Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SNI Tingkatkan Nilai Tambah Produk Inovasi Rumput Laut

  • Kamis, 12 November 2020
  • 4842 kali

Komoditi berbahan dasar rumput laut hari ini terus berkembang seiring dengan adanya inovasi-inovasi yang dilakukan oleh para pelaku usaha di bidang rumput laut, mulai dari permen hingga dodol berbahan dasar rumput laut. Tentu, inovasi-inovasi dimaksud memberikan nilai tambah bagi produk itu sendiri sekaligus memperluas peluang ekspornya. “Rumput laut yang menjadi komoditas terbesar Sulawesi Selatan memberikan peningkatan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Tercatat pada data 2014-2016 bahwa produk rumput laut Sulawesi mengalami peningkatan  sebesar 8,7% yang diperoleh dari Kabupaten Takalar, Kabupaten Luwu, dan Kabupaten Wajo.” Demikian papar Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN), Zakiyah saat membuka webinar berjudul Penerapan SNI Perkuat Daya Saing Rumput Laut sebagai Produk Khas Daerah Pesisir, pada Kamis (12/11/2020).

Melengkapi presentasinya, Zakiyah mengatakan bahwa rumput laut Sulawesi sudah diekspor ke Jepang, Tiongkok, dan Filipina dengan nilai hampir USD 9 juta, dan potensi pengembangan rumput laut bisa ditingkatkan, mengingat Sulawesi didukung oleh pulau-pulau kecil maupun daerah pesisir untuk pengembangan rumput laut itu sendiri.  Kemudian,  tantangannya adalah mengenai kualitas rumput laut dan diversifikasi dari produk dan kemampuan untuk memenuhi pasar ekspor dan terus-menerus meningkatkan nilai tambah dari rumput laut yang sebagian besar masih dalam bentuk raw material. Maka dari itu, diperlukan sinergitas Pemerintah, Pelaku Usaha dan Perguruan Tinggi melalui kegiatan riset yang diperlukan untuk pengembangan inovasi dan peningkatan mutu rumput laut yang dihasilkan.

“BSN memiliki kegiatan untuk mendukung para Pelaku Usaha dalam rangka memperkuat daya saing produk, dan memperkuat posisi Indonesia di pasar internasional melalui kerja sama bilateral dan regional. Juga fasilitasi penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), guna membantu Pelaku Usaha dalam kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) agar memenuhi persyaratan penilaian kesesuaian.” Tambah Zakiyah

Dengan memperhatikan betapa pentingnya SNI, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Kemitraan Universitas Hasanuddin, Muh. Nasrum Massi yang mewakili Rektor Universitas Hasanuddin mengatakan bahwa “Membangun perhatian betapa pentingnya penerapan SNI bagi pelaku usaha, terutama Pelaku Usaha rumput Laut, di Universitas Hasanuddin terdapat beberapa fakultas yang terlibat dalam penelitian pengembangan produk-produk rumput laut yang dihasilkan oleh banyak UKM, adalah Pusat Unggulan Iptek Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL).”

Indonesia yang secara geografis beriklim tropis mendukung pengembangan budidaya rumput laut, Peneliti Ahli Utama – Pusat Riset dan Pengembangan SDM BSN, Bambang Prasetya pun menyampaikan bahwa ”Indonesia menguasai pasar dunia secara geografis juga secara geopolitik, dari segi kuantitas, potensi distribusi rumput laut Indonesia tersebar di berbagai wilayah yang terkait panjang garis pantai. Dari segi jenis atau biodiversity, Indonesia memiliki keragaman rumput laut  sebanyak 782 jenis, 196 jenis  rumput laut hijau, 452 jenis  rumput laut merah, dan 134 jenis rumput laut coklat.”

Untuk mendukung budidaya serta berkaitan dengan aktivitas bisnis di bidang rumput laut, saat ini sudah terdapat payung hukum yang mewadahinya “Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2019: memberikan panduan pengembangan Industri Rumput Laut, dilakukan secara lintas sektoral (Kementerian dan Lembaga). “ Jelas Bambang.

Bambang Prasetya juga mengungkapkan, Peran SPK adalah bagaimana menjamin mutu; efisiensi produksi; sehat dalam persaingan usaha; meningkatkan perlindungan kepada konsumen; dan yang terpenting menurutnya adalah terciptanya kepastian, kelancaran, dan efisiensi  transaksi perdagangan barang dan/atau jasa di dalam dan luar negeri. Tegasnya.

Berkaitan dengan penciptaan  added value pada level  budidaya untuk mengembangkan bibit unggul pada bioteknologi dari sisi DNA, Bambang mengungkap “Terdapat teknologi baru bagi peneliti yaitu genome editing, adalah gen rumput laut di-mapping  dan diseleksi yang mendorong pertumbuhan agar dimaksimalkan. “

Berkaitan dengan penciptaan nilai tambah produk rumput laut, pihak-pihak yang sangat berperan diantaranya adalah asosiasi. Asosiasi di bidang  rumput laut  yang ada di Indonesia diantaranya adalah Asosiasi Pembudidaya Rumput Laut Indonesia (ASPERLI); Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI); Rumput Laut Center (RLC); serta Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (ASTRULI). Demikian jelas Ketua Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (ASTRULI), Mc Donny W Nagasan, saat membuka materinya. “ASTRULI adalah kumpulan industri pengolah rumput laut yang memproduksi produk turunan rumput laut. ASTRULI berfokus pada produk hilir.” Adapun, peran dan tanggung jawab ASTRULI salah satunya adalah mendorong perkembangan asosiasi industri rumput laut yang berkelanjutan dan kompetitif di Indonesia. Tambah Donny

Dalam hal tantangan pemenuhan standar mutu, Donny mengatakan, orientasi ekspor anggota ASTRULI sebesar 75%, sementara 25% lainnya berorientasi pada pasar domestik. Untuk memenuhi permintaan domestik, anggota ASTRULI telah melalui proses sertifikasi untuk kualitas dan keamanan pangan, seperti ISO 9001, Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), British Retail Consortium (BRC), Good Manufacturing Practice (GMP), dan The Foundation Food Safety System Certification 22000 (FSSC 22000). Sertifikasi ini mutlak harus dimiliki untuk pemenuhan compliance dengan paramater SNI untuk produk rumput laut berorientasi ekspor untuk menjamin keamanan pangan.

