Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

PPIS 2014 : Peran Litbang Standardisasi Menghadapi MEA

  • Kamis, 20 November 2014
  • 1185 kali

Kliping Berita

Guna mengembangkan peranan ilmiah bidang standardisasi di Indonesia, Puslitbang Standardisasi - Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyelenggarakan Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi (PPIS) di Jakarta Convention Center (JCC) pada Kamis, 13 November 2014. Acara dibuka oleh Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi BSN, Kukuh S. Achmad.

Tema PPIS di Jakarta tahun 2014 yaitu ”Penelitian dan Pengembangan Standardisasi Meningkatkan Daya Saing Produk Nasional dalam Menghadapi  Masyarakat Ekonomi  ASEAN (MEA) 2015”. Kukuh S. Achmad menyampaikan presentasi mengenai “Standardisasi Nasional Dan Tantangan Terkini”. Menurut beliau bahwa tujuan standardisasi dan penilaian kesesuaian diantaranya adalah meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi; meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar negeri. Hal ini tercantum dalam UU 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Selain itu, Kukuh S. Achmad juga menjelaskan mengenai proses perumusan SNI, kaidah penerapan SNI, framework regulasi teknis. Sementara terkait dengan penilaian kesesuaian atau dalam hal ini Komite Akreditasi Nasional (KAN), Kukuh mengungkapkan sistem akreditasi KAN meliputi Lembaga Sertifikasi Ekolabel; Lembaga Sertifikasi Manajemen Keamanan Pangan (ISO 22000); Lembaga Sertifikasi Pangan Organik; Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari; Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu; Lembaga Penyelenggara Uji Profisiensi; serta Lembaga Validasi dan Verifikasi Green House Gas (GHG).



Adapun tantangan saat ini tambah Kukuh S. Achmad adalah menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Menurut beliau bahwa Indonesia sudah melakukan harmonisasi bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. Diantaranya harmonisasi standar (agro-based products, automotive, cosmetics, electrical and electronic equipment, medical devices, rubber-based products, wood-based products); saling pengakuan hasil penilaian kesesuaian (automotive, agro-based products, electrical and electronic equipment and pharmaceuticals); dan harmonisasi regulasi (cosmetics, electrical and electronic equipment and medical device, traditional medicines and health supplements).

Kukuh S. Achmad mengungkapkan strategi lain dalam menghadapi MEA 2015 diantaranya berkomitmen untuk mengembangkan kapasitas perdagangan nasional melalui Implementasi dan pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara konsisten untuk mendorong daya saing produk nasional dalam rangka penguasaan pasar domestik dan penetrasi pasar internasional serta melindungi pasar domestik dari barang-barang berstandar rendah. 

PPI Standardisasi di Jakarta tahun 2014 menghadirkan 3 (tiga) pembicara utama yaitu Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan Edy Putra Irawady dengan topik “Efektifitas Indonesia National Single Windows (INSW) Dalam Mencegah  Produk Tidak Standar Sektor Prioritas MEA”; Sekretaris Gabungan Industri Manufaktur Lampu Terpadu Indonesia (GAMATRINDO), Triharso dengan topik “Daya Saing Produsen Lampu Swaballast Nasional Pasca Pemberlakuan SNI Wajib”; dan Kepala Balai Sertifikasi Produk - Direktorat Pengembangan Mutu Barang - Kementerian Perdagangan Anis Zukri dengan topik “Kesiapan Lembaga Penilaian Kesesuaian dan Penerapan Certification Body Scheme dalam Keberterimaan Produk di Komunitas Ekonomi ASEAN” yang dimoderatori oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi BSN, Juliantino.

 



Pada kesempatan tersebut, Edy Putra Irawady mengatakan dalam era FTA, penggunaan hambatan tarif semakin berkurang sementara, peran standar semakin besar serta World Trade Organization (WTO) menetapkan Persetujuan Technical Barriers to Trade (TBT) dan Sanitary and Phyto Sanitary (SPS) yang mengatur penggunaan standar sebagai alat fasilitasi perdagangan. Bahkan tambah Edy, perubahan dalam perdagangan internasional telah mengarah pada kebutuhan akan standar yang diterima secara global.


