Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pupuk organik akan distandardisasi

  • Jumat, 13 Maret 2009
  • 4881 kali
10 Kota basis proyek pengolahan sampah

Kliping berita :

JAKARTA: Pemerintah akan memberlakukan standardisasi pembuatan pupuk organik yang akan dibuat oleh usaha menengah kecil dan mikro sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.

Juru bicara Departemen Pertanian Syukur Iwantoro menuturkan Deptan tengah merumuskan standardisasi terhadap pembuatan pupuk organik tersebut.

"Saat ini standardisasi pembuatan pupuk itu sedang dirampungkan. Diharapkan tahun ini sudah dapat diselesaikan," tuturnya di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, tujuan diberikannya standardisasi pada pembuatan pupuk organik ini agar pupuk yang dihasilkan berkualitas. "Saat ini terbukti penggunaan pupuk organik justru lebih memaksimalkan peningkatan produksi pangan," ujarnya.

Dia mencontohkan dari hasil evaluasi, pemberian pupuk organik sebesar 500 kilogram per hektare mampu meningkatan produksi beras 15%-22%.

Syukur menyatakan pemakaian pupuk organik terbukti lebih cepat mengembalikan kesuburan tanah. Dia menambahkan hal tersebut akan dicoba pada perkebunan sawit.

Syukur mengatakan untuk program jangka pendek, Deptan melakukan sosialisasi untuk mendorong penggunaan pupuk organik. Selain itu, katanya, pemerintah memberikan bantuan berupa mesin pembuat pupuk organik kepada kelompok petani.

Belum lama ini, dalam kunjungan kerja di sejumlah wilayah di Sumatra, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mendorong para petani untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan pupuk kimia.

"Coba untuk membuat pupuk organik dari bahan sampah dan kotoran ternak yang ada di sekeliling. Manfaatnya besar dan murah," imbaunya.

Proyek pengolahan

Sementara itu, Kementerian Negara Koperasi dan UKM diketahui mulai tahun ini mengembangkan proyek pengolahan sampah menjadi industri pupuk organik berbasis koperasi sedikitnya di 10 kota Indonesia.

I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UMKM Kementerian Koperasi dan UKM, mengatakan koperasi tersebut berasal dari berbagai daerah yang telah mengajukan bantuan pengadaan mesin pengolah.

"DPR bahkan telah mendukung pengembangan program pengolahan sampah oleh koperasi menjadi komoditas berguna bagi petani," kata I Wayan Dipta belum lama ini.

Kabupaten Bangli (Bali) dan Malang (Jawa Timur) telah menjadi pilot project pengolahan sampah masyarakat menjadi pupuk kompos yang difasilitasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM.

Kedua koperasi pengelola di kedua kota itu, yakni Bangli dan Malang, berhasil meraih pendapatan Rp28 juta per bulan.

Koperasi di daerah lain, khususnya koperasi pasar, menunjukkan minatnya dan banyak mengajukan bantuan untuk pengadaan mesin.

Namun, kata Wayan, permintaan tersebut tidak segera dipenuhi karena masih ada aspek lain yang harus dipenuhi koperasi. Misalnya, kapasitas sampah di daerah itu minimal sebanyak 5-10 ton per hari.

Sebelumnya, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) berencana menggandeng investor untuk pembangunan pabrik pupuk organik di Jawa Timur. Ini sebagai upaya memenuhi target produksi pupuk organik sebesar 450.000 ton per tahun.

Direktur Utama PT Pusri Dadang Heru Kadri mengatakan sejumlah investor telah menyatakan minat untuk mendirikan pabrik pupuk organik. Bahkan, sejak program itu ditawarkan hingga akhir Desember 2008 sudah ada puluhan investor yang berminat dengan lisensi Pusri. "Ini fenomena menarik bagi Pusri dengan melihat respons cukup besar dari para investor," kata Dadang.

PT Petrokimia Gresik tahun depan akan meningkatkan produksi pupuk organik hingga menjadi sekitar 50.000 ton dari 3.000 ton tahun ini menyusul meningkatnya permintaan.

"Peminat pupuk organik cukup tinggi. Di Sumut sendiri, permintaan pupuk itu tidak terpenuhi," kata Kabag Penjualan Pupuk Wilayah Sumut PT Petrokimia Gresik, Joko Utomo, belum lama ini.

Permintaan pupuk organik di Sumut mencapai 500 ton per bulan sehingga dalam 1 tahun bisa dijual 6.000 ton. (Martin Sihombing) (diena.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Diena Lestari

Sumber :
Bisnis Indonesia
Jumat, 13/03/2009