Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

KAN Berlakukan Kebijakan Baru

  • Kamis, 28 Mei 2020
  • 7692 kali

Pandemi Covid-19 telah merubah berbagai bidang di kehidupan manusia baik bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Begitu pula kebijakan terkait pandemi Covid-19 yang mau tidak mau instansi/lembaga maupun perusahaan merubah kebijakannya. Komite Akreditasi Nasional (KAN) salah satunya. Kebijakan baru KAN di tengah pandemi Covid-19 diantaranya adalah memberlakukan penggunaan asesmen jarak jauh (remote assessment).

Penggunaan asesmen jarak jauh (remote assessment) tersebut dilakukan pada asesmen awal yang disebabkan oleh terputusnya masa akreditasi; survailen terjadwal; survailen tidak terjadwal berdasarkan keputusan rapat KAN; pengaktifan kembali status akreditasi; witness (laboratorium dan penyelenggara uji profisiensi /PUP), verifikasi lapangan terhadap temuan kategori 1; serta reasesmen.

Demikian disampaikan Direktur Akreditasi Laboratorium BSN, Fajarina Budiantari dalam webinar “Mengenal Lebih Dekat SNI ISO/ IEC 17025 : 2017” melalui aplikasi zoom dan youtube yang disiarkan secara langsung pada Rabu (27/05/2020).

 

Adapun yang dimaksud dengan surveilen terjadwal, lanjut Fajarina yakni program survailen yang sudah terjadwal oleh KAN dalam waktu rentang akreditasi yang biasanya terdapat 2 kali kunjungan. Sementara, untuk surveilen tidak terjadwal berdasarkan keputusan rapat KAN adalah kunjungan di luar dua kali kunjungan wajib jadwal KAN, sehingga terdapat tiga kali kunjungan dan ini dapat dilakukan remote assessment. “Namun, untuk beberapa kasus seperti akreditasi awal, khusus penambahan ruang lingkup yang dibarengkan dengan survailen, untuk sementara, berdasarkan kebijakan KAN tidak bisa dilakukan remote asesement. Sehingga akan ditunda pelaksanaannya sampai status kedaruratan covid sendiri dinyatakan dicabut,” ungkap Fajarina.

Selain itu, Fajarina yang juga selaku Direktur Akreditasi Laboratorium KAN memaparkan mengenai proses akreditasi KAN yang pendaftarannya dapat dilakukan melalui registrasi online melalui akreditasi.bsn.go.id dan masa berlaku akreditasi.

“Terkait masa berlaku akreditasi (per keputusan Maret 2019) adalah 5 tahun. Selama masa berlaku akreditasi, KAN melakukan kunjungan pengawasan dengan melakukan survailen. Survailan yang pertama dilakukan 15 - 18 bulan dihitung dari tanggal penetapan keputusan akreditasi atau reakreditasi. Survailan yang kedua dilakukan 36 – 39 bulan dihitung dari tanggal penetapan keputusan akreditasi. Selambat-lambatnya 9 bulan sebelum berakhirnya masa akreditasi, laboratorium harus mengunggah dokumen laboratorium termutakhir. Kunjungan reakreditasi dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa berlaku sertifikat akreditasi berakhir. Hal ini untuk mengantisipasi proses reakreditasi tidak dapat diselesaikan sampai dengan tanggal berlaku sertifikat akreditasi berakhir,” papar Fajarina.

Kebijakan KAN penting lainnya selain remote assessment, antara lain per November 2020, laboratorium harus melakukan peralihan dari SNI ISO/IEC 17025: 2008 ke SNI ISO/IEC 17025:2017.

