Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Amandemen Section �Food Additives� Dan �Methods Of Analysis And Sampling� Standar Tempe Diadopsi Menjadi Standar Codex

  • Selasa, 14 Juli 2015
  • 2088 kali

Sidang Codex ke-38 diselenggarakan di Geneva, Switzerland dari tanggal 6-11 Juli 2015  dihadiri oleh 140 negara anggota, 1 Organisasi Anggota, wakil FAO, WHO, 33 organisasi internasional (pemerintah dan non-pemeritah) terkait lainnya serta sejumlah NGOs. Delegasi RI dipimpin oleh Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) Suprapto dengan anggota: Seafast Center – IPB, Prof. Purwiyatno Hariyadi; Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN, Zakiyah; Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Rokhman; Kementerian Pertanian, Rudy  Tjahjohutomo;   Kementerian Kelautan dan Perikanan, Widya Rusyanto; Kementerian Perdagangan, Eny Tulak; Kementerian Perindustrian, Iwan Nursasongko, PPIH Kemlu, Fahmi serta PTRI, Elvie Indayani. 

 


Seperti diketahui, Sidang CAC merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada kesepakatan negara anggota. Sidang CAC ke-38 telah menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain: amandemen manual prosedur Codex, pengesahan beberapa standar dan guidelines baru, revokasi/mencabut, amandemen standar Codex (pangan) dan related texts; meninjau kembali standar lama; usulan standar Codex baru; membahas pengembangan sistem manajemen kerja codex dan revitalisasi FAO/WHO Coordinating Committees (RCCs), membahas implementasi rencana strategis, anggaran, hubungan CAC dengan organisasi Internasional, partisipasi negara berkembang, serta pemilihan Chair dan Vice-Chairs CAC, dan member of the executive committee untuk periode 2015-2017.

Pada sidang CAC ke-38 kali ini, usulan Indonesia terkait amandemen Section “Food Additives” and “Methods of Analysis And Sampling” of the Regional Standard for Tempe (CODEX STAN 313R-2013), yang menyatakan bahwa N-to-protein conversion factor = 5,71 mendapat intervensi delegasi USA, yang mengusulkan conversion factor = 6,25. Namun intervensi delegasi USA tersebut ditanggapi oleh Sekretariat Codex yang menjelaskan bahwa nilai protein factor 5,71 telah mendapatkan endorsement dari Codex Committee on Methode of Analysis and sampling (CCMAS), sehingga amandemen usulan Indonesia diadopsi pada step 8 menjadi standar Codex.  Namun demikian, USA masih akan mengajukan review/usul tersebut melalui CCMAS. Karena itu, Indonesia perlu mempersiapkan posisi dan argumentasinya mengenai hal ini.

 

Dalam pembahasan mengenai draft Batas maksimum residu (MRLs) untuk recombinant Bovine Somatotropin  (r-BST) terjadi dua pendapat yang berbeda; yaitu  (i) kajian JECFA menyimpulkan bahwa tidak terdapat isu keamanan pangan dan risiko kesehatan, maka draft MRLs untuk r-BST hendaknya bisa diadopsi, dan (ii) kajian EFSA dianggap belum secara menyakinkan mengevaluasi adanya risiko yang berkaitan dengan AMR (antimicrobial resistance) sebagai akibat dari pemakaian r-BST, maka pembahasan draft MRLs untuk r-BST harus dihentikan. Indonesia menyampaikan intervensi bahwa karena pada kenyataannya r-BST sudah beredar luas di dunia dan digunakan oleh sekitar 21 negara, maka keberadaan standar MRLs untuk r-BST jelas akan memberikan kondisi yang lebih baik, dibandingkan dengan tidak adanya standar. Oleh karena itu, Indonesia tidak mendukung pendapat yang menyatakan bahwa pembahasan mengenai MRLs untuk r-BST perlu dihentikan. Namun, melihat sulitnya terjadi konsensus, maka Indonesia menyatakan bahwa perlu ada suatu acuan atau referensi yang bisa digunakan oleh negara anggota, dalam mengembangkan regulasi atau melakukan manajemen risiko mengenai r-BST.  Intervensi Indonesia ini didukung oleh Thailand, dan CAC merespons dengan menyatakan bahwa hasil evaluasi yang dilakukan oleh JECFA bisa digunakan sebagai acuan negara anggota.  Respon CAC ini dinyatakan pada laporan yang menyatakan bahwa “CAC recognizes the validity of JECFA Risk Assessment as the sound scientific for the deliberation on r-BST”.

 

Adapun, beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Indonesia adalah sebagai berikut: (a) beberapa usulan perumusan standar baru yang disetujui untuk dikembangkan mempunyai kaitan erat dengan Indonesia, baik Indonesia sebagai produsen maupun Indonesia sebagai konsumen (pengimpor). Diharapkan masing-masing MC (Mirror Committee) di Kementerian/LPNK dapat berperan lebih aktif dalam proses penyusunan draft standar-standar tersebut; (b) Kementerian/LPNK terkait kiranya perlu segera mensosialisasikan dan memberikan bimbingan mengenai penerapan standar Codex baru yang telah disetujui kepada pihak-pihak terkait di Indonesia, terutama kalangan industri dalam negeri yang memiliki orientasi ekspor; (c) terkait dengan usulan draft standar Codex yang masih belum disetujui dan dikembalikan kepada Codex Committee (CC) terkait, Indonesia perlu menyiapkan data ilmiah yang relevan guna pembahasan pada sidang CC berikutnya, terutama untuk standar keju olahan (processed cheese) yang industrinya sedang berkembang di Indonesia; (d) dimasa mendatang Indonesia perlu memperkuat koordinasi antar Kementerian/LPNK terkait Codex dan perlu lebih aktif dengan memperjuangkan standar internasional Codex berbasis Standar Nasional Indonesia. Dalam hal ini partisipasi aktif dan komitmen Kementerian/LPNK terkait perlu ditingkatkan, terutama dalam hal perencanaan, penyiapan dan pengadaan data ilmiah yang menjadi dasar bagi pengembangan standar internasional Codex; (e) disamping itu pemerintah diharapkan dapat memberikan dukungan finansial yang lebih baik dan meningkatkan capacity building khususnya untuk meningkatkan partisipasi Indonesia dalam kegiatan Codex yang relevan bagi kepentingan Indonesia; antara lain dengan kaderisasi dan mempersiapkan ahli pangan Indonesia untuk aktif dalam organsisasi Codex.