Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SIARAN PERS

  • Selasa, 23 Juli 2013
  • 3407 kali




SIARAN PERS
Halal Syarat Penting dalam Menembus Pasar Global

 

Menghadapi berbagai perjanjian perdagangan bebas, dengan ASEAN Economic Community 2015 sebagai tantangan terdekat, serta perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan negara partner potensial, seperti China, Australia-New Zealand, Korea, Jepang, dan India diperlukan jaminan kualitas produk nasional yang kuat untuk memastikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia. Dan halal menjadi salah satu atribut jaminan kualitas produk.

Oleh karenanya, sertifikat halal menjadi sebuah keniscayaan di negara Indonesia yang notabene merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Apalagi di era globalisasi/ perdagangan bebas. Produk bersertifikat halal menjadi salah satu unsur daya saing dalam menghambat membanjirnya berbagai produk impor yang tidak jelas kehalalannya. Sebagai umat muslim yang memegang akidah dalam ajaran Islam, kecenderungan mereka sangat berhati-hati dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. Makanan bagi umat muslim tidak cukup hanya dengan enak, bergizi, dan higienis, namun hal yang sangat penting adalah makanan tersebut halal sesuai dengan ketentuan syariat agama Islam. Apalagi, sekarang ini masih sangat banyak makanan yang masih kurang kejelasan kehalalannya.

Saat ini, sertifikat halal dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Lembaga inilah yang menyatakan suatu produk sudah sesuai dengan syariat Islam. Sertifikat halal ini dapat digunakan untuk pembuatan label halal.

Namun begitu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 pada Pasal 11 Ayat (1) disebutkan bahwa “Pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakannya sebagai produk yang halal, sesuai ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya. Untuk menghindarkan timbulnya keraguan di kalangan umat Islam terhadap kebenaran pernyataan halal tadi, dan dengan demikian juga untuk kepentingan kelangsungan atau kemajuan usahanya sudah pada tempatnya bila pangan yang dinyatakannya sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketenteraman dan keyakinan umat Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama.”

Awal tahun 2001, BSN membentuk Tim Pengembangan Sistem Akreditasi Lembaga Sertifikasi Halal dengan Ketua: Drs. Ruslan Aspan, MM/BPOM, Wakil Ketua: Drs. Suprapto, MPS/BSN. Tim Pengembangan Halal KAN-BSN bertemu dengan berbagai pihak dalam rangka memperoleh masukan untuk menyusun konsep sistem akreditasi-sertifikasi halal di Indonesia. Tim Pengembangan Halal BSN telah menyusun (1) Konsep Dasar Tata Alir Sistem Akreditasi dan Sertifikasi Halal, dan (2) Konsep Pedoman Persyaratan Umum Lembaga Pemeriksa halal.

Pada tahun 2002, Tim Pengembangan Halal KAN-BSN paralel memberi masukan ke Departemen Agama dan melanjutkan menyusun (1) konsep Pedoman Sistem Jaminan Halal, (2) Pedoman Kriteria Auditor Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal, dan (3) Pedoman Kriteria  Auditor Sertifikasi halal.


Dengan diakreditasinya lembaga sertifikasi penerbit halal, maka tidak hanya kepercayaan negara lain untuk menerima produk Indonesia, namun sertifikasi halal juga bisa digunakan sebagai barrier/hambatan teknis bagi produk impor. Tentu saja, tujuan utama dari sertifikasi halal adalah melindungi kepentingan kaum muslim.

Sebagai instansi pembina kegiatan standardisasi, termasuk dalam lingkup pengembangan sistem penilaiain kesesuaian, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mendorong KAN untuk mengembangkan dan menerapkan sistem penilaian kesesuian di bidang halal. Tentu saja, KAN harus melakukan diskusi dengan para pemangku kepentingan sehingga seluruh tujuan dari sertifikasi halal, bisa tercapai maksimal. Hingga saat ini, KAN terus melakukan diskusi secara intensif dengan berbagai pemangku kepentingan mengingat dampak dari perdagangan bebas, kian kelihatan dan jika kita tidak siap, maka yang terjadi adalah membanjirnya berbagai produk impor yang tidak jelas kehalalannya. Di sisi lain, produk kita sulit untuk menembus pasar global.

Untuk itulah, BSN-KAN mulai melakukan rapat koordinasi dengan pihak terkait diantaranya Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, BPKIMI, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, BPOM, LPPOM-MUI, YLKI, YLKMI, PBNU, dan Fraksi dari PKS pada Senin (22/07) di Ruang Rapat G-BSN, Jakarta.

Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang halal telah sampai pada tahap pembahasan bersama DPR, namun masih perlu diskusi lagi yang lebih mendalam tentang sistem jaminan halal.




Contact Person :
Kabag Humas BSN, Elvi Syafitri
No Tlp. 021-5747043 ext 108/ HP. 081385963000