Oleh karenanya peran Indonesia National Single Window (INSW) dalam mencegah produk tidak standard terkait  12 sektor prioritas MEA sangat diperlukan. Ke 12 sektor tersebut adalah perikanan; electronic travel; electronic ASEAN; automotif; logistik; industri berbasis kayu ; industri berbasis karet; furniture; makanan dan minuman; alas kaki; tekstil dan produk tekstil ; serta kesehatan . Dan 6 sektor wajib harmonisasi yakni electrical & electronic Equipment ; rubberbased; automotive ; Woodbased; Ppepared food stuff; dan medical device. 

Di sesi presentasi selanjutnya, Triharso menyampaikan bahwa kedepannya pangsa pasar jenis lampu akan beranjak pada lampu jenis LED dan CFL. Untuk impor lampu swaballast menunjukkan trend peningkatan dengan mayoritas negara pengimpor adalah China dan German. Triharso mengatakan bahwa produk impor yang masuk ke Indonesia harus konsisten dalam penerapan SNI dan perlu dilakukan pengawasan. Triharso menambahkan bahwa pengawasan terhadap barang beredar perlu lebih diefektifkan pada barang impor dan bersifat pembinaan untuk industri dalam negeri. Untuk mendukung penerapan SNI pada pelaku usaha perlu dilakukan kajian biaya penggunaan  tanda SNI untuk  mendukung daya saing.

Di sesi presentasi narasumber terakhir, Anis Zukri menyampaikan bahwa dalam menghadapi perdagangan bebas, regulasi teknis melalui standardisasi merupakan satu langkah penting yang harus dilaksanakan dalam rangka pengamanan pasar domestik dari persaingan tidak sehat, perlindungan konsumen, dan pembinaan industri lokal. Selain itu kesiapan infrastruktur LPK merupakan hal yang sangat strategis dan perlu mendapat perhatian semua pihak. Hasil identifikasi kesiapan LPK sektor EEE berdasarkan hasil survey Direktorat Standarisasi Kemendag  Tahun 2014 menunjukkan sebanyak 88% (LSPro) dan sebanyak 92% (Laboratorium Uji) telah siap dalam menghadapi MEA. Untuk penerapan CB Scheme, data 4 tahun terakhir menunjukkan NCB telah menerbitkan sebanyak 1922 sertifikat yang dimanfaatkan oleh produsen Indonesia setiap tahunnya. Untuk hambatan yang dihadapi LPK dalam penerapan CB Scheme yaitu keterbatasan peralatan dan SDM  laboratorium uji, perbedaaan persepsi mengenai cara pengujian dan kurangnya sosialisasi mengenai registrasi LPK di ASEAN.

 



Dalam PPIS kali ini dipresentasikan 26 makalah yang terbagi menjadi 12 makalah presentasi oral dan 14 makalah presentasi poster. Dalam sesi presentasi makalah oral , acara dimoderatori oleh Peneliti Madya BSN Mangasa Ritonga dan Peneliti Utama BSN Rachman Mustar. Adapun tujuan dilaksanakannya PPIS adalah sebagai wadah Komunikasi dan Presentasi hasil penelitian di bidang standardisasi yang ditujukan kepada peneliti/pemerhati/pakar standardisasi dan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi sebagai pemakalah dan peserta pendengar. 

Topik-topik Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam forum ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI), Metrologi, Penilaian Kesesuaian dan Mutu berbasis SNI untuk mempersiapkan Indonesia memasuki MEA 2015. Sasaran pelaksanaan PPIS adalah memberikan kontribusi untuk pengembangan SNI. Oleh karenanya, peserta penulis Karya Tulis Ilmiah (pemakalah)  yang hadir dan mempresentasikan makalahnya dalam pelaksanaan PPIS, berhak dimuat di dalam prosiding sebagai wadah bagi para peneliti dalam meningkatkan kompetensinya. (nda/dnw) (sumber: DAM, ABM, BL)