Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Edukasi dan sosialisasi publik implementasi perjanjian TBT WTO di Kementerian Kominfo

  • Kamis, 23 April 2015
  • 1574 kali

Isu standardisasi, penilaian kesesuaian serta regulasi teknis saat ini menjadi hambatan arus perdagangan global untuk memasuki pasar internasional. Hambatan-hambatan teknis tersebut seringkali diberlakukan sangat ketat oleh negara tujuan ekspor tanpa memperhatikan tujuan yang sah (legitimate objective) dari pemberlakuan suatu regulasi serta aturan internasional yang berlaku. Perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT WTO) mengamanatkan bahwa suatu negara berhak untuk melindungi kepentingan esensialnya melalui regulasi teknis yang sesuai dengan tujuan sah seperti keamanan, keselamatan, kesehatan, perlindungan terhadap fungsi lingkungan hidup serta pemenuhan terhadap prinsip-prinsip dalam Perjanjian TBT WTO. Selain itu, penyusunan regulasi tersebut harus merujuk pada standar maupun referensi internasional yang memiliki keberterimaan secara internasional.

 

Pada Selasa (21/04/2015), Badan Standardisasi Nasional (BSN) bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyelenggarakan  kegiatan Sosialisasi dan Edukasi Publik Perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT) WTO dengan tema Standardisasi, Regulasi Teknis dan penilaian kesesuaian menuju globalisasi perdagangan dunia yang adil dan transparan. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman yang mendalam tentang Perjanjian TBT WTO, bagaimana proses implementasi serta dampaknya secara langsung bagi Indonesia, prosedur penilaian kesesuaian serta peran serta Indonesia dalam forum WTO. Selain itu diangkat juga isu Specific Trade Concern (STC) mengenai Banking Security, Information and Communication Technology (ICT) serta Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk produk telematika seper 4G LTE di Indonesia.

 

Acara ini dibuka oleh Direktur Jendral Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika, Dr. Muhammad Budi Setiawan, M.Eng. Dalam welcome speech yang disampaikan, Kementerian Kominfo menyambut baik kegiatan ini sebagai salah satu forum sharing knowledge, diskusi tentang implementasi perjanjian TBT di Indonesia. Selain itu, beliau menekankan pentingnya penerapan prinsip-prinsip transparansi, harmonisasi, non diskriminasi serta ekivalensi keberterimaan regulasi Indonesia dalam menghadapi globalisasi perdagangan dunia.

 

Kegaiatan Sosialisasi dan Edukasi publik ini menghadirkan 3 (tiga) pembicara yaitu Kepala Pusat Kerjasama Standardisasi BSN, Ir. Erniningsih; Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi, Konny Sagala serta Kepala Sub Direktorat Peningkatan Akses Pasar Barang Non Pertanian Kementerian Perdagangan, Drs.Jully Paruhum Tambunan, M.A. dengan Moderator Kepala Pusat Kerjasama Internasional Kementerian Kominfo, Ikhsan Baidirus. Acara yang dihadiri oleh 68 orang peserta yang berasal dari unit teknis Kementerian Kominfo, Asosiasi, perwakilan industri, Balai uji serta lembaga sertifikasi Kementerian Kominfo.

 

 

Beberapa hal yang disampaikan pada kegiatan tersebut adalah pentingnya 3 (tiga) unsur diatas sebagai bagian dari implementasi perjanjian TBT WTO. Setiap negara berhak mengatur Standar Nasional yang berlaku di suatu negara dimana standar tersebut harus harmonis atau selaras dengan standar internasional. Sebagai informasi, Indonesia saat ini telah menjadi anggota Organisasi Pengembangan Standar Internasional, seperti International Organization for Standardization (ISO), International Electrotechnical Commission (IEC), Codex Alimentarius Committee (CAC) dan International Telecommunication Union (ITU). Sedangkan dibidang penilaian kesesuaian, KAN telah mendapat pengakuan dari Pacific Accreditation Cooperation (PAC), International Accreditation Forum (IAF), Asia-Pacific Laboratory Accreditation Cooperation (APLAC) serta International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC). Skema penilaian kesesuaian yang sudah dan atau akan dikembangkan di level nasional diharapkan dapat memfasilitasi transaksi perdagangan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Dengan demikian, MRA yang sudah disepakati dan ditandatangani diharapkan dapat dioptimalkan dan dikembangkan sesuai kebutuhan nasional.

 

Globalisasi dalam perdagangan dimulai sejak GATT 1947 sampai dengan pembentukan WTO tahun 1995. Globalisasi dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif perdagangan internasional adalah adanya ketergantungan dan persaingan yang tidak sehat. Tugas utama WTO adalah mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan (tarif dan non tarif); menyediakan forum perundingan perdagangan internasional; penyelesaian sengketa dagang dan memantau kebijakan perdagangan di negara-negara anggotanya. Diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan dan berperan aktif dalam setiap perundingan perdagangan internasional (multilateral, regional dan bilateral) dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional.    

 

 

Dalam hal penerapan regulasi teknis secara “SMART” yang tidak menimbulkan hambatan perdagangan, dapat dimulai dengan melakukan implementasi Good Regulatory Practises (GRP) yakni Regulatory Impact Asessment (RIA). Implementasi RIA dimulai sejak saat pembuatan rancangan peraturan teknis yang sebelumnya harus sudah melalui proses analisa dampak resiko, perhitungan kapasitas produksi dan nilai ekonomis produk, serta kesesuaian terhadap standar internasional. Terkait transparansi, dengan menotifikasi rancangan regulasi teknis sesuai perjanjian TBT, tidak berarti negara kita harus mengikuti keinginan dari negara lain, justru hal tersebut akan semakin memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan di forum internasional.

(Sekretariat TBT)