Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Industri elektronik, akankah jadi raja?

  • Rabu, 22 Juli 2009
  • 2463 kali
Kadin: Pengembangan basis digital harus segera dimulai

Kliping berita :

Di tengah krisis ekonomi yang memperlemah sendi-sendi perekonomian global, Indonesia rupanya tidak mau menyerah untuk meraih ambisi menjadi raja di pasar domestik.

Pada 2015, Indonesia ditargetkan mampu mencapai peningkatan ekspor elektronik dua kali lipat dibandingkan dengan kondisi 2005, dari US$7,69 miliar menjadi US$15 miliar.

Penguasaan pasar domestik pada tahun itu harus bisa menembus 75% terhadap produk impor. Untuk mencapai target itu, nilai investasi harus ditambah hingga US$2 miliar.

Sejauh ini, pangsa pasar elektronik di dalam negeri sejak 5 tahun terakhir terus-menerus menciut, meskipun pada saat bersamaan permintaan pasar elektronik lokal selalu tumbuh rerata 10% secara konsisten setiap tahun.

Data Gabungan Elektronik (Gabel) mencatat pada 2004 pangsa pasar lokal terhadap total konsumsi Rp16,7 triliun mencapai 51% atau sekitar Rp8,5 triliun. Namun, sayangnya, rasio lokal (penguasaan pangsa produk lokal di pasar dalam negeri) terus-menerus menciut. Pada 2007, rasio lokal bahkan hanya tersisa 29% dengan nilai Rp8 triliun dari total konsumsi nasional sebesar Rp27,6 triliun.

Kendati terjadi peningkatan penjualan, pangsa pasar lokal hanya mampu menguasai 34% senilai Rp9,8 triliun dari total konsumsi Rp28,9 triliun pada 2008.

Pada tahun ini, pangsa pasar produk lokal bahkan belum mampu menyamai rasio pada 2004 sebesar 51%, atau hanya berkisar 40% dengan nilai Rp12,7 triliun dari total omzet domestik yang menembus Rp31,8 triliun.

Serbuan impor
Ketua Gabel Ali Soebroto Oentaryo menjelaskan kecilnya penguasaan pasar domestik selama ini akibat derasnya arus masuk barang-barang impor baik yang legal maupun ilegal.

Pada sisi lain, bidang-bidang usaha yang digarap di sektor elektronik tak terbatas sekadar produk elektronik konsumsi yang meliputi audio/video (radio kaset, rekorder, VCD, televisi), peralatan listrik untuk rumah tangga (rice cooker, blender, mesin cuci, kulkas, AC/penyejuk ruangan), lampu listrik dan baterai kering.

Ruang lingkup industri elektronik juga mencakup subsektor elektronik untuk bisnis/industri seperti mesin kantor, peralatan kontrol, medis hingga optik, dan industri berbasis komponen (komponen elektronik pasif dan aktif).

Selain pengawasan yang longgar, besarnya impor produk elektronik juga dipicu adanya disharmonisasi tarif bea masuk (BM).

Untuk menggerakkan dan meningkatkan daya saing industri di dalam negeri, BM bahan baku dan komponen seharusnya lebih rendah dibandingkan dengan BM produk rakitan (semifinished) dan produk jadi. Kenyataannya, tarif BM bahan baku elektronik justru lebih tinggi daripada produk yang lebih hilir.

Menurut deskripsi Gabel, tarif BM untuk produk lemari es ukuran sampai 230 liter mencapai 20% ditambah PPN. Jika diperinci, BM engsel untuk kulkas mencapai 20%, screw 15%, heater 15%, motor 10%, evaporator 5%.

Namun, BM untuk produk kulkas setengah jadi/terurai (semi knock down/SKD), dikenai BM tak lebih dari 5% ditambah PPN. Dengan adanya kesepakatan perdagangan bebas Asean (Asean Free Trade Area/FTA), bea masuk produk jadi justru dihapuskan sesuai skema CEPT (common effective preferential tariff).

Disharmonisasi tarif tersebut menyebabkan perusahaan-perusahaan elektronik dalam negeri lebih memilih impor produk jadi. Apabila keadaan tersebut dibiarkan terus terjadi, penyerapan angka tenaga kerja baru tidak akan bertambah, padahal sektor elektronik merupakan industri yang sangat strategis mendorong peningkatan tenaga kerja.

Besarnya BM untuk bahan baku/komponen yang belum mampu diproduksi di dalam negeri seharusnya memberi peluang bagi industri komponen elektronik lokal tumbuh berkembang.

Namun, sampai sekarang tingkat kandungan lokal (TKDN) bahan baku hanya berkisar 40%, sementara bahan baku utama seperti kompresor, motor, plastik, tembaga, dan baja masih diimpor.

Basis digital

Untuk mengurangi kemerosotan pasar elektronik domestik akibat membanjirnya produk impor, pengusaha masih berupaya keras mencari berbagai terobosan agar daya saing dan pembangunan basis industri elektronik dapat terintegrasi dengan baik.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Riset dan Teknologi Rachmat Gobel menerangkan industri di dalam negeri harus bisa secara terintegrasi menerapkan konsep produk baru berbasis digital.

Untuk itu, pemerintah diharapkan bisa memberikan stimulus pajak (PPh badan) bagi investasi teknologi baru berbasis digital sehingga industri pendukungnya bisa ikut berkembang.

“Industri elektronik berbasis digital merupakan produk yang bernilai tambah sangat tinggi. Karena itu, perkembangannya harus didukung semua pihak,” jelasnya.

Berdasarkan catatan Departemen Perindustrian, produk-produk elektronik berbasis digital saat ini masih diimpor seperti televisi di atas 29 inci, televisi plasma/LCD, mini compo DVD, kulkas di atas 250 liter, AC di atas 1,5 PK, serta mesin cuci otomatis.

Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi menerangkan dari sisi teknologi, sinergi riset antara lembaga litbang dan perguruan tinggi harus dikembangkan agar ketergantungan lisensi dan teknologi dari prinsipal terutama desain dan teknologi produk bisa dikurangi.

Rachmat juga menekankan pentingnya standar mutu dan keamanan produk untuk menghambat penyelundupan. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan mengadopsi standar global, kata dia, implementasinya harus dipercepat.

“Pengetatan pengawasan barang beredar juga harus konsisten. Impor hanya bisa dilakukan oleh importir terdaftar (IT) dengan lisensi para prinsipal yang mengacu pada ketentuan Menteri Perdagangan,” katanya.

Terlebih, dengan potensi pasar yang sangat besar, bahan baku yang melimpah dan tenaga kerja terampil yang memadai, serta stabilitas politik yang cukup baik, Indonesia masih memiliki daya pikat untuk menarik investasi baru.

“Memang tantangan ke depan tidak mudah. Banyak problem yang harus dibereskan. Namun, saya optimistis jika ada sinergi antara pemerintah dan dunia usaha, industri elektronik akan menjadi tuan di rumah sendiri,” katanya. (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)

Oleh Yusuf Waluyo Jati
Wartawan Bisnis Indonesia

Sumber :
Bisnis Indonesia Online
Selasa, 21/07/2009

URL:
http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/industri/1id128746.html