Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Tantangan ketersediaan SNI e-V, kacamata pelaku usaha

  • Jumat, 01 November 2024
  • Humas BSN
  • 919 kali

Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga pemerintah non-kementerian yang memiliki tanggung jawab di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian, mengapresiasi para pelaku usaha yang semakin sadar akan pentingnya standar dan menerapkannya dalam kegiatan usaha. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo, dalam peetemuannya dengan PT Dharma Controlcable Indonesia di Kantor BSN, Jakarta, pada Rabu (20/10/2024).

“Kami sangat mengapresiasi pelaku usaha yang menggali informasi mengenai kebutuhan pengembangan standar ke BSN. Dengan adanya kepedulian dari para pemangku kepentingan terhadap kebutuhan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diterapkan secara sukarela untuk meningkatkan daya saing, ini sangat kami hargai,” ungkap Hendro.

Sebagai lembaga yang berfungsi mengkoordinasikan pengelolaan infrastruktur mutu nasional, BSN memegang peran penting dalam tiga pilar utama yaitu standardisasi, akreditasi, dan metrologi. Menurut Hendro, BSN merupakan "rumah bersama" bagi para pemangku kepentingan dan terbuka untuk semua pihak yang memerlukan informasi terkait standar.

Direktur PT Dharma Controlcable Indonesia, Bambang Wuryanto, turut mengungkapkan pandangannya mengenai pentingnya standar dalam rangka mendukung Gerakan Bangga Buatan Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden RI. Menurut Bambang, diperlukan peningkatan kualitas dan daya saing produk dalam negeri melalui standar yang sesuai untuk memenuhi tuntutan pasar.

"Ada berbagai upaya yang telah kami lakukan untuk menembus pasar regional maupun global, mencakup ketertelusuran pengukuran, pengakuan kompetensi, penerapan, serta regulasi yang berlaku. Namun kami terkendala oleh ketersediaan SNI atau informasi standar antara lain: untuk auxillary battery 12 volt yang digunakan seperti aki yang mayoritas berbahan Lead Acid, Battery Energy Storage System (BESS) misal untuk Photovolataic (PV) off grid, recycling battery EV dan lain-lain,” ujar Bambang.

Selain itu, tambah Bambang yang didampingi jajaran menyatakan bahwa diperlukan skema sertifikasi SNI IEC 62619:2017 Sel dan Baterai Sekunder yang mengandung alkali atau elektrolit non-asam lainnya - Persyaratan keselamatan untuk sel litium dan baterai sekunder, yang digunakan dalam penerapan industri (IEC 62619:2017, IDT, Eng). Adapun, untuk kebutuhan pengujian battery pack EV telah menggunakan SNI, antara lain SNI 8872:2019, yang telah tersedia skema sertifikasi produknya.

Menanggapi tantangan yang disampaikan PT Dharma Controlcable Indonesia, Direktur Pengembangan Standar Mekanika, Energi, Infrastruktur, Transportasi, dan Teknologi Informasi BSN, Iryana Margahayu, menyebutkan bahwa empat usulan standar untuk produk seperti Motor BLDC sudah masuk ke dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) lingkup Komite Teknis 43-02 untuk tahun 2025.

"Diperlukan pertemuan lebih lanjut untuk mengidentifikasi standar yang harus disusun, dan pengusulan PNPS susulan dapat dilakukan secara online pada Februari 2025 melalui portal sispk.bsn.go.id," ungkap Iryana.

Selain itu, BSN mendorong PT Dharma Controlcable Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam forum internasional, khususnya dalam penyusunan standar internasional. “Apabila ada ahli yang bisa berpartisipasi dalam penyusunan standar internasional, BSN akan mendaftarkan mereka ke Komite Teknis terkait di ISO/IEC,” pungkasnya.

Keterlibatan aktif pelaku usaha dalam pengembangan SNI diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas produk nasional, sehingga lebih siap bersaing di pasar global. (nda-humas)

 

Galeri Foto : Tantangan ketersediaan SNI e-V, kacamata pelaku usaha