“SNI terkait rumput laut diantaranya adalah SNI 8394:2017 Sargassum spp. Sebagai bahan baku alginat untuk pengikat warna dalam tekstil – Syarat mutu dan penanganan; SNI 8393:2017 Rumput laut coklat segar sebagai bahan baku fukosantin – Syarat mutu dan penanganan; SNI 8391.1:2017 Karaginan murni (Refined Carrageenan) – Bagian 1 : Kappa karaginan – Syarat mutu dan pengolahan; SNI 8169:2015 Penentuan impurities pada rumput laut; 8168:2015 Penentuan Clean Anhydrous Weed (CAW) pada rumput laut kering; SNI 8170:2015 Alkali Treated Seaweed Chips; SNI 2802:2015 Agar-agar tepung; SNI 2690:2015 Rumput laut kering; dan lain-lain.” SNI rumput laut sifatnya bukan wajib, namun karena para anggota ASTRULI mayoritas berorientasi ekspor maka pemenuhan standar produk telah diterapkan. Ungkap Donny

Menurut Donny kembali, kondisi industri pengolahan rumput laut selama masa pandemi mengalami penurunan utilisasi Karaginofit sebesar 13%; penurunan utilisasi Agarofit sebesar 20%; penurunan permintaan pasar domestik dan ekspor; penundaan ekspor Agar-agar dan Karaginan ke beberapa Negara termasuk pengurangan volume kerja; dan lain-lain.

Terlepas dari dampak pandemi, produk inovasi ternyata memiliki banyak peluang pengembangan termasuk ekspor, sebagaimana ungkap Direktur Inovasi dan Kewirausahaan Universitas Hasanuddin, Muh. Akbar “Hilirisasi produk inovasi  banyak peluang untuk tembus ke pasar internasional. Hilirisasi adalah suatu proses yang mendekatkan hasil riset dan inovasi kepada penggunanya yaitu masyarakat, lembaga, dan industri, yang bertujuan untuk memperluas manfaat dan dampak hasil riset dan inovasi kepada masyarakat.”

“Dalam hal hilirisasi dan komersialisasi, produk inovasi harus fokus dan jika ada sesuatu yang tidak terstandardisasi maka kinerja dari suatu produk bisa tidak tercapai.” Tegasnya.

Melengkapi wawasan mengenai produk inovasi berbahan rumput laut yang sudah ber-SNI, turut hadir Owner PT. Jaringan Sumber Daya (PT. Jasuda), Boedi Sardjana Julianto. Boedi mengungkapkan, “PT. Jasuda mendirikan pusat komunitas usaha mikro kecil dan menengah di Sulawesi atau dikenal dengan POSKO UKM JASUDA yang mengembangkan produk berbasis rumput laut, coklat, dan kopi.” Kemudian, “Program SNI diterapkan untuk pengembangan produk rumput laut merk Golden Seaweed sejak 2019,” Jelas Boedi. Hal yang menarik dari produk rumput laut PT. Jasuda adalah masker wajah atau produk kosmetik yang ditambahkan rumput laut karena kandungan nutrisi yang bertambah baik untuk kulit.

“Manfaat penerapan SNI diantaranya adalah meningkatkan kualitas dan produk lebih mudah diterima pembeli dan pelanggan” Tegas Boedi Sardjana.

Selanjutnya, Owner Cottoni Panrita, Daniah Syarief hadir dalam kesempatan yang sama dan mempresentasikan penerapan SNI Olahan Rumput Laut. Cottoni Panrita merupakan industri pengolahan pasca panen rumput laut, berbahan  rumput laut olahan putih tawar. Produk-produk yang dimilikinya antara lain selai, sirup, dodol, permen, hingga sabun, juga pasta gigi. Menurut Daniah “Sejak 4 (empat) tahun yang lalu Cottoni Panrita sudah memulai proses sertifikasi SNI, dan tahun lalu Cottoni Panrita berhasil mendapatkan sertifkat SNI untuk produk kembang gula lunak rumput laut dan dodol rumput laut.

Daniah mengungkapkan, “Manfaat penerapan SNI untuk meningkatkan percaya diri; meningkatkan kepercayaan konsumen; serta dari sisi produk memiliki kualitas yang lebih bagus.”

Webinar yang dimoderatori oleh Kasubdit Inovasi Direktorat Inovasi dan Kewirausahaan Universitas Hasanuddin, Asmi Citra Malina ini ditutup pesan dari Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah bahwa “Penerapan SNI mampu mendukung daya saing produk rumput laut, juga  memberikan nilai tambah yang lebih terhadap produk unggulan Sulawesi terutama produk rumput laut. BSN bersama Univeritas Hasanuddin dapat terus memperkaya akan pemahaman masyarakat terhadap produk-produk unggulan Sulawesi melalui riset-riset yang dilakukan, serta Pelaku Usaha untuk bisa meneruskan kegiatannya dan bermanfaat bagi generasi-generasi mendatang.” Webinar ini disiarkan secara langsung dan masih dapat disaksikan melalui kanal Facebook Badan Standardisasi Nasional. (PjA – Humas).




­