Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Standardisasi dapat ditemui di berbagai aspek dunia kerja

  • Selasa, 16 Februari 2021
  • 4150 kali

Standardisasi merupakan sebuah kata yang tentunya banyak kita temui di segala aspek kehidupan. Termasuk dalam dunia kerja. Melakukan sebuah pekerjaan, diperlukan tata cara atau prosedur sesuai standar yang telah ditetapkan. Tanpa standardisasi, kinerja yang dilakukan oleh seseorang tidak akan membuahkan hasil yang maksimal. Seperti halnya, ketika membeli suatu barang di pasar atau toko pasti akan memilih produk yang baik dan aman digunakan.

Demikian disampaikan oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional, Kukuh S. Achmad, dalam Webinar "Sinergi UGM dan KAGAMA: Pembekalan Calon Wisudawan Program Sarjana dan Diploma Periode Februari 2021" pada Selasa (16/2/2021) secara daring.

“Dimanapun kita bekerja akan menemui standardisasi di berbagai aspek,” ungkap Kukuh di hadapan 1932 calon wisudawan dan wisudawati Universitas Gadjah Mada (UGM).

Salah satu tujuan standardisasi adalah meningkatkan keunggulan kompetitif Indonesia dalam persaingan global. Terkait dengan persaingan menghadapi dunia kerja, menurut Kukuh, umumnya mereka yang memenangkan kompetisi, adalah mereka yang memiliki informasi lebih banyak atau lebih dahulu.

“Apalagi sekarang, informasi lebih mudah diakses. Ini menjadi modal yang sangat berharga terutama dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat memberikan sudut pandang yang berbeda,” jelas Kukuh yang juga merupakan alumnus UGM angkatan 1983.

Secara khusus, Kukuh menerangkan informasi mengenai pentingnya Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK). Menurut Kukuh, ketika membeli suatu barang di pasar atau toko pasti akan memilih produk yang baik dan aman digunakan. Ketika berbicara ekspor impor maka diperlukan produk yang aman dan bermutu, standar akan berperan. Ketika membeli bensin maka dibutuhkan pemastian hasil pengukuran, maka diperlukan standar. Ketika berbicara laboratorium, hasil laboratorium menjadi data paling penting untuk mengambil keputusan, baik secara ekonomi, politik maupun pemulihan kesehatan.

“Jika kita sendiri meragukan hasil laboratorium maka, dibutuhkan pemastian kompetensi. Hasil yang dikeluarkan lab itu adalah akurat maka diperlukan standar,” terang Kukuh.

Tujuan standardisasi seperti yang tercantum pada UU Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian adalah melindungi kepentingan publik dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan fungsi pelestarian lingkuangn hidup (K3L); meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional; akses ke pasar global diharapkan standardisasi dapat memberikan nilai tambah kepada produk Indonesia yang menjadi produk andalan ekspor; meningkatkan akses pasar terhadap inovasi nasional; serta meningkatkan keunggulan kompetitif Indonesia dalam persaingan global melalui penguatan efisiensi sistem produksi nasional.

Saat ini, jumlah SNI yang telah ditetapkan BSN sebanyak 13.518 SNI. Diantara jumlah tersebut, SNI yang masih berlaku berjumlah 11.208 SNI. Sementara jumlah SNI yang diberlakukan wajib berjumlah 238 SNI. Dari jumlah tersebut, mayoritas SNI diberlakukan wajib oleh Kementerian Perindustrian sebanyak 117 SNI seperti helm, kompor gas, dan lain sebagainya.

Terkait sertifikasi, Kukuh menegaskan BSN tidak mengeluarkan setifikat SNI. “BSN tidak mengeluarkan sertifikasi. Tetapi, BSN melalui Komite Akreditasi Nasional (KAN) mengakreditasi lembaga-lembaga yang melakukan sertifikasi. Seperti lingkungan, keamanan pangan, keamanan informasi, alkes, energi, dan lain sebagainya,” ungkap Kukuh.

Sebagai penutup paparan, Kukuh memberikan tips sukses yaitu kita harus tahu siapa yang tahu dan satu teladan lebih baik dari 1000 nasehat. “Kita tidak perlu banyak memberi nasehat tapi memberi contoh,” pungkas Kukuh.

Sementara itu, Former Chief Executive Officer PT. Kilang Pertamina Internasional, Ignatius Tallulembang yang juga alumni UGM memberikan dorongan kepada para calon wisudawan dan wisudawati untuk memiliki passion pada apapun yang disenangi. “Dalam mencari pekerjaan harus yang disenangi dan bergairah untuk mencapai dan meningkatkan performance atau hasil-hasilnya,” terang Ignatius.

Selanjutnya, harus ada latihan. Menurut Ignatius, dalam pekerjaan, diperlukan pengetahuan serta keterampilan untuk mendapatkan hal-hal yang baru guna memperkaya kemampuan kita dalam berproduktivitas. Yang ketiga adalah harapan. Harapan ini akan membuat suatu energi menjadi suatu yang lebih baik. Kemudian, goal atau tujuan sasaran. Terakhir, Ignatius berharap agar wisudawan dan wisudawati memperhatikan aspek Change, Innovation, Professional, dan Speed (CIPS).

Acara juga menghadirkan Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Paripurna dan Ketua bidang III Pengurus Pusat Kagama Putut Ariwibowo.

Melalui pembekalan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada calon wisudawan tentang pentingnya integritas, etika, dan inklusivitas dalam memulai karier dan memulai kontribusi membangun masyarakat sebagai sarjana UGM serta dapat memberikan gambaran peran alumni di masyarakat dengan belajar dari cerita-cerita sukses alumni. (nda-humas)