Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Memperjuangkan Kelapa Sawit dan Kebijakan Halal Indonesia di Forum TBT WTO

  • Rabu, 20 November 2019
  • 3703 kali

Indonesia kembali membawa posisi Crude Palm Oil (CPO) di sidang regular komite TBT WTO pada tanggal 12-15 November 2019 di Jenewa, Swiss. Delegasi Republik Indonesia diketuai oleh Direktur Sistem Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN dengan anggota DELRI dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, BPJPH, dan PTRI Jenewa. Sidang diawali dengan pertemuan informal berupa thematic sessions yang merupakan ajang tukar informasi dan pengalaman dari masing-masing negara anggota. Thematic Session kali ini mengambil tema penggunaan standar sebagai referensi regulasi teknis dan update Infrastruktur mutu nasional dari masing-masing negara pemateri, termasuk Indonesia. Pertemuan formal berlangsung selama 2 hari dengan agenda 64 Specific Trade Concerns.

Dalam pertemuan sidang reguler komite TBT kali ini, Indonesia kembali mengangkat isu diskriminasi yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel melalui regulasi Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Act yang ditetapkan oleh Komisi Uni Eropa pada bulan Mei 2019. Regulasi yang akan menghilangkan impor palm oil sebagai bahan baku biofuel secara bertahap tersebut tentu akan menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Oleh karena itu, Indonesia menyampaikan bahwa penentuan kategori high risk ILUC dalam regulasi tersebut merupakan hambatan teknis perdagangan yang telah melanggar ketentuan non diskriminasi dalam GATT dan perjanjian TBT. 

Selain itu, Indonesia juga menyuarakan keberatan terhadap praktik pelabelan “palm oil free” yang marak dilakukan oleh industri di Uni Eropa. Indonesia dengan tegas menyampaikan bahwa praktik bisnis tersebut tidak sesuai dengan aturan Codex dan dapat menimbulkan kebingungan dimata publik. Indonesia berargumen bahwa belum terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa kelapa sawit dapat memberikan dampak tidak baik bagi kesehatan selama dikonsumsi dengan cara yang tepat.

Selain memperjuangkan kelapa sawit yang  merupakan primadona ekspor Indonesia, Indonesia juga mempertahankan posisi terhadap regulasi UU Jaminan Produk Halal serta pemberlakuan SNI Wajib Mainan Anak yang banyak disorot oleh negara anggota WTO lain. DELRI menyampaikan bahwa regulasi tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi hambatan teknis perdagangan namun mutlak sebagai alat untuk melindungi konsumen dan lingkungan. Di sela-sela pertemuan reguler, DELRI juga berkesempatan untuk melakukan pertemuan bilateral dengan sejumlah negara untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia antara lain dengan Malaysia untuk konfirmasi batasan formaldehida pada produk kayu lapis dan regulasi REACH yang diberlakukan oleh UE untuk kawasan Eropa, serta pencantuman informasi “country of origin” untuk produk pertanian dengan Negara Selandia Baru.

Sidang selanjutnya akan diselenggarakan pada bulan Februari 2020, dan Indonesia akan terus mengawal isu-isu baik ofensif maupun defensive untuk diperjuangkan dalam pertemuan TBT WTO di masa mendatang serta berpartisipasi dalam penyusunan pedoman pemilihan penilaian kesesuaian dalam regulasi teknis.