Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Dukung Bogor sebagai Kota Halal

  • Senin, 24 November 2014
  • 1942 kali

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia sudah selayaknya memperhatikan ketersediaan produk halal bagi penduduknya. 80% dari seluruh penduduk Indonesia membutuhkan jaminan pangan yang halal dan thoyib. Oleh karenanya, sertifikasi halal menjadi nilai unggulan untuk memenangkan daya saing di tengah serbuan produk luar dalam era pasar bebas. Dimana masyarakat muslim sudah tentu akan lebih memilih produk konsumsi yang halal dibandingkan produk yang belum jelas kehalalannya.


Sebagai upaya dalam melindungi masyarakat khususnya umat Islam terhadap produk pangan yang tidak jelas kehalalannya maka Pemerintah Kota Bogor mencanangkan Program Kota Bogor Menuju Kota Halal. Adapun pengertian Kota Halal dimaksud adalah tidak mengharuskan seluruh produk makanan yang dijajakan halal, tetapi harus ada kejelasan produk makanan yang benar-benar halal dengan adanya tanda yang jelas sehingga memudahkan masyarakat untuk mengenalinya.

Demikian diungkapkan Dekan Pascasarjana selaku Pembina Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) Institut Pertanian Bogor (IPB) Dahrul  Syah dalam pembukaan Seminar Nasional Agrinova 2014 di Kampus Dramaga IPB, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (22/11/2014).

Menurutnya, Bogor sebagai kota Halal diwujudkan agar masyarakat dan wisatawan yang ke Bogor (khususnya yang beragama islam) bisa mendapatkan haknya untuk dapat mengkonsumsi makanan halal dan thayyib tanpa keraguan pada produk yang dihasilkan ataupun dijajakan ataupun dimasukkan ke Bogor karena informasi yang benar dan akurat, yaitu  sudah dilakukan tindakan preventif dan kontrol terhadap produk sehingga memenuhi produk ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) bagi konsumen).

Adapun tambahnya, kemajuan kota Bogor sebagai Kota Halal diantaranya 2008 penandatanganan Bogor Kota Halal oleh tokoh-tokoh agama;  tiap tahun 60 usahawan difasilitasi sertifikasi halal; 258 sertifikasi halal mandiri; dan sertifikasi halal RPU DAN RPH. Namun, kendala yang juga dihadapi antara lain adalah dasar hukum/ Perda Halal; Rendahnya Kesadaran Halal (baik produsen maupun konsumen);  keterbatasan SDM (SDM Aparatur); belum ada koordinasi dan kerjasama antar instansi; proses sertifikasi; serta keterbatasan info halal. 



Menanggapi hal tersebut, Bambang Prasetya menyampaikan dukungannya terhadap Bogor sebagai Kota Halal. Apalagi menurut Bambang, peluang pengembangan industri produk halal  cukup besar. Seperti diketahui, market Indonesia besar sejumlah (252 Juta); industri UMKM menyerap lapangan kerja dan usaha; keunikan dan kerarifan lokal “national differences” berpotensi dimainkan dalam pasar global; aliran agama lebih dari 60; budaya lokal (kuliner-herbal); Genetik Manusianya (food labeling); Iklim (food packaging); dan Geografinya.

Selain itu, Bambang juga mengungkapkan dengan adanya pencanangan tersebut dapat menjadikan kelebihan Indonesia terkait Halal dimana banyak produk bermerek luar negeri berbahan kulit sapi dengan harga puluhan - ratusan juta tetapi diragukan kehalalannya apakah produk tersebut merupakan produk halal dari kulit sapi yang disembelih secara halal atau tidak. Untuk itu, masyarakat perlu kepastian dan jaminan kepastian produk, mengingat banyak produk lokal yang diekspor ke luarnegeri banyak yang ditolak.

Menurut Bambang, kepastian mutu aman (K3L) dilakukan melalui standar (perusahaan, asosiasi, nasional, internasional), Standar Nasional Indonesia (SNI); Peraturan Kementerian ekolabel (KLH); pangan organik (Kementan pengelolaan hutan lestari (Kemenhut); Pedoman Halal (Fatwa MUI). Sementara yang menjamin kepastian produk tersebut memenuhi standar adalah lembaga penilaian kesesuaian sehingga terwujud keberterimaan dan ketertelusuran.

