Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Upayakan Peningkatan Sitasi SNI di Kalangan Sivitas Akademis

  • Jumat, 12 Juli 2019
  • 4117 kali

Berdasarkan data pengguna layanan Perpustakaan BSN semester I tahun 2019, persentase pemanfaatan SNI tertinggi didominasi oleh pelaku usaha mencapai 69% (1.309 pengguna). Sementara itu, pemanfaatan SNI di kalangan sivitas akademis ternyata baru mencapai 10% (147 pengguna). Jika merujuk pada data BPS tahun 2018 mengenai jumlah mahasiswa di Indonesia yang mencapai 7,9 juta dan tenaga pendidikan mencapai 290 ribu, tentu angka pemanfaatan SNI oleh kalangan akademis masih sangat minim.

Melihat fakta tersebut, Perpustakaan BSN melakukan berbagai upaya agar pemanfaatan SNI di kalangan sivitas akademis dapat ditingkatkan, diantaranya melalui kegiatan literasi informasi standardisasi. Bekerjasama dengan Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Perpustakaan BSN menyelenggarakan acara bertajuk “Sosialisasi dan Diskusi Ilmiah Peran Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Menuju Era Revolusi Industri 4.0” pada Jumat, 12 Juli 2019 bertempat di Discussion and Meeting Room Perpustakaan UMS. Acara ini menghadirkan narasumber dari BSN diantaranya Dra. Sri Rahayu Safitri, Minanuddin, M.Hum., dan Muhammad Bahrudin, S.Hum.

Acara dibuka oleh Kepala Perpustakaan UMS, Mustofa, SE., yang menyampaikan sambutan baiknya atas kehadiran tim BSN untuk memberikan sosialisasi bagi kalangan sivitas akademis di lingkungan UMS.

“Kami di UMS menyadari bahwa pemanfaatan dokumen SNI sebagai referensi ilmiah masih minim baik oleh mahasiswa maupun tendik (tenaga pendidikan, -red). Namun demikian, sejak ada SNI Corner di Perpustakaan UMS, animo pengunjung Perpustakaan UMS terkait informasi SNI sebenarnya semakin meningkat dibuktikan dengan statistik pengunjung pada layanan SNI Corner ini. Tetapi, kami di Perpustakaan UMS, khususnya para pustakawan juga perlu dibekali pengetahuan mengenai SNI dan standardisasi secara umum agar dapat menyampaikan informasi yang lebih valid kepada para pengguna”, ungkap Mustofa dalam sambutannya.

Kiri-Kanan: Mustofa, SE., Dra. Sri Rahayu Safitri, Minanuddin, M.Hum dan Muhammad Bahrudin, S.Hum.

Sri Rahayu Safitri dalam paparannya menyampaikan bahwa selama beliau menjadi konsultan di layanan informasi BSN, pengguna di kalangan akademis memang masih kurang, tetapi mereka yang hadir dan konsultasi sebagian besar adalah para mahasiwa yang tengah menyusun karya ilmiah dan juga mereka yang tengah menyusun proyek-proyek kewirausahaan terkait dengan standar-standar produk.

Sementara itu, Minanuddin, Kepala Bagian Layanan Informasi dan Perpustakaan BSN mengungkapkan bahwa berbagai sumber informasi standardisasi yang ada BSN dapat dimanfaatkan oleh segenap sivitas akademis di UMS, mulai dari SNI, jurnal standardisasi, jurnal instrumentasi, koleksi referensi dan publikasi lainnya yang dihimpun dalam repositori BSN.

“Untuk mendapatkan informasi seputar topik standardisasi secara mudah dan cepat, mahasiswa maupun dosen perlu untuk tahu dan mengeksplor portal-portal informasi yang dimiliki oleh BSN seperti portal SISPK, portal Perpustakaan BSN, Akses SNI, dan jurnal-jurnal yang dihasilkan oleh BSN. Selain itu, BSN juga mempunyai akses terhadap database elektronik standar lain seperti ISO, IEC dan ASTM yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas melalui mekanisme PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak, -red). Apalagi untuk kalangan akademis dan pakar dikenakan tarif khusus sehingga bisa lebih terjangkau”, terang Minanuddin.

Narasumber selanjutnya, Muhammad Bahrudin, Pustakawan BSN menyampaikan paparannya terkait pemanfaatan standar dalam konteks Society 5.0 sebagai referensi akademis. Menurutnya, istilah revolusi industri 4.0 dewasa ini sangat marak dibicarakan dalam berbagai forum seminar dan diskusi.

“Hari ini kita dihadapkan pada perkembangan dunia yang tak lagi linier, semua bergerak secara eksponensial utamanya terkait perkembangan teknologi. Ada yang menyebut hari ini adalah era disrupsi. Sebagai masyarakat akademis, kita tentu sadar bahwa begitu banyak model bisnis baru yang muncul belakangan ini. Contoh besar misalnya GOJEK, perusahaan yang awalnya bergerak dalam sektor transportasi tetapi tidak memiliki satupun armada dan fakta menariknya adalah valuasi perusahaan ini 12 kali valuasi Garuda Indonesia”, papar Muhammad.

Contoh lain terkait disrupsi misalnya di dunia perbankan, profesi seperti teller, analis kredit dan resepsionis akan hilang dan digantikan dengan berbagai aplikasi fintech (financial technology). Perkembangan dunia yang serba mengedepankan aspek teknologi ini akan berimbas pada tatanan sosial masyarakat. Hingga kemudian, pada Januari 2019, Jepang meluncurkan roadmap yang lebih humanis, dikenal dengan super-smart society atau Society 5.0 yang tidak hanya menjadikan manusia sebagai obyek tetapi berperan aktif sebagai subyek yang berinteraksi dengan teknologi guna mencapai tujuan.

“Terkait dengan hal itu, tim pustakawan BSN melakukan kajian mengenai SNI apa yang relevan dengan 3 unsur utama konsep Society 5.0 ini yaitu comfort, vitality dan high-quality lives. Ternyata hasil kajian menemukan bahwa kita punya cukup banyak standar yang relevan dan itu perlu kita ketahui untuk menjadi referensi di ranah akademis”, lanjut Muhammad.

Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan SNI di kalangan akademis, tim pustakawan BSN juga melakukan kajian mengenai korelasi SNI dengan rumpun ilmu pendidikan tinggi di Indonesia dan hasilnya bahwa sebagian besar SNI yang tersedia saat ini dapat digunakan dan relevan sebagai referensi sesuai dengan rumpun bidang ilmu pendidikan tinggi. Hal ini tentunya dapat meningkatkan sitasi SNI bagi karya-karya ilmiah, baik mahasiswa maupun dosen. Ke depan, harapannya adalah bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa dapat lebih tepat guna dan implementatif karena memanfaatkan referensi dokumen SNI yang relevan. (LIP-HKLI)