Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Dukung WNPG XI, BSN dan Badan POM Gelar FGD dengan Kementerian / Lembaga

  • Jumat, 09 Maret 2018
  • 4802 kali

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) merupakan forum lintas pemangku kepentingan yang berperan strategis dalam upaya mempertemukan dan mensinkronkan berbagai program dan kebijakan pangan dan gizi untuk memberikan rekomendasai perbaikan masalah terkait pangan dan gizi di tingkat nasional. Kegiatan ini dilaksanakan secara periodik, setiap empat tahun sekali, sejak tahun 1968.

Pada Tahun 2018, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia didukung oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Badan Standardisasi Nasional, akan menyelenggarakan WNPG XI, yang akan dihelat pada tanggal 3-4 Juli 2018, dengan tema “Percepatan penurunan stunting melalui revitalisasi ketahanan pangan dan gizi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan”. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat dirumuskan strategi kebijakan serta program pangan dan gizi lintas pemangku kepentingan dalam pengurangan prevalensi stunting lima tahun ke depan, guna menjadi masukan RPJMN 2020-2024.

Daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi faktor yang krusial untuk penguatan daya saing bangsa dan negara di masa mendatang. Membangun daya saing SDM Indonesia ternyata tidak cukup hanya melalui pendidikan, tetapi juga bagaimana menyiapkan sejak 1.000 hari pertama kehidupan. Untuk itu, persoalan stunting harus menjadi perhatian. Permasalahan stunting bukan hanya permasalahan kesehatan saja, tetapi mencakup banyak faktor lain secara langsung dan tidak langsung, terutama perilaku masyarakat tentang kesadaran pentingnya gizi yang baik sejak awal kehidupan.

Untuk menyukseskan WNPG XI, BSN dan BPOM selaku koordinator Bidang 3, Peningkatan Penjaminan Keamanan dan Mutu Pangan, mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Ruang Komisi 3 BPPT, Jakarta pada Kamis (8/3/18). Tema yang diusung oleh Bidang 3 ini adalah “Peningkatan Penjaminan Keamanan dan Mutu Pangan untuk Penurunan Stunting dan Peningkatan Mutu SDM Bangsa dalam rangka Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”. FGD dihadiri oleh Kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait lainnya, diantaranya Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, LIPI, BULOG, pakar, serta asosiasi terkait.

Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi BSN, Kukuh S Achmad, dalam sambutannya menyampaikan bahwa FGD kali ini merupakan FGD pertama yang diselenggarakan oleh Bidang 3, dari rencana 3 kali rangkaian pelaksanaan FGD sebelum perhelatan WNPG XI, Juli mendatang. WNPG XI pada Bidang 3 memiliki 5 poin isu/program strategis yang terkait penjaminan keamanan dan mutu pangan. Poin-poin tersebut adalah Kebijakan dan program penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung keamanan dan mutu pangan; Kebijakan dan program peningkatan keamanan dan mutu (gizi) pangan; Kebijakan pengembangan standar; Kebijakan dan program pengawasan yang efektif untuk memastikan keamanan dan mutu pangan; dan Kebijakan pengembangan SDM dan IPTEK terkait keamanan dan mutu pangan.

Terkait 5 isu/program strategis dalam WNPG XI, Kementerian Pertanian telah menyusun dan melaksanan beberapa program/kegiatan. “Terkait sarana dan prasarana, kami telah memfasilitasi sarana penggilingan padi, pengering, moisture tester dan unit pengolahan hasil tanaman pangan,” ujar Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Kementerian Pertanian, Tri Agustin.

Selain itu, terkait peningkatan keamanan dan mutu (gizi) pangan, Kementerian Pertanian telah melakukan edukasi dan promosi keamanan dan mutu pangan kepada produsen dan konsumen dengan mengangkat budaya dan sumber daya lokal melalui media sosial; komunikasi, informasi edukasi ke anak sekolah SD. Adapun terkait kebijakan pengembangan standar, kementerian pertanian telah menyusun draft Permentan mengenai penerapan jaminan mutu, pedoman GAP, GMP dan GHP; merevisi SNI, serta berpartisipasi dalam penyusunan standar internasional.

Sementara, Direktur Pengolahan dan Bina Mutu KKP, Innes Rahmania, menyampaikan bahwa dalam menunjang keamanan dan mutu hasil perikanan, KKP telah memberikan bantuan chest freezer untuk menyimpan bahan baku ikan kepada UKM di beberapa kabupaten kota. “Tentu sebagaimana peraturan di KKP, dia (UKM) harus membentuk kelompok-kelompok karena tidak diberikan kepada perorangan,” jelas Innes.

