Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pentingnya Ketertelusuran Pengukuran Kadar Air Dalam Mendukung Sistem Pangan Nasional

  • Rabu, 24 Mei 2023
  • 1323 kali

Dalam rangka memperingati Hari Metrologi Dunia yang diperingati setiap tanggal 20 Mei, Deputi Bidang Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU) Badan Standardisasi Nasional (BSN) berkolaborasi dengan Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan menyelenggarakan Seminar “Metrologi Mendukung Ketahanan Pangan Nasional” di Jakarta pada Selasa (23/5/2023). Seminar yang diselenggarakan secara luring dan daring ini menghadirkan Pakar dari Physikalisch-Technische Bundesanstalt (PTB) Germany, Felicitas Schneider, Direktur Metrologi, Kementerian Perdagangan Ibu Sri Astuti; serta Direktur SNSU Mekanika, Radiasi, dan Biologi, Wahyu Purbowasito; dan dimoderatori oleh Metrolog Ahli Madya BSN, Nurlathifah.

Dalam kesempatan ini, Wahyu Purbowasito menjelaskan, sistem pangan adalah semua kumpulan dari elemen (terdiri atas lingkungan, masyarakat, input, proses, infrastruktur, institusi, dan lain sebagainya) dan aktivitas, mulai dari produksi, proses, distribusi, penyiapan sampai konsumsinya. “Salah satu komponen sistem pangan adalah keamanan pangan,” terang Wahyu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keamanan pangan tidak dapat dipisahkan dari sistem pangan. Adapun keamanan pangan dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya pangan itu sendiri, tingkat keasaman, waktu, suhu, oksigen, maupun kelembapan atau kadar air.

Saat ini, terdapat beberapa metode untuk mengukur kadar air, diantaranya melalui metode pengeringan, destilasi, kimiawi, maupun secara fisis. Dari metode-metode tersebut, dapat dilihat bahwa kadar air dapat diukur dengan metode timbang, tekanan dan suhu. “Ketertelusuran pengukurannya didukung dengan satuan ukuran massa dan suhu dimana saat ini sudah banyak laboratorium kalibrasi yang dapat memfasilitasi ketertelusuran pengukuran itu, yang pada akhirnya pengukuran tersebut akan tertelusur ke NMI/SNSU,” terang Wahyu.

Sementara itu, Sri Astuti memaparkan bagaimana cara membangun sistem pengukuran kadar air dalam ketahanan pangan nasional. Menurut UU No.18 tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Salah satu parameter yang menentukan kualitas hasil pangan adalah kadar air komoditas. Saat ini, penentuan kadar air maksimal untuk beberapa komoditas telah diatur di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), misalnya komoditas beras/gabah, jagung, kedelai, dan kopi. “Pengukuran kadar air sangat diperlukan untuk menjaga ketersediaan pangan dan distribusi nasional,” ujarnya.

Menurut Sri, beberapa tantangan yang dihadapi dalam implementasi sistem pengukuran kadar air diantaranya masih banyak petani yang tidak mampu membeli Meter Kadar Air, kurangnya edukasi kepada petani mengenai Meter Kadar Air, masih terbatasnya Unit Metrologi Legal (UML) yang memiliki ruang lingkup meter kadar air (baru 17 UML dari total 360 UML), kurangnya sinergitas antar pemangku kepentingan, serta Belum optimalnya dukungan anggaran dalam pengembangan infrastruktur pengukuran kadar air dalam kerangka ketahanan pangan nasional.

“Saya harap, kedepannya ada alokasi dana terkait pengembangan food estate dan penguatan sentra produksi pangan untuk aktivitas peran metrologi legal guna menjamin ketertelusuran/kebenaran pengukuran Meter Kadar Air,” harapnya.

Pada kesempatan ini, Felicitas Schneider dari PTB juga menuturkan bahwa pengukuran sudah mendukung dan bisa mendukung rantai pasok pangan di masa depan. Tentunya salah satu yang dapat menjadi perhatian adalah bagaimana kita dapat melakukan pengukuran dan pemantauan, khususnya masalah kelembapan yang menjadi penting dalam menjamin rantai pasok pangan kita.

Di samping itu, Felicitas menuturkan bahwa dibutuhkan suatu standar untuk memastikan adanya spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan tertentu, khususnya untuk keamanan pangan. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama antar stakeholder dalam berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

(ald-Humas)