Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Isu hambatan Ekspor Ban dan Produk Oleokimia Indonesia ke India diangkat dalam Sidang Komite TBT WTO November 2022

  • Rabu, 23 November 2022
  • 2483 kali

Indonesia mengangkat 2 (dua) Specific Trade Concern (STCs) kepada India yang berkaitan dengan aturan Pneumatic Tires and Tubes for Automotive Vehicles dan pemberlakukan Quality Control Orders (QCO) for Chemical and Petrochemical Substances pada sidang Komite TBT WTO yang dilaksanakan tanggal 16 – 18 November 2022. Indonesia meminta klarifikasi dari India terkait pembatasan impor pada produk ban dengan kategori jenis dan ukuran tertentu yang diproduksi oleh produsen ban di India. Indonesia melihat adanya perlakuan diskriminatif dalam penerapan kebijakan aturan ban ini, dimana kebijakan ini diterapkan secara selektif dengan menargetkan Anggota WTO tertentu yang berpotensi menjadi pesaing dan mengganggu akses pasar ban dalam negeri India.

Selanjutnya terkait pemberlakukan Quality Control Orders (QCO) for Chemical and Petrochemical Substances, Indonesia mendukung Amerika Serikat, China Taipei dan Uni Eropa yang terlebih dahulu mendaftarkan isu ini sebagai STC. Hal yang menjadi concern terkait pemberlakukan QCO ini disebabkan India mewajibkan dilakukannya sertifikasi berdasarkan Indian Standard (IS) terhadap 4 produk asam (Minyak Asam, Asam Lemak Kelapa, Asam Laurat, dan Asam Lemak Kelapa Sawit) oleh Bureau of Indian Standard (BIS) yang mengharuskan BIS melakukan factory visit dan pengambilan sampel ke perusahaan. Indonesia meminta India menunda pelaksanaan aturan QCO hingga 23 Oktober 2023. Hal ini selaras dengan permintaan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) yang membutuhkan waktu yang cukup untuk menyesuaikan kepada peraturan QCO tersebut. Indonesia juga meminta India untuk membuka opsi pengakuan internasional terhadap hasil penilaian kesesuaian dan/atau lembaga penilaian kesesuaian dari negara asal sehingga dapat mempercepat proses audit dan sertifikasi.

Selain concern yang disampaikan ke India, Indonesia juga mengangkat isu terkait penurunan batas residu minimal pestisida yang dilakukan Uni Eropa (UE). Seperti yang diketahui, UE akan mengadopsi tingkat residu maksimum untuk pestisida Clothianidin dan Thiamethoxam pada produk tertentu (MRLs for Clothianidin and Thiamethoxam) di awal 2023, dan akan mulai berlaku secara wajib pada tahun 2026. Uni Eropa menyampaikan latar belakang penurunan MRL ini dikarenakan adanya potensi penurunan pollinator secara global akibat penggunaan kedua pestisida tersebut.

Menurut Asosiasi CropLife Indonesia, Clothianidin dan Thiametoxam merupakan pestisida yang diperbolehkan untuk digunakan pada tanaman domestik maupun ekspor seperti kelapa sawit, coklat, kopi, teh, dan mangga. Penggunaan Clothianidin dan Thiametoxam pun mengacu pada standar internasional seperti Codex dan memperhatikan penerapan Good Agricultural Practices (GAP). Penurunan nilai MRLs yang ditetapkan UE berdampak negatif terhadap ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Uni Eropa. Indonesia meminta Uni Eropa memberikan penjelasan terkait legitimate objective penetapan peraturan tersebut, karena penurunan MRLs di negara non-Uni Eropa tidak akan berdampak langsung pada penurunan pollinator di Uni Eropa dan sebaliknya. Dalam statementnya, Uni Eropa menyampaikan akan mempelajari semua komentar yang diterima dan saat ini sedang mempersiapkan jawaban komprehensif untuk semua pertanyaan yang diajukan. Uni Eropa juga menyampaikan bahwa akan dilaksanakan konsultasi publik terlebih dahulu sebelum penetapan regulasi. Masukan dan komentar dari peserta sidang menjadi salah topik yang dibahas pada tahap konsultasi publik tersebut. Isu ini juga diangkat oleh 19 Anggota WTO lainnya.

Pada sidang Komite TBT WTO tersebut, terdapat 88 (delapan puluh delapan) STCs yang diajukan Anggota WTO. Indonesia menerima 4 (empat) STCs yaitu UU No. 33 Tahun 2014 terkait Jaminan Produk Halal, PP 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, Kebijakan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Hemat Energi, serta kuota impor dan sertifikasi SNI. Namun, pada awal sidang, beberapa Anggota WTO menyampaikan untuk menganulir pengajuan STC mereka. Dari total 7 (tujuh) STCs yang dianulir, terdapat 1 (satu) STC kepada Indonesia yang dianulir oleh China, yaitu STC mengenai kuota impor dan sertifikasi SNI (Indonesia - Import quota and SNI certification requirements).

Anggota WTO yang menyampaikan concern terkait kebijakan Implementasi UU No. 33 Tahun 2014 mengenai Jaminan Produk Halal diantaranya Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Kanada dan Switzerland. Indonesia diminta untuk memberikan klarifikasi terkait pertanyaan yang sebelumnya telah disampaikan dan meminta aturan turunan Jaminan Produk Halal dinotifikasikan dalam bentuk rancangan regulasi, sehingga memberikan waktu dalam memberi komentar dan tanggapan.

Terkait dengan PP 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, AS, EU dan Kanada menyampaikan concern yang meminta peraturan turunannya dinotifikasikan ke komite TBT WTO. Amerika Serikat mempertanyakan justifikasi terkait kewajiban pengujian penilaian kesesuaian yang harus dilaksanakan oleh warga negara Indonesia (WNI) yang bertempat tinggal di Indonesia dan bagaimana hubungan antara persyaratan ini dengan kompetensi secara personal dalam melakukan proses penilaian kesesuaian. Amerika Serikat juga meminta Indonesia mengizinkan dilakukannya inspeksi pabrik jarak jauh (remote assessment), mengingat kebijakan pembatasan perjalanan dampak Pandemi saat ini dan gangguan lainnya yang saat ini masih terjadi.

Selanjutnya terkait dengan Kebijakan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM), India meminta Indonesia untuk menyediakan rancangan dalam versi bahasa inggris untuk mempemudah pemangku kepentingan mempelajari substansinya. India mencatat bahwa dalam pelaksanaanya, pelaku usaha harus menyampaikan laporan terkait penerapan SKEM secara berkala yang mencakup informasi merk, tipe, varian, model, kapasitas, daya dan jumlah produksi setiap tiga bulan. India menilai kewajiban ini memberatkan dan meminta Indonesia meriviu frekuensi pelaporan dan memastikan pemenuhan peraturan ini dapat memfasilitasi perdagangan.

Disela-sela pelaksanaan sidang, Indonesia juga melakukan pertemuan bilateral dengan India dan Uni Eropa. Indonesia kembali membahas isu terkait kebijakan ban dan Quality Control Order (QCO) untuk Minyak Asam, Asam Lemak Kelapa, Asam Laurat, dan Asam Lemak Kelapa Sawit yang diberlakukan oleh India. Indonesia meminta India untuk memberikan klarifikasi atas semua concern yang disampaikan oleh Indonesia. Sementara Uni Eropa kembali meminta Indonesia Indonesia untuk menotifikasikan peraturan pelaksanan PP 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian ke sekretariat Komite TBT WTO, sehingga memberikan kesempatan Anggota WTO lainnya menyampaikan komentar dan tanggapannya. (SPSPK)