Disamping itu, KKP juga membangun integrated coldstorage, yaitu coldstorage yang dilengkapi untuk pengolahannya, yang dikelola oleh koperasi, BUMN, ataupun BUMD. KKP pun telah membina UMK untuk menerapkan SNI produk perikanan. “Terdapat enam puluh ribu lebih usaha mikro kecil yang harus kita bina supaya dia aware terhadap SNI,” papar Innes.

Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu, Kementerian Perdagangan, Chandrini Mestika Dewi, menyampaikan bahwa Kementerian Perdagangan telah memiliki program terkait isu strategis penyediaan sarana dan prasarana. “kami memiliki revitalisasi pasar rakyat,” ujar Chandrini.

Revitalisasi pasar rakyat diatur dalam Permendag No. 37 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan. Pembangunan/revitalisasi sarana perdagangan berupa pasar rakyat dilakukan melalui pembangunan/revitalisasi fisik yang berpedoman kepada SNI Pasar Rakyat, desain prototipe pasar rakyat, ketentuan mengenai kebersihan, kesehatan, keamanan dan lingkungan (K3LH) dan kemudahan akses transportasi.

 

Disamping revitalisasi pasar, Kementerian Perdagangan juga melakukan penerapan dan pembinaan good practices di sepanjang rantai pangan, khususnya industri kecil kami juga melakukan pemberdayaan pasar rakyat berupa sekolah pasar untuk pedagang dan diklat untuk pengelola pasar,” tutur Chandrini. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap tahun oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.

Chandrini menyampaikan bahwa materi sekolah pasar antara lain jenis pelayanan, teknik display, pengelolaan kesediaan barang, dan pembukuan keuangan. “Tentunya juga yang terkait kebersihan, kesehatan juga diberikan di dalamnya, karena ada materi mengenai SNI di dalam sekolah pasar tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru BPOM, Tetty Sihombing, menyampaikan bahwa momen WNPG ini membantu kita untuk melanjutkan tuangan-tuangan keamanan pangan di tahapan selanjutnya. “Ada regulasi pangan olahan yang perlu diatur dan bersifat wajib,” ujar Tetty.  Regulasi tersebut berupa Pedoman Cara Produksi yang Baik; Cemaran Pangan; Bahan Tambahan Pangan; Pangan Produk Rekayasa Genetik; Iradiasi Pangan; Kemasan Pangan; Bahan Penolong, dan Standar Mutu Pangan. Adapun pemenuhan terhadap regulasi keamanan dan mutu pangan dibuktikan berdasarkan sertifikasi oleh pemerintah, lembaga sertifikasi yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh pemerintah; dan/atau hasil analisa laboratorium terakreditasi atau yang ditunjuk oleh pemerintah.

 

Dalam kesempatan ini, Tetty juga memaparkan hasil assessmen FAO/WHO terhadap national food control system di Indonesia. FAO/WHO menilai, Indonesia telah banyak menghasilkan inisiatif, aktivitas dan produk peraturan/kebijakan yang baik/memadai, namun masih bersifat masing-masing sektor secara paralel, sehingga dampaknya jadi terbatas dan validitas data kurang. “Koordinasi pun masih menjadi hal yang sulit dilakukan, sehingga perlu diperkuat baik dari sisi peraturan maupun prakteknya,” lanjutnya.

BPOM mencoba mengantisipasi hal-hal yang berkembang saat ini melalui Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta melalui Inpres No. 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan, “Selain itu, BPOM juga membuat upaya pecepatan pengawasan dengan membentuk SOTK baru,” ujarnya.

Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN, Wahyu Purbowasito, pun menilai bahwa dalam mengatasi stunting, Kementerian/Lembaga harus bersatu. Untuk mengatasi stunting harus ada pemastian kecukupan keamanan dan mutu pangan. “Bahkan jika diperlukan, kita melakukan intervensi berupa suplemen (multi mikronutrien, vit A, dan lain-lain) terutama terhadap sumberdaya pangan lokal,” ujarnya. Intervensi kebijakan yang telah diambil melalui standar, contohnya ada fortifikasi pangan dalam standar yang diwajibkan, terigu, garam, minyak goreng. Wahyu mengakui, saat ini pemahaman dan kemampuan UMKM dalam memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan masih terbatas. Untuk itu, Wahyu mengajak para stakeholder untuk bersama-sama memberikan edukasi kepada UMKM. Menyikapi rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keamanan dan mutu dalam pemilihan produk yang dikonsumsi, Wahyu memberikan pendapatnya. “Kita harus melakukan beberapa strategi bagaimana mengedukasi mereka,” ujar Wahyu. (ald-Humas)