Adapun lanjut Bambang, standar internasional terkait  keamanan pangan dan kehalalan diantaranya untuk keamanan makanan yakni Codex Alimentarius  Commission yang terdiri dari aditif makanan, Obat hewan, Sisa pestisida, Kontaminan, Praktik Higienis, serta Metode analisis. Untuk Standar Halal Internasional terdapat standar Codex :Halal guidance; SMIIC (OKI) : Conformity dan Metrology GSO (10 Negara Teluk).

Dijelaskan Bambang rantai kepercayaan penilaian kesesuaian bahwa Lembaga akreditasi bertugas menilai kompetensi Lembaga Penilaian Kesesuaian; memfasilitasi perdagangan melalui saling keberterimaan hasil penilaian kesesuaian (MLA/MRA) secara global. Lembaga Penilaian Kesesuaian akan menilai dan menyatakan kesesuaian produk, jasa dan pemasok terhadap persyaratan standar maupun regulasi. Dan perusahaan/pemasok memproduksi produk/jasa sesuai standar yang ditetapkan. 

Selain itu, Bambang juga menyampaikan mengenai perkembangan internasional akreditasi dan sertifikasi halal serta usulan skema  sistem jaminan halal yg ideal ditinjau dari aspek keberteriman nasional dan internasional serta kedaulatan pangan halal.

Terkait UU Jaminan Produk Halal (JPH), Bambang menyambut positif adanya UU ini dimana Indonesia memiliki UU yang mengatur halal (setelah proses lebih dari 10 tahun) dan ada keseimbangan lembaga pemerintah, MUI dan operator (swasta/pemda). Namun, untuk implementasi UU JPH pentingnya memastikan kompetensi dan imparsialitas lembaga pemeriksa halal. Dengan demikian perlu  suatu institusi (badan)  yang mengakreditasi lembaga ini; Badan akreditasi ini tidak boleh menjalankan  kegiatan sertifikasi dan harus memastikan tidak ada “conflic of interest” dalam seluruh  aktifitasnya.  Jadi tidak boleh misalnya Badan Akreditasi juga sebagai pemberi sertifikasi halal; Sama halnya dengan lembaga pemeriksa halal, Badan  ini juga harus memiliki kompetensi yang memadai baik dalam konteks teknis maupun syar’i ah. pemeriksa halal.

Sebagai solusinya, Bambang mengusulkan BPJH mendelegasikan akreditasi kepada lembaga lain misalnya KAN. 

Sementara Wakil Direktur LPPOM MUI, Sumunar Jati mengatakan dengan adanya sistem jaminan halal, Menjamin kehalalan produk selama berlakunya Sertifikat Halal  MUI; Timbul kesadaran internal dan perusahaan memiliki pedoman kesinambungan  proses produksi halal; Memberikan Jaminan dan ketentraman bagi masyarakat; dan mencegah kasus ketidakhalalan produk bersertifikat halal.

Saat ini, tambah Sumunar produk yang sudah tersertifikasi halal per 5 November 2014 sebanyak 1957 dari 67369 produk.

 


Melalui acara yang dihadiri oleh sekitar 200 mahasiswa HIMMPAS dari seluruh Indonesia, Kepala BSN berharap peserta yang hadir yang terdiri dari mahasiswa generasi penerus akan menjadi pendekar garda depan untuk mengawal produk halal di Indonesia.

 



Mengusung tema “Pangan Halal untuk Indonesia Sehat”, Seminar juga menghadirkan narasumber Manager Regulatory Halal Internal Nutrifood, Hasmy Halid dan Dosen IPB Purwantiningsih.

 

 

 

Dalam kesempatan tersebut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) juga membuka stan Pameran yang menampilkan informasi kelembagaan BSN dan layanan standardisasi. (nda/dnw/dok foto : ndre)