Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Membawa Isu Tobacco (Kretek) dan Kebijakan Ilegal Fishing AS dalam Sidang Komite Technical Barrier to Trade, Jenewa 14-16 JUNI 2016

  • Senin, 20 Juni 2016
  • 2390 kali

Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan yang penting di dunia. Produk tembakau utama yang diperdagangkan adalah daun tembakau, termasuk rokok. Industri tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi, sehingga bagi beberapa negara, termasuk Indonesia, industri ini menjadi salah satu sumber devisa yang menunjang perekonomian nasional. Sumber penerimaan pemerintah berasal dari pajak penjualan tembakau dan cukai penjualan rokok. Tembakau juga menjadi sumber pendapatan petani dan membuka lapangan kerja masyarakat.

 

Tanaman tembakau sendiri ditemukan di hampir seluruh negara di dunia. Menurut laporan terbaru yang dikeluarkan Food and Agriculture Organization (FAO), bahwa sekitar 100 negara tercatat sebagai penghasil tembakau diantaranya China, Zimbabwe, Malawi dan Argentina. Perkembangan bisnis tembakau yang pesat sendiri mengundang kontroversi, seiring dengan peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan lingkungan. Negara-negara dunia berlomba-lomba untuk membuat kebijakan yang sangat ketat untuk melindungi masyarakatnya yang berakibat terganggunggunya akses pasar  ke sejumlah negara tujuan ekspor salah satunya UE untuk produk tembakau (rokok kretek) yang merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia. Dalam mempertahankan eksistensi Indonesia tersebut, melalui forum Komite TBT WTO Indonesia melakukan protes kepada pihak UE karena dinilai melanggar ketentuan TBT dengan menerapkan aturan yang sifatnya restrictive than necessary yaitu menetapkan batasan characterizing falavor sebesar 3% atau lebih dan dikecualikan sampai dengan tanggal 20 Mei 2010. Kebijakan ini tentunya berdampak cukup signifikan bila diterapkan oleh UE apalagi Pemerintah Presiden Jokowi telah menegaskan bahwa harus ada upaya mengedepankan kepentingan nasional dalam mengantisipasi munculnya kasus-kasus perdagangan yang merugikan Indonesia.

 

Selain isu kretek, Pada pertemuan bilateral Indonesia  juga membawa kasus illegal fishing yang merupakan kebijakan AS. Kebijakan ini apabila diterapkan cukup mengganggu nelayan kecil di Indonesia yang notabene sulit melakukan ekspor ke AS karena tidak comply dengan kebijakan tersebut.  Indonesia mempertanyakan dasar pertimbangan bagi AS dalam menentukan produk ikan sebagai risk species, meminta AS untuk memberikan list of fish product classiefied as risk species karena hal ini berdampak besar terhadap produk ikan Indonesia yang juga termasuk pada klasifikasi dimaksud serta Catch Certification Scheme Requirement termasuk bagaimana prosedur untuk menentukan zona penangkapan sebagaimana hal ini harus dipenuhi sebelum produk ikan masuk ke pasar AS.

 

Kedua kasus tersebut diatas merupakan langkah tepat bagi Indonesia untuk lebih aktif (ofensif) dalam forum dimaksud. Posisi defensif Indonesia juga sampai saat ini masih dipertanyakan oleh Kanada, Jepang, AS, EU adalah Mainan Anak, UU No.33 Jaminan Produk Halal, Uji kandungan metal pada Kosmetika, pemisahan produk halal dengan non halal, Permentan tentang pemasukan daging, karkas yang saat ini disengketakan oleh pihak Brazil di Komite DSB, Permenkes No.30/2013, Draft UU Alkohol serta rencana penerapan SNI biskuit secara wajib.  

 

 

Hal terpenting lainnya dalam rangkaian sidang ini adalah sesi tematik yang merupakan forum tukar pengalaman bagi negara maju ke negara berkembang dalam hal penerapan persetujuan TBT (STRACAP). Tema yang diangkat kali ini adalah standard and regulatory cooperation in energy efficiency. Tema ini sangat penting karena secara khusus membahas mengenai Bagaimana standar dapat mendukung penghematan energi dan tantangan yang dihadapi oleh regulator dalam menggunakan standar penghematan energi? Sejauh mana regulator dapat menggunakan standar internasional untuk mendukung regulasi penghematan energi; Bagaimana hal ini dapat lebih ditingkatkan; Seberapa efektifkah sistem internasional dan regional dalam memfasilitasi penerimaan penilaian kesesuaian terkait penghematan energi.

 

Rangkaian sidang Komite TBT WTO, Delegasi Indonesia diketuai oleh Kepala Pusat Kerjasama dan Standardisasi, Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan dihadiri perwakilan dari Kementerian Perdagangan (Direktorat Perundingan Multilateral), Kementerian Perindustrian (Direktorat Industri dan Telematika), Kementerian KOMINFO (Direktorat Standardisasi dan Perangkat Telekomunikasi), Badan POM (Pusat Kerjasama Luar Negeri), Kementerian Koordinator Perekonomian dan PTRI Jenewa. (Kon/Nn)