Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Membangun Kepercayaan Melalui Standar

  • Minggu, 25 September 2016
  • 1758 kali

Bulan Oktober dan November merupakan bulan yang sangat penting bagi Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Pada tanggal 14 Oktober, terdapat Hari Standar Dunia. Kemudian di bulan November terdapat bulan mutu nasional yang sudah diperingati sejak tahun 1991. Dalam rangkaian dua acara tersebut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) akan menyelenggarakan pameran Indonesia Quality Expo (IQE) 2016 yang akan berlangsung mulai tanggal 8-11 November 2016 di Plasa Perindustrian Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, dengan berfokus pada manajemen risiko. “Kalau IQE tahun lalu, kita mengangkat bagaimana implementasi standar untuk keamanan. Kalau sekarang lebih preventif lagi, arahnya ke manajemen risiko,” ungkap Kepala Badan Standardisasi Nasional, Bambang Prasetya saat menjadi narasumber dalam program acara “Top Stock” yang ditayangkan oleh IDX Channel pada Jumat, 23 September 2016.

 

Saat ini, mau tidak mau, Indonesia sama halnya dengan negara lain sudah memasuki globalisasi dan perdagangan bebas. Bahkan, Cina telah mencanangkan ingin mewarnai standar dunia dengan standar mereka di tahun 2025. Maka tidak mengherankan kalau era saat ini dikatakan era perang standar.

 

Menurut Bambang, ada 3 langkah yang dapat ditempuh Indonesia untuk ikut berperan dalam perkembangan standar internasional. Pertama, Indonesia dapat menyusun standar-standar yang dapat diusung menjadi standar internasional. Saat ini ada 7 SNI yang menjadi standar internasional, khususnya kebanyakan di bidang standar pangan / codex. Kemudian, delegasi Indonesia juga dapat menduduki posisi strategis dalam kesekretariatan standar internasional, contohnya dalam technical management board. Kemudian yang terakhir, Indonesia dapat mengadopsi standar internasional secara selektif untuk dijadikan Standar Nasional Indonesia. “Misalnya standar-standar yang terkait dengan manajemen, keamanan informasi, manajemen risiko, kita adopsi identik dari standar internasional,” jelasnya.

 

 

Tahun ini, BSN telah menetapkan SNI ISO 31004:2016 mengenai manajemen risiko. Harapannya, penerapan SNI ini dapat lebih melancarkan semua tujuan, goals, yang dimiliki oleh semua sektor industri dengan lebih terperinci.

 

“Pada prinsipnya, kalau kita bicara mengenai manajemen risiko, sistim manajemen risiko ini ada di semua sektor. Artinya ada standar manajemen risiko yang dapat memudahkan semua pelaku usaha dalam pengelolaan risikonya, semua industri baik produk maupun jasa,” jelas Anggota Komite Teknis 03-10 Manajemen Risiko, Mohammad Mukhlis yang juga menjadi narasumber di kesempatan yang sama.

 

SNI manajemen risiko merupakan standar generik bisa menjadi rujukan bagi semua perusahaan di sektor apapun. Salah satu substansi manajemen risiko adalah harus membangun awareness, membangun policy, kemudian melakukan identifikasi risiko yang ada dalam perusahaannya kemudian memitigasi bagaimana treatmennya, dan yang paling penting, dilakukan secara konsisten, memonitoring bagaimana perkembangan risiko ini. “Dengan memonitoring perkembangan risiko secara konsisten, perusahaan akan tahu profil risiko di setiap tahun akan seperti apa,” jelas Mukhlis.

 

Dalam komisi teknis manajemen risiko diwakili dari beberapa institusi, temasuk dari Bursa Efek Indonesia (BEI). “Pada prisipnya, BEI sangat support untuk mendukung, bukan hanya standar manajemen risiko, tapi juga standar-standar lainnya. Semaksimal mungkin BEI akan berkontribusi untuk mensuport program-program dari BSN,” ujar Mukhlis yang juga selaku head of management project IT di Bursa Efek Indonesia.

 

Tidak dapat dipungkiri, standar adalah tolak ukur mutu di era MEA. “Standard build trust,” ujar Bambang. Maka, di penghujung acara, Bambang Prasetya menghimbau masyarakat serta para pelaku usaha untuk meningkatkan penerapan standar dengan baik. (ald-Humas)