Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

“PR” Bersama Sertifikasi Halal dan Peran SPK

  • Jumat, 28 September 2018
  • 5509 kali

“Bapak/Ibu dosen dan adik-adik mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, beserta para undangan yang hadir, halal ini PR bersama dan bisa menjadi amal jariyah (tidak terputus) kita semua jika kita mau turut menjadi bagian dari solusi sertifikasi halal” ungkap H. Abdul Amri Siregar, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal yang juga Dosen Syariah di depan sekitar 80 peserta Workshop Akreditasi dan Sertifikasi Lembaga Halal berbasis Standar di UIN Raden Fatah Palembang, Rabu (26/09).

 

“Salah satu titik kritis sertifikasi halal adalah rumah potong hewan, terutama ayam, Bapak/Ibu tahu berapa kebutuhan ayam potong di Indonesia sehari, yaitu sekitar 8 juta ekor sehari atau 60 juta ekor per minggu, tapi berapa yang sudah dipotong sesuai syari’at agar halal untuk dimakan, tidak lebih dari 20% lanjut Amri Siregar ini berdasarkan pengakuan Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia karena tidak lebih dari angka itu ayam yang di potong di RPH Halal. Itu artinya sekitar lebih dari 6 juta ekor ayam potong yang di pasaran masih belum bisa dijamin kehalalannya ujar Amri Siregar. Jika tidak percaya coba amati tukang potong ayam di pasar tradisional, kalau di Palembang coba diamati di Pasar 16 Ilir.

Jika mau, lanjut Amri Siregar, ini bisa menjadi ladang amal jariyah kita semua. Apalagi ada UIN Raden Fatah Palembang akan membangun Halal Center, yang diharapkan menjadi pusat kajian, pengamalan ilmu, baik ilmu agama maupun sains dan teknologi di bidang halal, termasuk nantinya menjadi Lembaga Pemeriksa Halal.

 

Itu baru dari satu produk saja, dari segi pasar produk halal, Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar ini, menjadi pasar yang “seksi” bagi negara lain terang Amri Siregar sehingga tidak heran jika produk halal seperti daging potong ayam beku halal, daging sapi beku halal justru dipasok oleh negara non-muslim, seperti Amerika Serikat, Brazil, Selandia Baru dan Australia. Kemarin ada tamu negara tetangga kita, yaitu Malaysia sudah getol sekali ingin memasuki pasar produk halal di Indonesia, JAKIM (Jabatan Kemajuan Malaysia) yang ditunjuk oleh UU Halal Malaysia untuk menangani halal bersama menterinya datang ke Kemenag untuk minta kerjasama pengakuan dengan BPJPH padahal BPJPH belum setahun terbentuk cerita Amri Siregar.

 

Melihat kondisi seperti inilah, mengapa Pemerintah bersama Legislatif dan masyarakat termasuk MUI menyetujui disahkannya UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang akan berlaku mulai Oktober 2019, dimana setiap produk yang beredar di RI harus sertifikasi halal, bagi produk yang non halal (misal mengandung babi) atau tidak sertifikasi halal, wajib diberi label tidak halal. Penerapannya bertahap, untuk 3 tahun pertama diwajibkan untuk produk pangan (makanan dan minuman), jelas Amri Siregar.

 

UU No. 33 Tahun 2014 ini bertujuan sebagai bentuk kewajiban negara menjamin hak sekaligus melindungi warga negara RI dalam menjalankan ajaran agamanya terutama hak mendapatkan atau mengkonsumsi produk yang terjamin kehalalannya. UU ini juga sebagai bentuk jaminan kepastian hukum yang mengatur secara menyeluruh jaminan produk halal, terang Amri Siregar.

