Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Menristekdikti : Mutu Sebagai Kata Kunci yang harus Dimiliki Indonesia

  • Rabu, 12 November 2014
  • 1686 kali


Menyambut pasar bebas ASEAN, Indonesia harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Seperti diketahui, Indonesia merupakan bangsa yang besar, baik luas wilayah maupun jumlah penduduknya. Oleh karenanya, sudah seharusnya Indonesia menjadi motor penggerak ekonomi ASEAN, dan memperoleh manfaat yang terbesar dari Pasar Tunggal ASEAN. Sehingga diharapkan Indonesia juga dapat bertindak sebagai motor penggerak ekonomi ASEAN dan harus mampu untuk mencapai kemandirian di bidang Ekonomi.



Guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari era Pasar Bebas ASEAN, “mutu” merupakan kata kunci yang harus dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Demikian diungkapkan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam pembukaan Indonesia Quality Expo 2014 di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC) pada Rabu (12/11/2014).


Bagi pemerintah, tambah Nasir, menjamin “mutu” dapat diartikan sebagai kemampuan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi publik dan lingkungan, dan di saat yang sama mampu memfasilitasi daya saing bagi barang dan jasa, serta sumber daya manusia Indonesia untuk dapat diterima di seluruh kawasan Pasar Bebas ASEAN, bahkan dalam kawasan Pasar Global yang lebih luas.


Menyadari pentingnya hal tersebut, Nasir mengatakan pemerintah telah berkomitmen melalui Visi, Misi dan Program Aksi Presiden Republik Indonesia 2014-2019, dimana secara eksplisit dinyatakan bahwa untuk mencapai “berdikari di bidang ekonomi”, salah satu program aksinya, yaitu Program Aksi ke 15, adalah komitmen untuk mengembangkan kapasitas perdagangan nasional melalui ... (butir ke 4) : Implementasi dan pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara konsisten untuk mendorong daya saing produk nasional dalam rangka penguasaan pasar domestik dan penetrasi pasar internasional serta melindungi pasar domestik dari barang-barang berstandar rendah.


Senada dengan Nasir, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya dalam sambutannya mengatakan tantangan yang dihadapi saat ini jauh lebih berat dan beragam. Banyak produk multinasional ataupun produk waralaba, franchise asing membanjiri Indonesia. Indonesia tidak boleh terlena untuk tidak menggali potensi dalam negeri. Banyak potensi dan peluang yang masih dapat dikembangkan. Satu hal yang lebih memprihatinkan adalah Indonesia masih menghadapi maraknya produk-produk dari luar yang harganya jauh lebih murah namun mutu dan keamanannya tidak terjamin.


Untuk menghadapi itu semua,  lanjutnya, dunia telah memberikan alat atau bahasa yang sama yaitu “standard” dan penilaian kesesuaian terhadap penerapan standar (conformity assesment) yang diharapkan menjadi acuan dalam transaksi produk baik berupa barang maupun jasa. Bambang meyakini peran standar, riset, teknologi dan conformity assesment menjadi kunci untuk memenangkan pasar global. Dimulai dari acuan standar, kemudian dikembangkan melalui riset dan teknologi, kemudian diakhir dengan mengembangkan aspek keberterimaan atau pengakuan produk yang sering dikenal dengan istilah penilaian kesesuaian terjemahan dari comformity assestment. Disingkat, STARTCOM (standard, riset, technology dan conformity assesment).


Selain  itu, Bambang juga menghimbau kepada masyarakat, Indonesia jangan sampai didekte oleh kepentingan global karena sebagai bangsa yang berdaulat harus menentukan arah keinginannya sendiri. Hal demikian perlu diluruskan karena dalam kontek standard dan penilaian kesesuaian segala keputusan diambil oleh perwakilan bangsa-bangsa di dunia yang telah menyerap berbagai masukan dan keinginan termasuk dari negara berkembang.


Menghadapi hal ini kita sebenarnya malah diuntungkan karena referensi atau acuan mutu telah ditetapkan bersama apakah itu ISO, IEC, Codex, dan standard nasional masing masing setelah melalui saling pengakuan berdasarkan standard yang ditetapkan seperti MRA dan MLA dari ILAC maupun IAF. Adanya dua aspek ini maka setiap pelaku usaha mempunyai tujuan mutu yang jelas yang dijamin keberteriamannya secara internasional. Kita bisa pelajari dari moto-motonya, seperti moto ISO: simpler, faster, better, sedangkan dalam penilaian kesesuaian dikenal sebagai one testing or certificate acccepted everywhere.

 

 

Pada kesempatan tersebut, Bambang juga mengkampanyekan quality engineering atau rekayasa mutu. “Kalau dulu orang memproduksi kemudian memasang harga dari biaya produksi plus keuntungan, hal ini sering kurang kompetitif, Oleh karena itu paradigma harus diubah dari cost plus menjadi price minus. Artinya harga pada produk dengan acuan mutu yang jelas dikurangi keuntungan menjadi biaya produksi, Kemudian kita sampai pada ketika biaya produksinya masih tinggi maka tantantangan kita adalah bagiamana kita menguranginya, apakah masalah bahan baku, proses, tenaga kerja, perijinan, sertifikasi dan sebagainya. Disinilah peran nyata akademisi pengembang IPTEK, pemerintah pusat dan daerah secara riil dapat dimainkan secara lebih tepat, akurat terhadap permasalahan lapangan dan Insya Allah akan sangat signifikant dalam meningkatkan daya saing,” tegasnya.

 

 

Indonesia Quality Expo 2014 yang akan berlangsung dari tanggal 12 hingga 14 November 2014 mengusung tema “Dengan SNI BERJAYA DI ERA PASAR BEBAS ASEAN. Acara pembukaan IQE 2014 dihadiri kurang lebih 700 orang yang terdiri dari instansi terkait, pemerintah daerah, asosiasi, perguruan tinggi, industry serta tamu undangan lainnya. Hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya adalah Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Walikota Tasikmalaya Budi Budiman, Bupati Gunung Kidul Badingah.

 

Setelah pembukaan acara dilanjutkan dengan Launching Program Baru BSN yakni Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Skema Akreditasi Sistem Manajemen Energi ISO 50001 RMP, Pelayanan Publik Berbasis IT: E-learning; Online Training Registration; dan Sistem Pemesanan SNI via Online, serta Olimpiade Standardisasi SMK. (nda/dnw)