Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Siomay Ikan, Stunting dan SNI

  • Selasa, 30 April 2019
  • 7496 kali

Siomay Ikan, SNI dan Stunting

 

‘’Usaha siomay saya ini awalnya karena kebiasaan dan hobi saya mengisi waktu luang serta sayang anak, daripada jajan sembarangan di luar, yang belum tentu aman dan sehat, lebih baik saya buat sendiri. Yang saya buat waktu itu siomay ikan tenggiri karena disamping enak dan sehat juga disukai oleh keluarga saya. Sampai akhirnya sekarang siomay ikan tenggiri, Chipsy menjadi usaha sampingan selain mengurus rumah tangga saya dengan mempekerjakan 6 karyawan.’’ cerita Dewi Isabella pemilik Siomay Chipsy Ikan Tenggiri ber-SNI di acara Capacity Building Pembina UMKM oleh Badan Standardisasi Nasional di Jakarta (24/04).

 

‘’Dulu saat awal masihrumahan, semakin berkembang, dan akhirnya dengan pendampingan dari BSN dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dapat meraih sertifikasi SNI.’’ terang Dewi. ‘’Manfaat yang saya dapat adalah saya sendiri dan pelanggan saya jadi menjadi yakin dan percaya bahwa produk siomay ikan tenggiri yang saya buat aman, lolos uji SNI dan terbuat dari bahan baku yang berkualitas.’’

 

1 dari 3 Balita Indonesia Derita Stunting

 

Cerita di atas adalah sisi lain dari kekuatan kasih sayang seorang Ibu atau the power of emak-emak yang dapat menjadi solusi atas salah satu persoalan penting bangsa ini yakni Stunting, kata yang akhir akhir ini santer di telinga kita. Stunting sebagaimana dikutip dari situs Kementerian Kesehatan adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek atau mengalami malnutrisi karena diakibatkan minim asupan gizi terutama di 1000 hari pertama balita.

 

Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. Tingginya prevalensi stunting dalam jangka panjang akan berdampak pada kerugian ekonomi bagi Indonesia.

 

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi oleh Kemenkes RI tahun 2016, 1 dari 3 balita di Indonesia menderita stunting. Angka pravelensi sebesar 27,5% atau lebih tinggi dari standar WHO sebesar 20%. Terdapat 14 provinsi yang memiliki angka stunting di atas angka nasional atau lebih parah.

 

Dengan kondisi ini Indonesia menempati urutan ke-2 di ASEAN setelah Laos dan urutan ke-5 di dunia, negara dengan tingkat stunting tertinggi.

 

Gemar Makan Ikan Solusi Atasi Stunting

 

Menteri KKP RI, Susi Pujiastuti, dalam salah satu kicauannya di akun twitter (9/04) menyampaikan bahwa ada hubungan antara provinsi yang konsumsi ikannya rendah angka stuntingnya tinggi. Hal ini salah satunya diperkuat dengan hasil kajian dari Fakultas Kedokteran UNDIP tahun 2017 yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara konsumsi ikan dan status ekonomi terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5 tahun.

 

Maka dari itu, KKP mulai tahun 2016 mengkampanyekan GEMARIKAN (Gemar Memasyarakatkan Makan Ikan) secara nasional, tujuannya satu meningkatkan angka konsumsi ikan per kapita secara nasional.

 

Indonesia meski negara maritim, hasil lautnya melimpah, tapi angka konsumsi ikan per kapita masih rendah yakni kurang dari 50 kg per kapita kalah dengan Malaysia (70 kg per kapita) dan Singapura (80 kg per kapita), apalagi Jepang (140 kg per kapita).

 

Padahal diketahui bersama bahwa ikan kaya protein, mikronutrisi, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan. Gizi ikan kaya dengan Omega 3 yang bagus untuk meningkatkan IQ, antioksidan, mengurangi resiko kanker, resiko kanker, resiko penyakit jantung, resiko stroke, resiko radang sendi, resiko penyakir alzheimer, resiko depresi. Kandungan gizi lainnya yaitu protein, asam lemak, karbohidrat, vitamin A, B6, B12, D, Yodium, Zat besi, selenium, seng, fluor dan kalsium.

