Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Penerapan Standar Manajemen Risiko, Dukung Daya Saing Bangsa

  • Jumat, 20 Mei 2016
  • 4187 kali

Manajemen risiko bukan lagi merupakan kebutuhan, tetapi telah berkembang menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap organisasi, sebagai pembuktian kinerja prima dan tangguh yang berdaya tahan tinggi dalam menghadapi berbagai kondisi, bahkan pada situasi kritis.

 

Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000:2011 Manajemen Risiko, yang mengadopsi secara identik standar internasional ISO 31000:2009. Adapun Standar ISO 31000 merupakan bagian dari seri standar manajemen risiko yang terdiri terdiri dari 4 (empat) standar yaitu ISO 31000:2009 Risk management — Principles and guidelines; ISO Guide 73:2009 Risk management — Vocabulary; ISO/TR 31004:2013 Risk management — Guidance for the implementation of ISO 31000; serta ISO/IEC 31010:2009  Risk management — Risk assessment techniques.

 

Oleh sebab itu, mengambil momentum Rapat Konsensus adopsi seri standar internasional manajemen risiko tersebut diatas yang dilaksanakan oleh Komite Teknis (Komtek) 03-10 Perumusan SNI Manajemen Resiko, di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) – Jakarta, Kamis (19/05/2016), BSN juga menjadikan ajang tersebut untuk menyebarluaskan informasi seri standar SNI ISO 31000 kepada media massa.

 

 

 

Meskipun demikian, seri standar SNI ISO 31000 sebagai suatu dokumen nasional, tidak akan memberikan kontribusi optimal bagi bangsa dan negara bila tidak disertai suatu usaha untuk mensosialisasikan standar tersebut sehingga dapat dikenal, diterima secara terbuka, diterapkan secara luas serta menjadi pertimbangan dan rujukan bagi para regulator dalam pembuatan peraturan-peraturan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko, baik di lembaga pemerintahan itu sendiri atau di industri.

 

Penetapan SNI manajemen risiko ini menandai langkah besar BSN untuk memberikan kontribusi nyata pada pembangunan bangsa dan negara Indonesia terutama dalam menjaga kemampuan daya saing nasional di tingkat regional dan global.

 

Rapat konsensus Komtek Manajemen risiko kali ini cukup istimewa karena diawali dengan acara Pembukaan Perdagangan Bursa Efek hari yang ke-94 oleh Kepala BSN, Bambang Prasetya. Hal ini tidak lepas dari peran aktif pihak Bursa Efek Indonesia yang menyadari bahwa sosialisasi penerapan aspek manajemen risiko perlu didukung penuh. Pembukaan perdagangan tepat dilakukan pada pukul 09.00 WIB oleh Bambang didampingi Direktur Utama BEI Tito Sulistio, Jajaran Direksi BEI, Ketua Komtek 03-10 Antonius Alijoyo, serta Kepala Bidang Lingkungan dan Serbaneka - BSN Hendro Kusumo, selaku Sekretaris Komtek 03-10.

 

Bambang mengungkapkan bahwa manajemen risiko sangat penting dibutuhkan dan diterapkan sebagai bagian tindakan preventif terhadap risiko yang ada dan kemungkinan kejadian yang dapat terjadi. Ketidakpastian yang ada, lanjut Bambang, harus dikendalikan dari awal sehingga organisasi dapat memanfaatkan ancaman menjadi sebuah peluang.

 

 

Pemangku kepentingan yang sangat terkait dengan penerapan manajemen risiko tersebut, kata Bambang, juga sangat diharapkan bersinergi di level nasional, harapannya dapat dikoordinasikan oleh BSN, melalui Komisi Nasional Manajemen Risiko sehingga program kerja pengembangan manajemen risiko dapat dikelola dengan baik secara lintas kementerian/lembaga.

 

Sementara itu, Dirut BEI, Tito menyebutkan “Semua perusahaan khususnya di bidang finansial harus ada kepala yang bertanggung jawab di bidang risk management. Kita mengusulkan orang yang duduk di risk management adalah orang yang tersertifikasi khusus karena kompetensinya. Karena risiko di risk management sama pentingnya dengan seorang yang pegang license untuk perdagangan,” ujar Tito.

