Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Buah dari China akan makin kuasai Indonesia

  • Selasa, 22 Desember 2009
  • 1485 kali

JAKARTA: Forum Pangan Pertanian Indonesia (FPPI) menilai pelaksanaan kerja sama perdagangan bebas Asean-China (AC-FTA) akan membahayakan industri primer pertanian dan produk hortikultura seperti buah-buahan, karena akan kalah bersaing dengan produk sejenis asal China.

Koordinator FPPI Benny A. Kusbini mengatakan industri primer pertanian sangat tidak siap untuk menghadapi AC-FTA. Hal tersebut, kata dia, karena Menteri Perdagangan dan negosiator lainnya tidak dibekali informasi yang realistis soal kondisi industri dan produsen pertanian di dalam negeri.

"Sangat tidak siap [implementasi AC-FTA]. Ini akibat Menteri Perdagangan tidak dibekali dengan informasi yang realistis dan lebih banyak instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian memberikan informasi yang samar-samar," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Menurut dia, informasi yang tidak benar telah mengakibatkan sektor riil dan industri berteriak saat kerja sama tersebut hendak dilaksanakan dan masing-masing instansi saling menyalahkan.

Dia menuturkan jika kerja sama tersebut tetap dipaksakan untuk berjalan, maka sangat membahayakan industri dalam negeri dan akan menyebabkan industri primer pertanian hancur.

Menurut Benny, dampak lain dari pelaksanaan kerja sama tersebut akan menyebabkan bertambahnya pengangguran. Buah-buahan impor asal China, lanjutnya, sudah masuk bahkan sampai ke seluruh penjuru Tanah Air.

Dia meminta pemerintah agar menunda rencana pelaksanaan kerja sama perdagangan bebas tersebut.

Penerapan SNI

Sementara itu, untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor akibat pasar bebas dapat dihambat melalui penerapan standar nasional Indonesia (SNI).

Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Setiadi mengatakan siap untuk penentuan SNI, sedangkan yang menentukan sifatnya wajib atau sukarela adalah regulator, seperti jika terkait industri, maka Departemen Perindustrian.

Soal laboratorium, lanjutnya, nanti Komite Akreditasi Nasional (KAN) akan mengakreditasi laboratorium mana saja yang bisa untuk pengujian produk agar sesuai standar.

Akreditasi dan persiapan laboratorium, kata dia, memerlukan waktu hingga 2 tahun.

"Kalau memang standarnya sudah ada di internasional, kami tinggal adopsi, paling cepat 6-8 bulan."

Dia menjelaskan pengaruh terhadap harga produk akan bergantung pada mekanisme pasar yang terjadi yang diatur oleh ketentuan negara.

Untuk membuat sebuah SNI, kata dia, maka harus membuat panitia teknisnya, kemudian akan membentuk rancangan 1, 2, dan 3, kemudian meminta pendapat internasional soal standarnya. "Yang pasti kami siap lah dan akan aktif menyosialisasikan kepada pengusaha."
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan dan Distribusi Kadin Indonesia Benny Soetrisno mengatakan pelaksanaan SNI masih terkendala dengan lembaga sertifikasi dan laboratorium.

"Di Departemen Perindustrian masih kekurangan staf untuk menangani pelaksanaan SNI," ujarnya.

Menurut dia, SNI tersebut dapat digunakan untuk menghambat produk-produk impor, karena banyak produk impor yang tidak dapat memenuhi standar tersebut.

Oleh Sepudin Zuhri
Sumber : Bisnis Indonesia, Selasa 22 Desember 2009, Hal.m2