 

Menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) BPS, protein ikan memberikan kontribusi terbesar dalam kelompok sumber protein hewani sekitar 57,2% dibanding daging, telur dan susu.

 

Selain itu, ikan dapat diterima oleh semua agama dan sudah terjamin kehalalannya, berbeda dengan daging ayam dan sapi, yang untuk sertifikasi halalnya harus didukung dengan keberadaan rumah potong hewan tersertifikasi halal yang masih langka. Data LPPOM MUI tahun 2013 saja dari 700 RPH di Indonesia baru 120 yang tersertifikasi halal (17.14%).

 

Dukungan SNI untuk Produk Olahan Ikan

 

Guna meningkatkan angka konsumsi ikan, selain menjaga pasokan ikan dan keterjangkauan harga ikan, juga dibutuhkan inovasi produk olahan ikan. Inovasi produk olahan ikan untuk meningkatkan selera makan ikan masyarakat, terutama anak-anak yang dalam masa pertumbuhan.

 

Menjamin aspek keamanan dan mutu produk olahan ikan, Badan Standardisasi Nasional bersama KKP bekerja sama dari hulu sampai hilir, dari pengembangan Standar Nasional Indonesia, pengembangan kompetensi lembaga penilaian kesesuaian seperti laboratorium uji dan lembaga sertifikasi produk, sampai pendampingan pelaku usaha terutama UMKM dalam penerapan dan sertifikasi SNI.

 

 

Melalui Komite Teknis SNI 65-05 Produk Perikanan sudah dirumuskan dan ditetapkan sekitar 518 SNI, diantaranya 39 SNI produk olahan ikan beku, 23 SNI Produk olahan ikan kering, 2 SNI Produk olahan ikan rebus, 2 SNI Produk olahan ikan fermentasi, 6 SNI produk olahan ikan segar dan dingin, 8 SNI produk olahan ikan kaleng, 6 SNI produk berbasis lumatan ikan atau surimi, 3 SNI minyak hati ikan dan sisanya SNI metode pengujian dan alat tangkap ikan. Komtek SNI 65-05 tahun 2018 berhasil meraih Herudi Technical Committee Award dari BSN.

 

BSN bersama dengan tenaga pendamping mutu dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Balai Besar Pengujian dan Penerapan Hasil Perikanan telah berhasil membina beberapa UMKM produk olahan ikan, diantaranya bandeng presto, otak-otak, abon ikan lele, bakso ikan, pempek ikan rebus beku, kerupuk ikan dan siomay ikan.

 

BSN bersama KKP pun rajin mempromosikan produk UMKM olahan ikan, puncaknya tahun lalu melalui Pemecahan dua rekor MURI dalam saktu kurang dari 1 bulan, yaitu Rekor MURI Penyajian Bakso Ikan Ber-SNI Terbanyak di Jakarta dan Rekor MURI Penyajian Pempek Ber-SNI Terbanyak di Palembang. KKP melalui Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan hampir tiap tahun mendampingi UMKM olahan ikan untuk mengikuti SNI Award.

 

Jadi kembali ke Siomay Ikan Chipsy sebagai satu-satunya Siomay Ikan ber-SNI beralamat di Kebon Jeruk, Jakarta. Siomay Chipsy sudah mengantongi sertifikat SNI 7756:2013 Siomay Ikan. SNI ini mengatur kadar air, abu, protein, dan lemak, serta membatasi cemaran baik mikroba maupun logam berat. Tunggu apalagi bisa dipesan melalui GoFood, GrabFood, Bukalapak dan Tokopedia atau langsung ke website di http://www.siomaychipsy.com/

 

Tunggu apalagi, mari GEMARIKAN Gemar makan ikan, jangan karena takut ditenggelamkan Bu Susi Menteri KKP, tapi takutlah anak cucu kita kekurangan gizi, stunting dan tenggelam kalah saing dengan anak cucu bangsa lain. (klt_plg)