Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

ISO Academy/COPOLCO Training Session Promoting Consumer Participation in Standardization

  • Senin, 18 Mei 2015
  • 1074 kali

 

Dalam rangka meningkatkan partisipasi konsumen dalam kegiatan standardisasi baik nasional maupun internasional, ISO Academy bersama-sama dengan ISO COPOLCO memberikan training kepada consumer organizationdan National Standard Body(NSB)  khususnya untuk negara berkembang. Peserta training diikuti oleh 18 peserta dari negara Morroco, Costa Rica, Moldova, Indonesia, Myanmar, Malawi, Kenya, Botswana, Uganda, Namibia, Brasil, Chile dan Colombia.

 

Peserta dari Indonesia yaitu Ilyani Sudarjat dari YLKI mewakili consumer organization dan Muti Sophira dari BSN mewakili NSB. Training dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2015 di Hotel Movenpick, Geneva, Swiss. Pelatihan ini sangat bermanfaat baik bagi consumer organization maupun NSB, bahwa sangat penting melibatkan konsumen dalam pengembangan standar. Berdasarkan ISO 26000 definisi konsumen adalah  “an individual member of the general public, purchasing or using property, products or services for private purposes.

 

 

 

Ada 8 hak konsumen yang dideklarasikan oleh Consumer International yaitu:

  • The right to satisfaction of basic needs - adequate food, clothing, shelter, health care, education, public utilities, water and sanitation.
  • The right to safety - To be protected against products, production processes and services that are hazardous to health or life.
  • The right to be informed - To be given the facts needed to make an informed choice, and to be protected against dishonest or misleading advertising and labelling.
  • The right to choose - To be able to select from a range of products and services, offered at competitive prices with an assurance of satisfactory quality.
  • The right to be heard - To have consumer interests represented in the making and execution of government policy, and in the development of products and services.
  • The right to redress - To receive a fair settlement of just claims, including compensation for misrepresentation, shoddy goods or unsatisfactory services.
  • The right to consumer education - To acquire knowledge and skills needed to make informed, confident choices about goods and services, while being aware of basic consumer rights and responsibilities and how to act on them.
  • The right to a healthy environment -To live and work in an environment that is non-threatening to the well-being of present and future generations

 

Standar dapat mendukung hak-hak konsumen tersebut karena standar menjamin konsistensi fitur penting dari barang dan jasa yang digunakan oleh konsumen (seperti  quality, ecology, safety, economy, reliability, compatibility, interoperability, efficiency and effectiveness)

Mengapa konsumen harus terlibat dalam pengembangan standar? untuk dapat menyuarakan hak mereka sebagai konsumen dalam pengembangan standar baik produk maupun jasa, dan tugas NSB mendorong partisipasi konsumen dalam pengembangan standar.

 

Diskusi menarik pun terjadi diantara peserta dari berbagai negara. Bagaimana standar membuat perubahan dalam kehidupan? dan bagaimana standar dapat melindungi konsumen? Tentu saja penerapan standar membuat perubahan terutama terkait peningkatan keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup. Standar dapat melindungi konsumen karena produk yang berstandar aman bagi konsumen. Tanggapan dari para peserta yang berasal dari negara berkembang, penerapan standar tersebut efektif ketika diadopsi menjadi regulasi teknis.

 

Pada pelatihan ini narasumber dari UK, Argentina dan Malaysia berbagi pengalaman mengenai national models of consumer participation. Bagaimana konsumen dapat berpartisipasi dalam pengembangan standar baik nasional dan internasional? Organisasi konsumen sebagai perwakilan dari konsumen dapat turut serta dalam Working Group (WG), Technical Committe(TC) serta menjadi anggota National Mirror Committee (NMC) COPOLCO. Diskusi menarik dari para peserta yaitu adanya hambatan bagi organisasi konsumen untuk berpartisipasi dalam pengembangan standar yaitu kurangnya sumber daya manusia baik jumlah maupun ekpertis, tidak punya banyak waktu dan kurangnya anggaran untuk turut serta dalam pertemuan WG. Strategi yang dapat dilakukan NSB untuk mendukung partisipasi konsumen yaitu memberikan pelatihan, dan dukungan dana.

 

Pada pelatihan ini diangkat dua kasus terkait perlindungan konsumen yaitu pertama cross border trade second-hand goods, perdagangan lintas batas barang bekas banyak terjadi di negara-negara, untuk itu ISO COPOLCO Key Area Working Group mengusulkan untuk dibuat ISO standar mengenai guidance on cross-border trade second-hand goods. Pedoman ini dimaksudkan untuk bagaimana menjamin second hand goods yang diimpor tidak membahayakan kesehatan, keselamatan dan lingkungan negara pengimpor. Diskusi yang terjadi dari para peserta training bahwa impor barang second hand yang langsung ke end user dilarang oleh pemerintah, namun kenyataannya banyak produk second hand yang dijual dipasar seperti baju, sepatu, handphone, alat elektronik. Indonesia pun banyak kebanjiran second hand goods terutama pakaian. 

 

Kasus yang kedua yaitu clean cook stove, isu yang berkembang yaitu banyak negara terutama di Afrika, Asia masih menggunakan tungku yang menggunakan biomassa (seperti kayu). Asap dari tungku mengandung berbagai zat beracun yang berbahaya bagi kesehatan terpapar pada perempuan dan anak-anak yang biasanya menghabiskan banyak waktu di dapur setiap harinya. Berbagai dampak negatif pada kesehatan yang diakibatkan oleh asap, umumnya terkait dengan penyakit pernapasan. 

 

Untuk itu ISO akan mengembangkan standar terkait clean cook stove. Dalam hal ini Indonesia telah melangkah lebih dulu, BSN menetapkan SNI 7926:2013 Tungku biomassa, ruang lingkup standar ini yaitu menetapkan persyaratan kinerja meliputi efisiensi pembakaran, efisiensi termal, derajat emisi karbon monooksida, pengujian dan aspek keselamatan.

 

Para peserta setelah pelatihan ini diminta untuk membuat action plan untuk meningkatkan keterlibatan konsumen dalam pengembangan standar baik di negara peserta maupun terlibat dalam ISO COPOLCO. Peserta diminta untuk membuat laporan kegiatan tersebut dalam tiga bulan setelah mengikuti training (mt).