 

“Tersedianya acuan seri standar manajemen risiko di Indonesia sangat dibutuhkan oleh berbagai komunitas industri finansial dan non finansial, lembaga pemerintahan, akademisi, dan berbagai kalangan lainnya,” kata Hendro sebelum rapat konsensus. Standar ini, lanjutnya, dibutuhkan bangsa Indonesia agar dapat bersaing secara tangguh dengan di tingkat regional dan global secara efektif dan bahkan dimungkinkan untuk menjadi pemimpin regional untuk bebeberapa sektor industri dan jasa keuangan/non keuangan.

 



Hendro melanjutkan, agar dapat diterapkan dengan baik, keberadaan seri standar SNI ISO 31000 perlu disebarluaskan kepada berbagai pihak yang sangat terkait secara langsung, seperti: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Kementerian/Lembaga, kalangan perbankan, asuransi, pertambangan, migas dan lain-lain.

 

Lebih lanjut ditambahkannya, kita patut mencatat bahwa semua pengembangan standar internasional terkait sistem manajemen seperti ISO 9001 untuk mutu, ISO 14001 untuk lingkungan; ISO 22000 untuk keamanan pangan; ISO 27001 untuk keamanan informasi; ISO 45001 untuk keselamatan dan kesehatan kerja; ISO 50001 untuk efisiensi energi; dan lain-lain, senantiasa mengacu pada High Level Structures (HLS) yang ditetapkan ISO, selalu memasukkan klausul didalamnya dengan perhatian terhadap pengelolaan risiko sesuai sektornya dengan mengacu pada ketentuan yang ada pada ISO 31000. Dengan demikian ISO 31000 akan selalu merupakan rujukan utama bagi lintas sektor.

 

“Pemangku kepentingan ini memerluan acuan baku sebagai dasar pertimbangan dalam pengembangan berbagai regulasi/pengaturan turunan lain yang diperlukan terkait dengan penerapan standar manajemen risiko di tingkat kementerian/lembaga atau di tingkat organisasi yang menjadi tanggung-jawab mereka” ujarnya.

 

BSN siapkan langkah strategis terkait Manajemen Resiko

 

 

Langkah besar BSN telah diawali dengan pembentukan Komite Teknis 03-10 Manajemen risiko, yang akan fokus pada penyiapan SNI yang mengadopsi standar internasional publikasi ISO/TC 262 Risk management. Selanjutnya juga telah diikuti dengan pembentukan National Mirror Committee (NMC) ISO/TC 262, sebagai forum penguatan partisipasi Indonesia dalam pengembangan standar internasional, sehingga Indonesia tidak hanya sebagai “standard taker” tapi dapat beralih ikut mewarnai pengembangan standar internasional sebagai drafter.

 

Rencana pembentukan Komisi Nasional (Komnas) Manajemen Risiko yang beranggotakan para pengambil kebijakan dari seluruh pemangku kepentingan terkait, akan dijadikan sebagai forum untuk penyusunan kebijakan, program dan implementasi manajemen risiko di Indonesia. BSN telah berpengalaman membentuk beberapa Komnas terkait standardisasi dan penilaian kesesuaian, seperti Komnas Elektroteknika-IEC, Komnas Kodeks pangan-CAC, dan komnas lainnya sesuai dengan sektor masing-masing.

 

Harapannya, Komnas ini akan merupakan wadah koordinasi bagi beberapa forum teknis yang ada dibawahnya, seperti:

 

  • Komtek perumusan SNI manajemen risiko, sebagai forum untuk pengembangan standar nasional;
  • Gugus kerja partisipasi dalam pengembangan standar internasional melalui National Mirror Committee (NMC) ISO/TC 262 Risk management, termasuk didalamnya pengajuan konsep standar internasional dari Indonesia seperti konsep Maturity Level;
  • Gugus kerja Pengembangan Silabus Manajemen Risiko (khususnya untuk perguruan tinggi);
  • Gugus kerja Pengembangan Kompetensi SDM bidang Manajemen Risiko;
  • Gugus kerja Pengembangan Sistem Penilaian Kesesuaian Manajemen Risiko;
  • Gugus kerja pengembangan konsep Manajemen Risiko untuk Publik Sektor;
  • Gugus kerja Pengembangan Penerapan Standar, khususnya fokus pada Sosialisasi ke pemangku kepentingan.

 

Kepala BSN juga berkesempatan menghadiri rapat konsensus Komtek 03-10 dan memberikan arahan sekaligus diskusi tentang langkah-langkah strategis berikutnya yang perlu disiapkan bersama. (HK, dnw/ria-humas)