Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

INDONESIA - Mampukah Produk Perikanan Menembus Pasar Uni Eropa

  • Rabu, 08 Agustus 2007
  • 1062 kali
INDONESIA - Dalam sebuah acara bertajuk Iptek Voice di Radio Pro 2 FM beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi â?? BSN, Dr. Sunarya menuturkan, persoalan terkendalanya ekspor produk perikanan nasional di pasar Eropa lebih disebabkan karena belum terpenuhinya beberapa ketentuan dalam Directive yang dibuat Uni Eropa meskipun BSN (Badan Standardisasi Nasional) sebagai institusi yang dibentuk untuk mengembangkan standar produk dan jasa di Indonesia, telah mengembangkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang Perikanan seperti SNI udang beku, tuna beku, tuna dalam kaleng, sarden dalam kaleng, alat penangkapan berupa jaring, mata jaring, pengelolaan budidaya, pakan ikan/udang, cara pengolahan (processing), cara penangkapan, maupun cara distribusi. Namun, ketentuan yang menyangkut masalah bahan kimia/chemicals belum masuk dalam SNI. Indonesia, lanjut Dr. Sunarya, harus memenuhi ketentuan Directive tersebut apabila produk perikanan nasional dapat diterima di pasar Uni Eropa. Hal itu dinilainya wajar, karena masing-masing negara memang memiliki standar sendiri dan standar itu bersifat dinamis yang dari waktu ke waktu sifatnya semakin ketat sehingga, jika suatu negara ingin mengekspor produknya ke negara lain, negara tersebut harus memenuhi ketentuan standar tujuan ekspor begitu pula sebaliknya. Uni Eropa memberlakukan ketentuan tersebut karena ingin melindungi masyarakatnya dari produk ikan yang tidak terjamin mutu dan kesehatannya. Dr. Sunarya menilai Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah melakukan beberapa langkah penting untuk mengatasi persoalan ini dalam rangka memenuhi ketentuan Directive yang dibuat Uni Eropa. Terkait dengan pemenuhan persyaratan itu, di Indonesia sebenarnya telah tersedia 26 laboratorium yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang siap melakukan pengujian produk perikanan. Akreditasi menunjukkan pemenuhan laboratorium terhadap ketentuan internasional yaitu ISO 17025 versi 2005. Dalam ISO 17025:2005 ini mengandung persyaratan yang equivalent dengan manajemen ISO 9001 dan persyaratan kompetensi teknis yang berkaitan dengan peralatan laboratorium, sumber daya manusia, metoda dan analisa yang sesuai dengan spesifikasi standar produk. Persoalan perikanan nasional terjadi karena ruang lingkup akreditasi pada laboratorium â?? meskipun tidak semua laboratorium, hanya sebatas pada pengujian organ leptik (busuk atau tidak dengan menggunakan alat sensor) dan beberapa pengujian mikrobiologi. Laboratorium yang melakukan pengujian kimia, seperti masalah residu, antibiotik, jumlahnya hanya sedikit. Oleh karena itu, Dr. Sunarya menyarankan laboratorium-laboratorium dapat mengajukan akreditasi untuk ruang lingkup pengujian kimia ke KAN dan juga melakukan pelatihan-pelatihan untuk pengujian kimia. Saat ini, tim Evaluator dari Uni Eropa sedang mengevaluasi produk perikanan nasional. Dr. Sunarya berharap pelaksanaan evaluasi tersebut dapat berjalan lancar dan berhasil sehingga Indonesia dapat melakukan ekspor perikanan kembali ke Uni Eropa (dnw/humas)



­