keanggotaan dalam Konvensi Meter; sampai dengan ditetapkannya UU Nomor 20 tahun 2014.

 

 

Terkait pemetaan kegiatan SPK di K/L, Bambang mengungkapkan banyak K/L yang terlibat. Sebagai contoh di bidang standar, Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait 19 K/L dengan dasar hukum UU Nomor 20/2014 dan UU sektoral sebanyak 35 UU; serta Standar Industri Hijau oleh Kementerian Perindustrian dan mengacu pada UU No. 3 Th. 2014. 

Di bidang penilaian kesesuaian, tambah Bambang terdapat berbagai macam akreditasi seperti akreditasi LS Personil yang dilakukan oleh BNSP mengacu UU No. 13 Th. 2013; BAN-PT oleh KemenristekDikti berdasar UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan   P.38/Menhut-II/2009 jo Permenhut P.68/Menhut-II/2011 jo Permenhut P.45/Menhut-II/2012 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak dengan dioperasikan oleh lembaga yang diakreditasi oleh KAN, dan lain sebagainya.

Sementara, jika dilihat dari tugas dan fungsi BSN dan K/L berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2014 banyak keterkaitan antara BSN dan K/L lainnya. Bambang menjelaskan terkait standardisasi, sebagai contoh, pada kegiatan perencanaan perumusan SNI dalam PNPS, kewenangan BSN adalah menyusun dan menetapkan PNPS, kewenangan K/L  yakni mengusulkan standar yang akan dirumuskan; dan kegiatan Pemberlakuan SNI Wajib, BSN menyusun peraturan pemberlakuan SNI Wajib sebagai Notification body dan Enquiry Point, sementara kewenangan K/L adalah menetapkan Peraturan Menteri/Kepala LPNK tentang Pemberlakukan SNI Wajib.

Oleh karenanya, dengan adanya FGD ini, Rini berharap kepada para peserta yang hadir untuk memberi masukan mengenai bisnis proses standardisasi dan penilaian kesesuaian. Diharapkan kedepan, dapat membangun bisnis proses khususnya perumusan standar,  sehingga memudahkan K/L melakukan tata kelola pemerintahan dan mekanisme kerja antar K/L. 

Acara yang dimoderatori oleh Asisten Deputi Asesmen dan Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Kelembagaan II, Hastori dihadiri Sekretaris Utama BSN, Puji Winarni, Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi BSN Kukuh S. Ahmad; Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN, Erniningsih, pejabat eselon 2 dan 3 di lingkungan BSN; perwakilan Kementerian Perdagangan; Kementerian Perindustrian; Kementerian Pertanian; Kementerian ESDM; BNSP; BPOM; serta instansi terkait lainnya.

 

 

FGD ini bukan yang pertama dan terakhir, untuk pendalaman dalam rangka penyusunan bisnis proses level 1 dan 2, akan dilanjutkan dengan pembahasan-pembahasan berikutnya. (nda)




­