Terbentuknya BPJPH sebagai amanah dari UU ini tidak menggantikan peran MUI dalam proses sertifikasi halal, tapi justru menempatkan MUI dalam khittohnya, yaitu merumuskan dan menetapkan fatwa. Nanti Lembaga Pemeriksa Halal atau Lembaga Sertifikasi Halal diperbolehkan bukan hanya oleh MUI (LPPOM MUI) tapi juga organisasi masyarakat (misal NU, Muhammadiyyah, Perguruan Tinggi swasta), termasuk Perguruan Tinggi Negeri setelah mendapat rekomendasi dari BPJPH dan kompetensinya diakui yaitu melalui serangkaian penilaian atau akreditasi, dalam hal ini oleh lembaga bernama KAN (Komite Akreditasi Nasional), ujar Amri Siregar.

 

Peran Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam Jaminan Produk  Halal

BSN yang diwakili oleh Dohanna Viskhurin, Kepala Subbidang Pelaksanaan Akreditasi Lembaga Sertifikasi Produk dan Personel, Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN menyampaikan bahwa kedepan akreditasi dan sertifikasi halal akan berbasis standar, sesuai dengan mandat 2 (dua) Undang-Undang, yaitu UU 33 Tahun 2014 dan UU 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

 

Dimulai dari akreditasi lembaga sertifikasi halal atau lembaga pemeriksa halal oleh KAN itu mengacu pada standar SNI ISO/IEC 17065, SNI ISO 22000, dan SNI ISO/IEC 17021 dan persyaratan tambahan di Dokumen Pendukung Lembaga Sertifikasi (DPLS) No. 21, jelas Dohana.

 

Proses sertifikasi juga dapat didukung oleh pengujian produk yang dilakukan oleh laboratorium pengujian yang terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025. Untuk auditor halal akan disertifikasi dimana lembaga sertifikasi auditor halal nanti akan diakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17024, ujar Dohana.

Muaranya di tingkat perusahaan (barang dan jasa), sertifikasi produk halal mengacu ke standar, diantaranya SNI 99001:2016 Sistem Manajemen Halal. Untuk titik kritis produk halal, yaitu di Rumah Potong Hewan, BSN sudah menerbitkan dua standar, yaitu SNI 99002:2016 tentang Pemotongan Halal pada Hewan Unggas dan SNI 99003:2018 tentang Pemotongan Halal pada Hewan Ruminansia, ke depan BSN akan merumuskan dan menetapkan SNI terkait metode pengujian untuk dijadikan acuan laboratorium pengujian produk halal, terang Dohana.

 

Penting mengapa berbasis pada standar, terutama standar internasional, karena untuk jaminan ketertelurusan dan meningkatkan keberterimaamn produk halal Indonesia sampai di tingkat dunia, lanjut Dohana, maka dari itu Indonesia diwakili oleh BSN dan KAN, saat ini sedang dalam proses untuk menjadi anggota SMIIC (Standards and Metrology Institute of Islamic Countries – under OIC yang beranggotakan 35 negara Islam), IHAF (Internasional Halal Accreditation Forum) yang beranggotakan 25 badan akreditasi dari 22 negara. Selain itu, BSN dan KAN juga menjalin kerjasama bilateral dengan ESMA (United Arabian Emirates Authority for Standardization Anda Metrology).

 

Acara ini dihadiri juga Dr. Suheryanto, dari Laboratorium Terpadu FMIPA UNSRI dan Haryanto dari Kantor Layanan Teknis BSN wilayah Palembang. Kesimpulan dari pertemuan ini adalah UIN Raden Fatah akan mengundang kerjasama dengan Kemenag, BSN dan UNSRI untuk mengembangkan Halal Center di UIN Raden Fatah.

 

Sebagai gambaran saja, data sertifikasi halal dari LPPOM MUI Pusat dan Provinsi (www.halalmui.org), dari tahun 2012 sampai dengan 2016 baru 37.178 perusahaan dengan 39.558 sertifikat halal bagi 357.158 produk bandingkan berapa jumlah perusahaan baik besar, menengah dan besar serta produk yang  beredar di Indonesia. Jelas ini PR Bersama. (KLT Palembang)