Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Lembaga Sertifikasi ISPO Harus Terakreditasi KAN

  • Jumat, 15 Oktober 2021
  • 4081 kali

Saat ini perkerbunan kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditas andalan di Indonesia. Namun, masih banyak isu yang berkembang di Internasional yang mempertanyakan bagaimana tata kelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia ini benar-benar bisa menjadi perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Program sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia/Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan keberterimaan dan daya saing produk kepala sawit yang membuktikan bahwa perkebunan sawit di Indonesia berkelanjutan.

Hal ini disampaikan Direktur Akreditasi Lembaga Inspeksi dan Lembaga Sertifikasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), Triningsih Herlinawati pada Sosialisasi Sistem Sertifikasi ISPO dan Akreditasi LS ISPO yang diselenggarakan oleh Kantor Layanan Teknis (KLT) BSN Riau pada Kamis (14/10/2021) secara daring melalui Zoom.

Ningsih menjelaskan, sertifikasi ISPO ini merupakan rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian terhadap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa produk dan/atau tata kelola Perkebunan Kelapa Sawit telah memenuhi prinsip dan kriteria ISPO. Adapun lembaga yang melakukan penilaian dalam proses tersebut adalah Lembaga Sertifikasi (LS) ISPO yang telah diberikan kewenangan untuk memutuskan sampai penerbitan sertifikat ISPO. LS ISPO ini harus sudah diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).

KAN sebagai badan akreditasi Indonesia telah memeroleh pengakuan secara regional maupun internasional untuk skema akreditasi ISPO melalui penandatanganan Mutual Recognition Arrangement (MRA) dan/atau Multilateral Recognition Agreement (MLA) di The Asia Pacific Accreditation Cooperation (APAC) dan/atau International Accreditation Forum (IAF) serta International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC). “Jadi akreditasi LS ISPO oleh KAN ini untuk memberikan kepercayaan bahwa proses sertifikasi yang dilakukan sudah sesuai dengan menerapkan prinsip yang baik seperti yang ada di Internasional,” terang Ningsih.

Untuk menjadi lembaga sertifikasi yang diberikan kewenangan untuk melakukan sertifikasi ISPO, LS dapat mengajukan ke KAN untuk proses akreditasi melalui website akreditasi.bsn.go.id. Adapun persyaratan akreditasi LS ISPO meliputi SNI ISO/IEC 17065, KAN U-01, KAN U-02, KAN K-08, dan KAN K-08.08 Persyaratan Tambahan Akreditasi Lembaga Sertifikasi ISPO.

Hingga saat ini sudah terdapat 15 LS ISPO yang telah terakreditasi KAN dan diberikan hak untuk menggunakan simbol akreditasi atau pernyataan diakreditasi oleh KAN dan memberikan layanan sertifikasi. Ruang lingkup LS ISPO meliputi Usaha Pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit, Usaha Budi Daya Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit, serta Integrasi Usaha Budi Daya Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit dan Usaha Pengolahan Hasil Perkebunan Kelapa Sawit.

Ningsih berharap dengan adanya sertifikasi ISPO ini dapat menciptakan perbaikan yang berkelanjutan terhadap perkebunan kelapa sawit yang pada akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, termasuk hasil dari perkebunan kelapa sawit sehingga produknya juga bisa diterima di tingkat internasional.

Pada kegiatan sosialisasi ini turut hadir memaparkan materi, yaitu Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli dan Subkoordinator kelompok Pembinaan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Prasetyo Djati dan dimoderatori Kepala KLT BSN Riau, Juanda Reputra.(Tyo-Humas)