Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Ritel Modern Wajib Serap 25% Produk Pangan IKM Lokal

  • Kamis, 16 April 2009
  • 2982 kali
Kliping berita :

JAKARTA. Produk lokal harus menjadi tuan rumah di dalam negeri. Sebab itu, Departemen Perindustrian (Depperin) berencana meningkatkan volume penyerapan pangan lokal skala Industri Kecil dan Menengah (IKM) pada ritel modern naik menjadi 25%. Selama ini penyerapan usaha ritel pada produk IKM pangan lokal baru mencapai 10%.

Rencananya, kewajiban kenaikan penyerapan tertuang melalui regulasi sebagai upaya memperkuat dasar hukumnya. Depperin mempertimbangkan untuk memasukan aturan itu pada Peraturan Presiden (Perpres) Pasar Modern ataupun revisi peraturan menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53/2008.

"Saya akan melakukan kerjasama dengan perdagangan untuk meningkatkan volume produk lokal dari menjadi 25% dari yang diinstall di pasar modern. Dengan bentuk kebijakan affirmative policy," kata Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Depperin Fauzi Aziz, Selasa (14/4).

Depperin menilai kebijakan affirmative policy bakal lebih mendorong pemberdayaan sektor IKM makanan. Sebab, affirmative policy menjadi jaminan pemerintah yang mewajibkan ritel modern menyerap produk lokal dengan lebih banyak.

Hal ini merupakan kebijakan lanjutan dari Permendag Nomor 58/2008 tentang aturan impor produk tertentu. Setelah kebijakan pengetatan impor terbit maka peluang penguasaan pangsa pasar makanan lokal di pasar dalam negeri terbuka lebih besar.Berdasarkan data Depperin, pada 2008 IKM pangan tercatat berjumlah 18.064 unit usaha dengan nilai produksi Rp 182 miliar. Tenaga kerja yang terserap di sektor usaha ini tercatat sebanyak 57.438 orang.

"Sementara berdasarkan data Gappmi nilai omset makana dan minuman nasional sudah mencapai Rp 360 triliun per tahun. Bila dibandingkan nilai penjualan dan produksi IKM yang hanya Rp 182 miliar sangat kecil dan perlu ditingkatkan," kata Fauzi.

Selain itu, Fauzi mengakui persaingan pemasaran produk IKM pangan semakin ketat mengingat maraknya produk impor yang masuk ke Indonesia secara legal maupun ilegal, seperti masuknya makanan ringan dari Tiongkok, Malaysia, dan Thailand. "Masak di ritel modern seperti Carrefour ada keripik pisang impor dari Tiongkok atau Malaysia. Mestinya kan itu dari IKM dalam negeri," ujarnya.

Nah, untuk itu Fauzi menyatakan pemerintah perlu membantu IKM pangan lokal. Caranya, mulai dari permodalan, pemasaran hingga menerbitkan regulasi seperti kenaikan penyerapan di ritel modern. Saat ini, produk IKM pangan makin sulit bersaing dengan perusahaan besar ataupun produk impor.

Tujuan lain, kewajiban ritel modern menyerap produk IKM pangan akan mencegah terjadinya monopoli, dominasi atau tekanan ritel modern kepada IKM. Harapannya, kebijakan ini dapat berlaku mulai tahun ini hingga periode tertentu, misalnya satu sampai tiga tahun.

Meski begitu, Fauzi juga meminta IKM pangan meningkatkan standar dan mutu. Caranya, mengadopsi ketentuan Cara Produksi yang Baik atau good manufacturing practice (GMP) agar memperoleh Standar Nasional Indonesia (SNI) atau minimal setingkat dibawahnya, yakni produk industri rumah tangga (PIRT). Industri juga perlu melakukan upaya peningkatan daya saing dengan menggunakan strategi. Terutama yang berkaitan dengan kualitas, biaya produksi dan pengiriman.

"Akhir akhir ini perdagangan makanan mendapat hambatan dengan adanya berbagai isu tentang bahan bahan tambahan makanan yang berbahaya bagi kesehatan sehingga hal tersebut sangat mengganggu pasar makanan. Hal hal ini yang perlu diperhatikan IKM,"ujarnya.

Direktur Corporate Affairs PT Carrefour Indonesia Irawan D Kadarman menyatakan pihaknya asalkan sesuai dengan kebijakan pemerintah, peningkatan penyerapan produk sah sah saja. "Tapi kita juga perlu memperhatikan keinginan dari konsumen itu sendiri. Usaha ini dijalankan sesuai dengan keinginan konsumen,"ujarnya.

Oleh : Nurmayanti


Sumber :
Kontan.co.id
Rabu, 15 April 2009 | 08:42