Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

'Pasar bebas Asean-China tak ganggu industri semen'

  • Selasa, 21 Juli 2009
  • 2236 kali

Kliping Berita

JAKARTA: Kinerja industri semen nasional diprediksi tidak terganggu oleh implementasi harmonisasi tarif dalam kerangka kesepakatan pasar bebas Asean-China Free Trade Agreement (AC-FTA) yang berlaku efektif mulai 2010.


Kondisi itu berbeda dengan tujuh sektor manufaktur lain di antaranya industri pertekstilan, besi dan baja, petrokimia, hingga alas kaki dan barang kulit, yang diperkirakan mengalami opportunity loss dari pasar domestik hingga Rp35 triliun per tahun akibat implementasi kesepakatan tersebut.

Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Urip Timuryono menerangkan selama ini industri semen nasional telah mampu menyiasati rendahnya tarif bea masuk [BM] produk semen sehingga tidak akan merusak konstelasi pasar di dalam negeri. Arus semen impor secara besar-besaran yang menjadi kekhawatiran selama ini ternyata tidak pernah terjadi.

“Meskipun nantinya pasar bebas Asean-China diimplementasi, industri semen tidak khawatir atas dampak impor yang ditimbulkannya. Dihapuskannya BM produk semen yang selama ini sudah berlaku, ternyata tidak memicu arus semen impor, bahkan semen impor bisa dikatakan tidak ada sama sekali,” katanya kepada Bisnis pekan lalu.

Kompetitif

Tidak adanya semen impor yang masuk ke pasar domestik, jelasnya, terkait dengan beberapa faktor yakni harga semen di dalam negeri lebih kompetitif dibandingkan dengan harga semen impor dari kawasan regional Asean dan China.

“Banjir impor semen besar-besaran asal China pascapelaksanaan Olimpiade di Beijing ternyata tidak terbukti,” katanya.

Menurut dia, apabila China memaksakan diri mengekspor semen ke pasar Asean dan Indonesia, mereka justru akan terbebani ongkos angkut yang cukup besar. Selain itu, pemerintah telah memiliki standar mutu berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk membendung masuknya impor semen nonstandar ke pasar domestik.

“Semen itu kan barang bulky [berat] sehingga dibutuhkan biaya angkut yang besar pula. Meskipun BM semen dihapuskan, produk semen China tetap tidak akan bisa bersaing di pasar domestik,” kata Urip.

Menurut dia, persoalan yang justru mengganggu industri semen di dalam negeri adalah adanya tekanan sebagian konsumen di sektor properti yang mendesak harga semen di dalam negeri untuk diturunkan.

ASI, terangnya, juga keberatan atas tudingan terjadinya kartel harga (penetapan harga oleh beberapa produsen) di pasar domestik. “Kalau memang bisa dibuktikan, kami siap memikul risikonya. Sejauh ini, penentuan harga dilakukan secara fair. Jika harga semen di pasar domestik dinilai lebih mahal, silakan saja mereka impor. Toh, tidak dikenakan BM oleh pemerintah,” jelasnya.


Oleh Yusuf Waluyo Jati
Sumber : Bisnis Indonesia, Selasa, 21 Juli 2009 Hal. i2