Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kolaborasi BSN dan STIMA IMMI: Dukung UMKM Terapkan Standar

  • Minggu, 09 September 2018
  • 2630 kali

Memasuki era industri 4.0, persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pelaku usaha, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus dapat memberikan nilai tambah atas produk yang dihasilkan. Standardisasi dan penilaian kesesuaian dapat menjadi salah satu alat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

 

“Sebagai bangsa yang kaya sumber daya alam, sudah seharusnya kita surplus ekspor. Menurut Pak Habibie, pelopor standardisasi di Indonesia, kalau kita mau berkompetisi, langkah pertama yang harus dikuasai adalah standardisasi. Tanpa standardisasi, kita tidak bisa efisien dalam sisi manajemen ” ujar Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya dalam Seminar Standardisasi Produk Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dalam Menghadapi Persaingan Bisnis dan Monopoli di Sekolah Tinggi Manajemen IMMI (STIMA IMMI) di Jakarta, Sabtu (8/9). Seminar yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan kesepakatan bersama antara BSN dengan STIMA IMMI.

 

Ketua STIMA IMMI, Zulkifli Rangkuti pun menyatakan, untuk dapat bersaing di era pasar bebas, maka kita harus membangun suatu perekonomian yang kompetitif, terutama dari sisi UMKM. “Kalau kita tidak punya level kompetitiveness, yang berhubungan dengan mutu, maka untuk bersaing ke depan akan susah karena persaingan di dunia ini sudah terbuka. Kita harus mengisi nilai tambah yang berbeda dengan yang lain, sehingga kita bisa menjadi bangsa yang maju, yang dapat berdaya saing secara internasional” tegasnya.

 

Standar yang berlaku secara nasional di Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam kesempatan ini, Bambang memaparkan bahwa pada dasarnya, SNI yang ada di sekeliling kita terbagi atas 5 hal, yaitu SNI terkait produk / barang, SNI terkait standar person / kompetensi, SNI terkait proses, SNI terkait jasa, serta SNI terkait sistem manajemen.

 

Untuk bersaing di dunia global, mau tidak mau kita harus mengikuti platform global. “Sertifikat yang dikeluarkan di Indonesia, itu harus diterima di berbagai belahan dunia,” jelas Bambang. Basis saling pengakuan adalah sertifikat SNI diberikan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. “Bisnis butuh kepastian dan kepercayaan, dan itu bisa dibuktikan dalam sertifikat,” ungkap Bambang.

 

Dari segi bisnis, terutama UMKM, standar berperan penting karena dapat menjadi acuan mutu, memperluas akses pemasaran, meningkatkan efisiensi dan efektifitas industri/organisasi, mengurangi resiko ancaman K3L, membantu perusahaan mengadopsi standar lain yang menjadi persyaratan global, serta menjadi jembatan untuk kesenjangan pengetahuan dan perkembangan inovasi.

 

Bambang pun menyontohkan beberapa UMKM yang telah meraih sukses setelah menerapkan standar. Salah satu contohnya adalah UD Hari Mukti Teknik dengan produknya mesin pengering Kanaba. “Kanaba pada awalnya hanya bisa memasok wilayah Jogja. Namun, setelah menerapkan 4 SNI, yaitu 3 SNI Produk dan 1 SNI Sistem Manajemen Mutu, saat ini Kanaba sudah dipasarkan ke seluruh Indonesia, bahkan mampu ekspor ke luar negeri,” contoh Bambang. Contoh lain adalah Batik Satrio dari Banyuwangi yang juga mampu meluaskan pemasaran produknya setelah menerapkan SNI Batik dan SNI Sistem Manajemen Mutu.  

 

Saat ini, banyak permintaan dari daerah-daerah untuk pembinaan UMKM. Dalam kesempatan ini Bambang pun berharap kerja sama antara BSN dan STIMA IMMI juga dapat mendukung pembinaan UMKM, baik melalui program Kuliah Kerja Nyata maupun program lainnya. Tidak lupa, Bambang juga menyarankan agar STIMA IMMI menyediakan SNI Corner sebagai akses informasi standardisasi untuk para akademisi. (ald-Humas)