Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Transisi UMKM Ikuti SNI Masker

  • Senin, 05 Oktober 2020
  • 1335 kali

Transisi UMKM Ikuti SNI masker   

Pemenuhan Standar Nasional Indonesia perihal masker bersifat sukarela. Masyarakat punya beberapa pilihan.

JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah menetapkan standar masker kain yang beredar di masyarakat Standar ini dapat diikuti produsen secara sukarela.

Meski demikian, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang memproduksi masker memerlukan masa transisi untuk mengikuti standar tersebut.


Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyebutkan, masa transisi diperlukan pelaku UMKM yang telanjur memproduksi masker, tetapi berpotensi sulit memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. "UMKM yang ingin mengikuti uji pemenuhan standar mesti digratiskan dan jangan dipungut biaya," katanya saat dihubungi, Minggu (4/10/2020).  

Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 408/KEP/BSN/9/2020 menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil-Masker dari Kain. SNI tersebut dirumuskan Kementerian Perindustrian.

Berdasarkan SNI tersebut, masker diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yakni tipe A untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel. masker mesti terdiri atas minimal dua lapis kain.

Kombinasi bahan paling efektif adalah kain dari serat alam, seperti katun. Kain ini perlu ditambah dua lapisan kain sifon mengandung polyester-spandex dan memiliki kemampuan menyaring partikel.

Khusus masker tipe A, standar daya tembus udara ditetapkan pada ambang 15-65 sentimeter (cm) kubik per cm persegi per detik. Untuk ketiga tipe, SNI ini juga menetapkan daya serap masker kurang dari atau sama dengan 60 detik dan kadar formaldehida bebas hingga 75 miligram per kilogram.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia Rizal T Rakhman berpendapat, industri tekstil besar yang memproduksi masker siap mengikuti uji pada ketiga tipe masker tersebut Produk industri kecil dan menengah dapat mengikuti uji masker kain tipe A.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, apabila kain masker yang diproduksi berwarna putih dan memiliki dua lapisan, biaya uji yang dibutuhkan berkisar Rp 350.000. 

SNI yang sama juga menetapkan jumlah kadar logam terekstrasi maksimum. Bagi masker kain yang ingin disebut "antibakteri", ada standar minimum yang harus dipenuhi. Untuk masker yang ingin dinyatakan "andai!-", ada standar ketahanan terhadap pembasahan permukaan minimum melalui uji siram serta kadar perfluor octanesulphonic acid (PFOS) dan asam perfluorooctanoic (PFOA).  

Semakin tinggi kualitas yang ingin disematkan pada produk masker kain, lanjut Rizal, jumlah uji yang harus dijalani semakin banyak. Dia menyebutkan, keseluruhan biaya uji produk untuk berbagai jenis ukuran dan kualitas itu mencapai Rp 8 juta. 

Masker tipe B dan C yang tergolong untuk penggunaan khusus mesti mengikuti sejumlah uji. Ada uji efisiensi filtrasi bakteri dengan ambang batas lebih dari atau sama dengan 60 persen untuk tipe B, uji tekanan diferensial dengan ambang batas kurang dari atau sama dengan 15 untuk tipe B, serta kurang dari atau sama dengan 21 untuk tipe C serta uji efisiensi filtrasi partikulat dengan ambang batas lebih dari atau sama dengan 60 persen.

Rizal menilai, konsumen memiliki pilihan masker kain dengan ragam kualitas. Konsumen juga mesti mengedukasi diri mengenai masker yang tergolong memenuhi standar dan telah diuji.  

Sukarela
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menyatakan, pemenuhan SNI 8914:2020 masih bersifat sukarela. SNI ini juga menyebutkan, masker dari kain dapat digunakan untuk aktivitas di luar rumah serta di ruang tertutup, seperti kantor, pabrik, tempat perbelanjaan, dan transportasi umum.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, standar mutu dan pengujian masker kain yang ditetapkan melalui SNI untuk melindungi masyarakat selama pandemi Covid-19. SNI juga menjadi pedoman bagi industri domestik untuk mencapai kualitas minimal hasil produksi dan standar produk impor.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi menuturkan, Balai Besar Tekstil sedang mengajukan diri sebagai lembaga sertifikasi produk untuk SNI 8914:2020. Balai ini telah memiliki kompetensi dalam bidang pengujian, sertifikasi, kalibrasi, dan pengembangan industri tekstil. (JUD)  
 

Sumber Berita: Kompas, 5 Oktober 2020, Halaman 10