Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN INDONESIA MELALUI FORUM KOMITE TBT WTO

  • Selasa, 03 Maret 2020
  • 4227 kali

Bertempat di Kantor WTO di Jenewa, Swiss, Indonesia kembali mengangkat isu regulasi Uni Eropa mengenai amandemen Direktif 2009/28/EC - RED II sebagai Specific Trade Concern dalam pertemuan Komite TBT WTO karena dinilai merugikan komoditi kelapa sawit Indonesia. Isu ini kembali diangkat untuk mendukung upaya sengketa yang sedang diajukan Pemerintah RI dalam tahap konsultasi di DSB WTO melalui DS593 European Union – Certain Measures Concerning Palm Oil and Oil Palm Crop-Based Biofuels. Selain isu RED II, Indonesia juga menyuarakan kepentingan ekspor produk Indonesia terhadap regulasi negara Rusia tentang persyaratan pelabelan dan penandaan secara wajib melalui Federal Law 487-FZ Framework For Comprehensive Use of Special Labelling and Traceability of Goods dan Decision No. 792-R Specifying The Goods to Which Labelling Will Apply and The Dates of Introduction of The Mandatory Labelling.

Kebijakan SNI Wajib untuk Mainan Anak tidak diangkat menjadi Specific Trade Concern dalam sidang, namun demikian beberapa Anggota WTO tetap mengajukan pertanyaan mengenai hal tersebut dalam pertemuan bilateral, yaitu Amerika Serikat yang mempertanyakan mengenai notifikasi surat edaran petunjuk teknis untuk skema sertifikasi tipe 5 serta mekanisme inspeksi ke manufaktur. Dalam kesempatan tersebut, disampaikan jika surat Edaran terkait Skema Sertifikasi Tipe 5 telah dinotifikasi melalui G/TBT/N/IDN/64/Add.4. Terkait dengan isu UU No.33 Tahun 2014 mengenai Jaminan Produk Halal,  beberapa Anggota WTO mempertanyakan mengenai regulasi turunan atau petunjuk teknis mengenai pemberlakuan jaminan produk halal serta standar, proses sertifikasi dan registrasi, pelabelan halal dan penandaan non halal serta proses produksi produk halal. Pertanyaan detail mengenai notifikasi halal kepada Indonesia telah dijawab dan disampaikan kepada EP masing-masing Anggota WTO.

Selain dengan Amerika Serikat, di sela-sela pertemuan formal komite TBT WTO, delegasi indonesia yang terdiri dari BSN, Kemenperin, Kemendag, dan BPOM juga melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa anggota WTO seperti Australia, Viet Nam, Selandia Baru, Kolombia, Malaysia, Rusia, dan Uni Eropa. Beberapa isu yang menjadi pembahasan antara lain pelabelan country of origin of food Selandia Baru, pemberlakuan batas emisi formaldehyde pada plywood Malaysia, konfirmasi terhadap regulasi REACH dan chlorothalonil Uni Eropa serta persyaratan impor produk otomotif Viet Nam. Sejumlah negara, secara khusus menyampaikan apresiasi atas komitmen Indonesia dalam memenuhi komitmen transparansi perjanjian TBT WTO melalui notifikasi rancangan regulasi teknis yang memberikan kesempatan kepada negara anggota untuk memberikan komentar dan masukan.

 

Sesi Tematik

Sebelum sidang formal komite TBT WTO dilaksanakan sesi informal pada tanggal 25 Februari 2020, dimana beberapa anggota WTO memberikan informasi mengenai penerapan GRP dan kerjasama regulator internasional yang dapat meningkatkan hambatan perdagangan khususnya industri terkait. Sesi informal ini merupakan rekomendasi dari Eight Triennial Review perjanjian TBT WTO yang diinisiasi sejak tahun 2018 yang lalu. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa dan Kanada menyampaikan informasi mengenai kerjasama regulator internasional yang sudah dilakukan di sektor peralatan medis dan otomotif. Dari sektor peralatan medis, kerjasama regulator internasional yang telah dilakukan adalah International Medical Device Regulators Forum (IMDRF) dan Medical Device Single Audit Program (MDSAP).

IMDRF merupakan forum kerjasama regulator bidang peralatan medis yang membangun Global Harmonization Task Force on Medical Devices (GHTF) dan beranggotakan 10 negara Australia, Brazil, Kanada, China, Uni Eropa, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Forum ini berdiri sejak tahun 2012, dengan tujuan untuk mempercepat harmonisasi peraturan peralatan medis internasional serta membangun konvergensi GHTF. Saat ini terdapat 8 Working Grup yakni Adverse Event Terminology, Good regulatory Review Practices, Standards, Regulated Product Submission (RPS), Personalized Medical Devices, Clinical Evaluation, Cybersecurity dan In Vitro Diagnostics, dimana WG tersebut akan membuat standar, dokumen, prosedur dan program untuk selanjutnya disepakati sebagai dokumen bersama dan diadopsi sebagai peraturan nasional.

MDSAP diinisiasi oleh IMDRF dan beranggotakan 5 negara yakni Australia, Brazil, Kanada, Jepang dan Amerika Serikat, membuat pengakuan terhadap Organization Auditing (OA) atau audit pihak ketiga sesuai dengan persyaratan yang disepakai kelima negara tersebut. Dengan adanya MDSAP, maka tidak akan terjadi redudansi audit, waktu pelaksanaan audit menjadi lebih pendek, mengurangi beban dan biaya bagi industri serta memenuhi konsistensi dan transparansi.

Sesi informal kedua membahas mengenai prosedur penilaian kesesuaian dengan fokus pada Certificate of Free Sale (CoFS) serta studi kasus penerapan keberterimaan hasil penilaian kesesuaian. Afrika Selatan telah menerapkan CoFS yakni dokumen yang dikeluarkan oleh otoritas yang berkompeten yang menyatakan jika produk memenuhi persyaratan negara eksportir sehingga produk dapat ditemukan di pasar. CoFS dalam hal ini dapat dipandang sebagai suatu regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian pada perjanjian TBT.

Beberapa anggota WTO lain juga memaparkan presentasi mengenai Prosedur Penilaian Kesesuaian yakni Amerika Serikat  Impacts of leveraging international accreditation infrastructure in testing of children's products, Brazil - Acceptance of conformity assessment results: examples for consumer products regulated by Brazil's National Institute of Metrology Standardization and Industrial Quality (Inmetro), Uni Eropa - Examples of the acceptance of self-declaration of conformity in the European Union in the fields of machinery, electrical and radio equipment, dan IEC-Case studies on countries using and benefiting from the IEC global conformity assessment services.