Fajarina juga mengingatkan mengenai kebijakan KAN terbaru lainnya. Sebagaimana diketahui pada bulan Agustus 2019, KAN sudah mengirimkan informasi kepada seluruh LPK yang diakreditasi oleh KAN. “Informasi tersebut diantaranya per tanggal 20 November 2020, kebijakannya adalah laboratorium tidak boleh melakukan penilaian kesesuaian terkait lingkup akreditasi pada saat masa akreditasi terputus. Sebagai contoh, ketika suatu laboratorium sudah diakreditasi oleh KAN, kemudian habis masa akreditasi pada Agustus 2020. Sementara, laboratorium masih proses perpanjangan yang ternyata keputusan masa perpanjangannya baru diperoleh pada Desember 2020. Itu berarti terdapat masa vakum. Maka mulai November - Desember 2020 tadi, laboratorium tidak boleh melakukan kegiatan pengujian atapun kalibrasi terkait pelayanan selama masa November hingga Desember 2020,” jelas Fajarina.

Kebijakan KAN lainnya adalah terkait kebijakan penulisan ruang lingkup. Laboratorium yang mengajukan akreditasi awal atau reakreditasi per 1 November 2020, penulisan ruang lingkup harus sesuai dengan KAN-K01 untuk laboratorium penguji dan KAN K02 untuk laboratorium kalibrasi, dan KAN K03. “Jadi pada saat pengajuan awal akan diberikan formulir ruang lingkup yang akan diajukan dan sudah harus mengacu pada pedoman KAN-K01 dan KAN-K02,” pungkas Fajarina.

Sementara itu, Lead Asesor KAN, Nana Suryana memaparkan mengenai Persyaratan Umum Kompetensi SNI ISO/IEC 17025:2017. Menurut Nana, perbedaan antara SNI ISO/IEC 17025: 2008 dan SNI ISO/IEC 17025: 2015 adalah pada 2017 pendekatan dan struktur berbasis proses serta pemikiran dan tindakan berbasis risiko. “Perubahan SNI ISO/IEC 17025: 2017 dipengaruhi oleh ISO 9001:2015,” kata Nana.

Adapun, tambah Nana prinsip dasar dari penerapan SNI ISO 17025 yaitu ketidak berpihakkan, kompetensi, dan pengoperasian yang konsisten.

Acara yang dimoderatori oleh Kepala Subdirektorat Fasilitasi Lembaga Penilaian Kesesuaian BSN, Andry Ridhya Prihikmat juga menghadirkan narasumber Direktur Penguatan Penerapan Standar dan Penialian Kesesuaian BSN, Heru Suseno yang memaparkan “Tantangan Pengembangan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) Mendukung Potensi Daerah”.

Dalam kesempatan tersebut, Heru menyampaikan bahwa BSN juga memiliki peran pembinaan dan pengembangan LPK yang tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian pada pasal 54-55. “Kami melakukan pendampingan LPK, meskipun tidak banyak tetapi bisa mendukung potensi daerah seperti pengembangan ekspor, serta program pemerintah lainnya. Misalnya untuk kebutuhan UKM dimana daerah yang memiliki potensi, tetapi di daerah tersebut LPK atau laboratoriumnya masih sedikit, atau bahkan tidak ada. Disanalah kami melakukan pendampingan,” ujar Heru.

Selain itu, BSN juga mendorong LPK untuk melakukan pengujian atau sertifikasi produk terutama SNI yang sedang dikembangkan BSN. Sebagaimana diketahui, saat ini BSN dalam masa pandemi juga sedang mengembangkan 31 SNI mengenai alat kesehatan dan APD. “Dengan adanya pengembangan 31 SNI terkait Covid-19, maka diperlukan kesiapan LPK untuk dapat menyiapkan diri agar dapat diakreditasi oleh KAN. Oleh karenanya, BSN mendorong laboratorium atau lembaga sertifikasi yang sudah siap untuk dapat melakukan penilaian kesesuaian. Ini merupakan peluang LPK yang memiliki potensi untuk melakukan pengujian atau sertifikasi produk yang dikembangkan ini. BSN juga siap untuk melakukan pendampingan pada LPK untuk produk-produk ini, jika memang diperlukan,” tutup Heru.

Melalui kegiatan webinar ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta kebijakan terbaru KAN dapat tersosialisasikan dengan baik terutama kepada LPK. (nda-humas)




­