Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SNI wajib 11 produk diberlakukan

  • Selasa, 08 September 2009
  • 3905 kali
Utilisasi produksi berpotensi naik

Kliping berita :

JAKARTA: Sebanyak 11 standar nasional Indonesia (SNI) mulai diberlakukan bertahap sejak pertengahan September hingga Desember tahun ini untuk melindungi kepentingan konsumen lokal dari peredaran produk berkualitas rendah.

Kesebelas produk yang masuk daftar pemberlakuan SNI wajib mulai September itu di antaranya baterai primer yang mencakup dua jenis produk, sepatu pengaman, dan produk berbasis melamin.

SNI untuk kakao bubuk akan diberlakukan pada November sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No.45/2009.

Adapun SNI tempe kedelai, tepung beras, susu bubuk cokelat, bubuk krimer (creamer powder), produk campuran kopi susu dan gula, hingga minuman susu fermentasi beraroma segera diberlakukan antara Oktober dan Desember 2009.

Kalangan produsen mengapresiasi langkah pemerintah mengimplementasikan SNI wajib tersebut untuk melindungi industri dan konsumen lokal. “Implementasi SNI wajib akan menekan masuknya produk nonstandar. Tentu saja semangat dari kebijakan ini sesuai dengan harapan kami,” kata Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies kemarin.

Dia menjelaskan SNI wajib tepung terigu yang mulai berlaku merupakan revisi dari SNI yang sebelummya tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 49/M-IND/PER/7/2008.

“Dengan selesainya revisi SNI terigu, seharusnya pemerintah bisa semakin mengawasi peredaran tepung terigu impor. Sebab, bisa saja tepung terigu impor nonstandar masih menyusup ke pasar lokal seiring dengan tren banjirnya produk industri nonstandar,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Aluisius Wayadanu mengatakan penerapan SNI wajib diharapkan akan kembali meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi (utilisasi), penjualan, dan harga kakao bubuk lokal.

“Kendati daya beli konsumen masih lemah, SNI ini seharusnya bisa berfungsi sebagai edukasi masyarakat untuk memilih produk berkualitas. Produk kakao nonstandar tentu akan dijual lebih murah, tetapi dari segi kesehatan tentu tidak akan ada jaminan,” katanya.

Kakao bubuk palsu
Menurut dia, ancaman industri kakao lokal saat ini muncul dari peredaran kakao bubuk palsu yang diproduksi baik oleh industri lokal maupun impor yang tidak berstandar.

Peredaran produk nonstandar menyebabkan utilisasi industri kakao lokal pada tahun ini diprediksi turun 50% atau hanya sekitar 35.000 ton per tahun dari kapasitas produksi terpasang 70.000 ton.

Setiap tahun, jelasnya, volume kakao bubuk palsu yang beredar terus meningkat. Kondisi ini terjadi sejak 2006. Hingga 2008, kakao bubuk palsu diprediksi mencapai 6.000 ton dari total impor sebesar 8.000 ton.

Kakao palsu tersebut diproduksi dari kulit kakao yang tidak memenuhi standar produk jadi. Produk impor tidak berstandar itu ternyata berasal dari Malaysia dan Singapura.

Kepala Badan Standarisasi Depperin Muhammad Najib menambahkan perusahaan yang memproduksi ataupun pengimpor kakao bubuk (pos tarif HS No. 1805.00.00.00) wajib mematuhi ketentuan SNI wajib yang dibuktikan dengan sertifikat produk penggunaan tanda SNI (SPPT-SNI) kakao bubuk.

Untuk memperoleh SPPT-SNI, jelasnya, produsen harus melakukan pengujian kesesuaian mutu produk sesuai dengan SNI pada setiap lot produksi kakao bubuk curah setiap 3 bulan. (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)

Oleh Yusuf Waluyo Jati


Sumber :
Bisnis Indonesia
Selasa, 08/09/2009, hal. i2





­